Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antitesis Teori Pembunuhan Berencana yang Nyaris Sempurna

30 Januari 2016   13:38 Diperbarui: 24 April 2016   22:11 1405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Namun penemuan tirai tanpa darah menjadi titik balik terhadap semua teori yang sudah diyakini kebenarannya. Penyidik muda dari Polresta Bandar Lampung menemukan kejanggalan yang membuatnya terjebak dalam situasi sulit. Dengan bantuan wartawan senior, penyidik itu kemudian melacak pemilik tirai tidak berdarah yang ditemukan di lokasi pembunuhan. Mengapa tirai itu tidak terkena darah korban? Padahal jika melihat posisi korban saat ditemukan, seharusnya tirai itu terkena darah. Mungkinkah pelakunya seorang psikopat yang sengaja meninggalkan teka-teki?

Lalu apa kaitannya dengan seorang artis senior dan jenderal dari istana? Mengapa keponakan presiden begitu gugup setelah ditemukan fakta tak terbantahkan yang menunjukkan dirinya berada di lokasi kejadian saat pembunuhan itu terjadi?

Situasi pun berbalik. Kini keponakan presiden menjadi pihak tertuduh. Diduga Ifa dibunuh agar album lagunya yang sebelumnya sudah direkam oleh perusahaan rekaman milik ponakan presiden, meledak di pasaran.

“Agar album Ifa laku di pasar dan usahanya sebagai produser musik berhasil, Tommy tega membunuh Ifa yang sudah dipacarinya. Ifa dijadikan korban untuk pencitraan,” seru Berahim- ayah Refan, yang juga ketua DPD partai politik besar di tanah air.

Desakan untuk membebaskan Refan menjadi isu sensitif. Terlebih ketika seorang jenderal menentang pembebasan Refan. Akhirnya terkuaklah sebuah konspirasi jahat tingkat nasional yang melibatkan sejumlah nama top. Mirisnya, mereka terjebak oleh kebodohannya sendiri akibat nafsu kekuasaan.

 

Selamat mengikuti

 

Salam @yb

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun