Seperti yang diduga, Rini pun merespon dengan baik keinginan para importir bawang merah. Dalam rapat di Kemenko Perekonomian, diputuskan untuk membuka kran impor bawang merah sebanyak 2.500 ton. Padahal Menko Perekonomian Darmin Nasution usai rapat dengan Menteri BUMN, Menteri Perdagangan Thomas Limbong, Menteri Perindutrian Saleh Husin dan Kepala Staf Presiden Teten Masduki- minus Mentan, mengakui saat ini sudah terjadi sedikit penurunan harga bawang. Namun anehnya, pemerintah tetap menganggap perlu dilakukan impor karena waktunya sangat mendesak. Mentan yang semula ngotot menolak kebijakan Menko Perekonomian, tengah malam kemarin akhirnya mengalah. Meski begitu Amran menegaskan pihaknya tidak mau terlibat dalam impor bawang merah dan menyerahkan sepenuhnya kepada Menteri BUMN.
Kedua, Rini sengaja ingin menggagalkan konsep ekonomi kerakyatan yang menjadi pilar utama kebijakan ekonomi Presiden Joko Widodo. Sebagai pebisnis, RIni menganggap pemerintah tidak cukup hanya menjadi regulator, namun juga pemain aktif dengan tujuan mengambil keuntungan. BUMN diperlakukan sebagai korporasi swasta yang mengedepankan pendekatan bisnis semata, sebagaimana disinggung Megawati.
Ketiga, Rini tengah bermain aman agar dirinya tidak masuk radar reshuffle. JIka sampai terjadi lonjakan harga-harga pangan selama bulan Ramadhan sehingga tidak sesuai dengan amanat Presiden Jokowi, maka Kementerian BUMN sebagai salah satu pengendali harga melalui BUMN-BUMN terkait seperti Bulog, akan mendapat sorotan tajam. Bukan tidak mungkin Rini akan dicopot usai lebaran Idul Fitri. Hal itu yang kemudian mendorong Rini untuk melakukan berbagai cara, termasuk ‘membunuh’ petani bawang merah, agar posisinya aman.
Apapun alasannya, kebijakan impor bawang merah di tengah surplus produksi menggambarkan buruknya manajemen kementerian-kementerian di bawah Kemenko bidang Perekonomian. Revolusi mental mestinya diterapkan terlebih dahulu pada menteri-menteri yang memegang peranan strategis karena langsung berhubungan dengan hajat masyarakat kecil. Pemerintah harus hadir secara nyata, memberikan perlindungan kepada kaum tani, buruh, nelayan, dan kelompok masyarakat marjinal lainnya yang selama ini tidak berdaya menghadapi mafia pasar. Jika persoalan ini saja tidak dapat diatasi, jangan dulu berbicara muluk-muluk tentang daya saing di tingkat regional.
Salam @yb
Artikel terkait : Loh, Kok Impor Bawang Merah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H