Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

DPRD Tunda Pembahasan Raperda Reklamasi, Ahok Gusar, Aguan Merana

13 April 2016   07:50 Diperbarui: 13 April 2016   08:06 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lama-lama publik mulai terbiasa dengan pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama yang berubah-ubah terhadap satu kasus. Ada banyak contoh yang bisa dijadikan alas argumen.  Soal kulit kabel di gorong-gorong,  status Sunny Tanuwidjaja, dan terakhir terkait raperda reklamasi.

Khusus terkait rancangan peraturan daerah (Raperda) Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara (RZWP3K) serta revisi Perda Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta, perubahan sikap Ahok- demikian sapaan akrab Basuki Tjahaya Purnama, sangat mengejutkan karena bertolak belakang antara pernyataan sebelum dan sesudah DPRD DKI Jakarta memutuskan untuk menunda pembahasan kedua raperda tersebut.

Awalnya, menanggapi usulan sejumlah anggota DPRD, terutama Fraksi PDI Perjuangan, yang  menghendaki agar pembahasan raperda tersebut ditunda, Ahok pada tanggal  6 April 2016 mengatakan tidak ada masalah. Bahkan secara tegas Ahok mengatakan  lanjutan pembahasan raperda dimaksud akan menunggu anggota DPRD baru hasil Pemilu 201. 

Pernyataan itu jelas tegas dan  menunjukkan betapa Ahok sangat konsisten tidak mau melakukan kompromi atau lobi-lobi dengan anggota DPRD sekarang terkait raperda reklamasi. Padahal, dalam pola hubungan antara eksekutif dan legisltaif dikenal dikenal dengan yang namanya lobi-lobi dan kompromi politik. Namun Ahok mengingkari keniscayaan itu karena lobi dan kompromi selalu diidentikkan dengan uang. Fakta bahwa sebagain besar hal itu memang terjadi, mestinya bukan alasan untuk menyamaratakannya. 

Bagaimana pun jabatan gubernur dan anggota DPRD adalah jabatan politik sehingga terhadap perbedaan pandangan yang muncul dalam sebuah permasalahan yang membutuhkan sinergi kedua lembaga, mestinya kedua pihak bisa menggunakan saluran-saluran politik yang memang disediakan untuk menjembatani perbedaan tersebut.

Namun demikianlah sikap politik yang sudah diambil oleh Ahok. Zero compromise terhadap DPRD menjadi tagline kampanye Ahok untuk meraih simpati publik. Ahok tidak peduli DPRD tidak mau membahas APBD jika harus mengakomodir kepentingan  dewan. Perlu digarisbawahi, kepentingan di sini tidak selalu berarti uang. Kepentingan anggota dewan dalam APBD biasanya terkait skala prioritas pembangunan. 

Misalnya, anggota DPRD dari dapil Jakarta Utara akan memperjuangkan aspirasi konstituennya agar di daerah tersebut dibangun taman bermain, karena dalam rancangan APBD yang diserahkan eksekutif tidak memuat pembangunan taman bermain. Kedua pihak, kemudian bertemu- gubernur biasanya diwakili oleh Bappeda, mungkin akan membuang satu program yang masih bisa ditunda sehingga dananya bisa dialihkan untuk membangun taman bermain sesuai aspirasi anggota DPRD. Setelah APBD disahkan, pelaksana pembuatan taman tentu oleh eksekutif dengan diawasi oleh DPRD.

Itulah sekelumit contoh- sekali lagi hanya contoh, bagaimana pentinganya lobi politik dan kompromi antar lembaga eksekutif dan legislatif. Pada tataran yang lebih tinggi dan lebih spesifik karena menyangkut kepentingan yang lebih luas, tentu pola lobi dan kompromi yang dihasilkan akan berbeda. Jadi lobi dan kompromi politik itu bukan sesuatu yang tabu, apalagi haram.

Kembali kepada sikap Ahok terkait raperda reklamasi. Setelah melakukan kajian dan fakta adanya proses hukum yang tengah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  terhadap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M. Sanusi karena tertangkap tangan menerima suap dari Presiden Direktur Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja yang diduga terkait pembahasan raperda reklamasi, maka sejak tanggal 5 April 2016 muncul wacana di kalangan anggota DPRD untuk menunda pembahasan raperda reklamasi. Puncaknya, setelah dilakukan rapat pimpinan DPRD yang diperluas pada tanggal 12 April 2016, DPRD memutuskan untuk menghentikan pembahasan raperda reklamasi usalan eksekutif (baca: Ahok) tersebut. 

Ada banyak alasan yang dijadikan dasar keputusan penghentian pembahasan raperda reklamasi. Menurut  Abraham Lunggana (Lulung).  Selain fakta bahwa sudah ada aktifitas reklamasi sebelum dikeluarkannya izin, sudah ada pembangunan gedung di atas pulau hasil reklamasi padahal perda yang akan dijadikan payung hukum penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) baru dibahas, aspirasi nelayan di pantai utara Jakarta, menurut Lulung, keputusan itu juga didasari ‘pernyataan’ Ahok yang dinilai tidak menghargai anggota DPRD saat ini. 

Namun anehnya, setelah sejak wacana DPRD akan menghentikan pembahasan raperda reklamasi reaksi Ahok mulai berubah.  Ahok menuding DPRD hanya memberikan harapan palsu alias PHP .

Ahok juga menakut-nakuti anggota DPRD dengan mengatakan mereka akan dikejar-kejar dan dimarahi oleh pengusaha yang tengah melakukan reklamasi di pantai utara Jakarta seperti dikutip dari Kompas.com.

Meski demikian Ahok mengaku tidak mempersoalkan keputusan DPRD yang menghentikan pembahasan raperda reklamasi. Menurut Ahok, reklamasi akan jalan terus meski belum bisa didirkan bangunan. Untuk meyakinkan argumennya, Ahok mengatakan proses reklamasi butuh waktu lama, sekitar 3 tahun. Logika Ahok, tiga tahun mendatang ketika reklamasi sudah selesai, pengembang baru mulai mendirikan bangunan setelah raperda reklamasi disahkan oleh DPRD hasil Pemilu 2019.

Benarkah begitu?

Terhentinya pembahasan raperda reklamasi jelas memukul pengusaha pemilik konsesi atas pulau buatan pantai utara Jakarta. Kondisi saat ini jelas membuat Chairman Agung Sedayu Group Aguan Sugianto, merana. Aguan yang sudah dicegah bepergian keluar negeri oleh KPK, termasuk juga staf khusus Ahok, Sunny Tanuwidjaja, dan Direktur Agung Sedayu Group Richard Halim, pastinya merasa sudah jatuh tertimpa tangga.

Maraknya pemberitaan terkait reklamasi, membuka fakta bahwa selama ini Agung Sedayu melalui anak perusahaannya,  PT Kapuk Naga Indah telah melakukan reklamasi dan pembangunan di Pulau C (satu dari 17 pulau hasil reklamasi), meski belum mengantongi IMB. Bangunan berlantai tiga hingga jembatan penghubung ternyata sudah dibangun sejak beberapa bulan lalu, padahal perda reklamasi yang menjadi dasar penerbitan IMB masih sebatas raperda dan (saat itu) baru dibahas di DPRD.

Atas temuan itu, Ahok berjanji akan segera melakukan penertiban. Jika hal itu benar-benar dilaksanakan, pasti akan menjadi titik balik hubungan Ahok dengan Aguan. Sikap pesimis bahwa Ahok berani merobohkan bangunan, minimal menunda pelaksanaan pembangunan di Pulau C, sebagaimana Ahok dengan gagah perkasa merobohkan rumah-rumah warga yang berdiri di atas tanah negara, khususnya di Luar Batang yang berbatasan dengan daerah reklamasi, mengemuka mengingat aktifitas pembangunan yang melanggar aturan tersebut sudah berjalan lebih dari setahun namun sejauh ini baru sebatas diberi surat peringatan. 

Tragisnya surat peringatan itu hanya macan kertas karena pembangunan di Pulau C tetap berjalan sampai dengan adanya operasi tangkap tangan oleh KPK terhadap bos Agung Podomoro Land yang juga memiliki dua pulau reklamasi di tempat itu melalui anak usahanya PT Muara Wisesa Samudera dan PT Jaladri Kartika Paksi. Bandingkan dengan surat peringatan yang diberikan Ahok untuk penghuni Luar Batang- hanya 15 hari langsung eksekusi.

Pelanggaran tetap pelanggaran. Namun bagi Ahok mungkin berlaku pengecualian sehingga memunculkan standar ganda.

 

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun