Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antitesis Teori Pembunuhan Berencana yang Nyaris Sempurna

30 Januari 2016   13:38 Diperbarui: 24 April 2016   22:11 1405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Wayan Mirna Salihin (27) menjadi korban antitesis teori pembunuhan berencana. Proses penangkapan terhadap Jessica Kumala Wongso (27) di Hotel Neo Mangga Dua Square Jakarta membuktikan penyidik terbawa pada alur yang telah disiapkan oleh pelaku. Siapa yang masuk jebakan? Kelak dalam proses peradilan yang mudah-mudahan transparan, akan diketahui apakah kasus pembunuhan ini sebenarnya sederhana namun ada kepentingan di luar penyidikan sehingga kasusnya menjadi berlarut-larut, ataukah memang benar pelaku menggunakan antitesis teori pembunuhan berencana.

Namun penulis tetap menghormati azas praduga tak bersalah di mana meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Jessica belum bisa dinyatakan bersalah sampai pengadilan memutusnya demikian.

Dalam kasus pembunuhan berencana, pelakunya telah menyiapkan segudang alibi. Pelaku akan berada di suatu tempat yang tidak terpikirkan oleh penyidik. Sebersih mungkin dia menghilangkan seluruh keterkaitan dengan calon korbannya sehingga nyaris tidak ada motif yang bisa menuntun penyidik pada dirinya.

Namun dalam kasus pembunuhan Mirna menggunakan racun sianida di Kafe Olivier West Mall Grand Indonesia, pelaku sepertinya menyodorkan diri kepada penyidik untuk dicurigai. Pelaku juga menyiapkan jalan agar penyidikan diarahkan pada dirinya. Dari mulai pesan kopi yang dibayar langsung (sesuatu yang tidak biasa), meletakkan handbag paper di meja secara mencolok, menghilangan celana yang dipakai saat kejadian, selalu tersenyum ketika diperiksa  sehingga siapa pun akan berpikiran buruk terhadap dirinya yang dinilai tidak memiliki empati terhadap sahabatnya yang menjadi korban pembunuhan hingga seabrek ‘jalan’ kecurigaan lain yang ‘sengaja’ diarahkan pada dirinya.

Mengapa pelaku melakukan hal itu? Ada dua kemungkinannya: pelaku sangat bodoh, atau sebaliknya, pelaku sangat pintar. Meski dia terkesan sudah menyodorkan diri dan sengaja melakukannya di tengah keramaian, di tempat terbuka, namun sebenarnya ada tautan (link) yang dihilangkan oleh pelaku yakni motif. Sejauh yang sudah terekspose, Jessica sama sekali tidak memiliki motif. Bukankah aneh sebuah pembunuhan berencana tanpa motif?  Hubungan sejenis, asmara terlarang dan sebagainya hanya baru sebatas dugaan, belum bisa dijadikan penutup lubang pada konstruksi  permbunuhan yang dibangun dari puzzle yang berserak.   

Jika akhirnya Jessica ditetapkan menjadi tersangka, timbul pertanyaan yang tidak kalah menggelitik; mengapa hal itu tidak dilakukan sejak awal? Alasan penyidik tidak mau buru-buru menetapkan status tersangka pada Jessica  karena kasus tersebut sangat rumit sehingga membutuhkan ketelitian agar tidak memiliki celah untuk dibantah oleh pelaku di persidangan, sedikit terpatahkan oleh beberapa hal yang sudah disebutkan di atas. Masyarakat pun bertanya-tanya, wong pelakunya sudah menyodorkan diri, masa polisi kesulitan merangkai konstruksi kasus pembunuhan itu? Atau polisi sengaja numpang tenar untuk menyaingi popularitas #polisiganteng dalam kasus teroris Jalan Thamrin kemarin?

Tak pelak lagi, persidangan kasus pembunuhan Mirna akan menjadi panggung teater bagi banyak kepentingan.  

Sambil menunggu proses hukum tersebut, aku akan posting novel TIRAI TAK BERDARAH yang bertutur tentang pembunuhan berencana terkait cinta, perselingkuhan, intrik politik, perebutan jabatan dan kekuasaan yang tidak akan bisa Anda tebak pelakunya sebelum selesai membacanya. Novel ini akan dposting secara bersambung sebagai pengganti novel PENGANTIN LEMBAH KEMATIAN yang sudah tamat.

Inilah sinopsisnya :

Kasus pembunuhan Ifa, penyanyi dangdut yang baru saja memenangkan kontes menyanyi di televisi swasta, sebenarnya sudah direncanakan dengan sangat cermat dan cerdas. Pelakunya sudah memperhitungkan setiap detailnya. Siapapun yang melihat peristiwa itu tidak akan ragu-ragu mengarahkan telunjuknya pada satu orang yang memang berada pada posisi untuk dituduh menjadi pelakunya: Refan- pacar Ifa. Motifnya pun sudah jelas: sakit hati karena Ifa yang namanya sedang berkibar diberitakan menjalin hubungan asmara dengan Tommy- keponakan presiden, yang tengah merintis membangun usaha di bidang entertainment.

Namun penemuan tirai tanpa darah menjadi titik balik terhadap semua teori yang sudah diyakini kebenarannya. Penyidik muda dari Polresta Bandar Lampung menemukan kejanggalan yang membuatnya terjebak dalam situasi sulit. Dengan bantuan wartawan senior, penyidik itu kemudian melacak pemilik tirai tidak berdarah yang ditemukan di lokasi pembunuhan. Mengapa tirai itu tidak terkena darah korban? Padahal jika melihat posisi korban saat ditemukan, seharusnya tirai itu terkena darah. Mungkinkah pelakunya seorang psikopat yang sengaja meninggalkan teka-teki?

Lalu apa kaitannya dengan seorang artis senior dan jenderal dari istana? Mengapa keponakan presiden begitu gugup setelah ditemukan fakta tak terbantahkan yang menunjukkan dirinya berada di lokasi kejadian saat pembunuhan itu terjadi?

Situasi pun berbalik. Kini keponakan presiden menjadi pihak tertuduh. Diduga Ifa dibunuh agar album lagunya yang sebelumnya sudah direkam oleh perusahaan rekaman milik ponakan presiden, meledak di pasaran.

“Agar album Ifa laku di pasar dan usahanya sebagai produser musik berhasil, Tommy tega membunuh Ifa yang sudah dipacarinya. Ifa dijadikan korban untuk pencitraan,” seru Berahim- ayah Refan, yang juga ketua DPD partai politik besar di tanah air.

Desakan untuk membebaskan Refan menjadi isu sensitif. Terlebih ketika seorang jenderal menentang pembebasan Refan. Akhirnya terkuaklah sebuah konspirasi jahat tingkat nasional yang melibatkan sejumlah nama top. Mirisnya, mereka terjebak oleh kebodohannya sendiri akibat nafsu kekuasaan.

 

Selamat mengikuti

 

Salam @yb

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun