Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Ted Lasso", Drama Sepak Bola yang Segar, Energik, dan Jenaka

3 Juli 2021   06:39 Diperbarui: 3 Juli 2021   17:42 1147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah euforia pesta sepak bola Eropa yang saat ini terjadi di seluruh dunia termasuk Indonesia, tentu saja hal-hal berbau sepak bola akan banyak dicari dan digandrungi kembali.

Belanja jersey tim kesayangan, memainkan video Youtube gol-gol legendaris terbaik, hingga mungkin menyaksikan beragam acara televisi yang berhubungan dengan sepak bola guna menambah referensi, menjadi beberapa contoh kegiatan yang biasa masyarakat dunia lakukan ketika mengalami demam sepak bola musiman.

Begitu juga dengan penulis yang jadi semangat untuk menyaksikan beragam film atau serial bergenre sport drama karena terbawa suasana dan euforia turnamen sepak bola akbar tersebut.

Maka pilihan penulis pun jatuh kepada serial 10 episode yang di tanggal 23 Juli nanti akan muncul musim keduanya, di mana ditayangkan secara eksklusif di platform streaming Apple Tv+ berjudul Ted Lasso.

Sumber: apple.com via imdb.com
Sumber: apple.com via imdb.com
Secara premis sejatinya nampak tak ada bedanya antara Ted Lasso dengan film lain bergenre serupa. Tentang bagaimana seorang pelatih dari antah berantah datang untuk melatih tim yang bobrok dan terpecah belah.

Namun layaknya sepiring nasi goreng yang nampak luarnya terlihat sama baik yang dimasak di restoran berbintang maupun di kaki lima dan baru terasa bedanya tergantung dari siapa yang memasaknya, Ted Lasso pun demikian. 

Resep cerita drama olahraga yang sebelumnya sudah kita kenal tetap dipakai pada serial ini. Namun para penulis dan sutradara serial ini dengan kreatifnya memasukkan berbagai bumbu tambahan yang membuat serial ini unik, lebih segar, dan tentu saja sedap terasa.

Sumber: apple.com
Sumber: apple.com
Ted Lasso yang diperankan dengan sangat baik oleh Jason Sudeikis, yang berkat perannya di serial ini membuatnya berhasil menyabet kategori Best Actor di ajang Golden Globes 2021, adalah seorang pelatih tim American Football divisi 2 yang berkat kesuksesannya dipanggil ke Inggris untuk melatih klub sepak bola Premier League yang berada di papan bawah, AFC Richmond.

Lasso yang didatangkan atas permintaan langsung sang pemilik klub, Rebecca Welton (Hannah Waddingham) pun diharapkan mampu mengubah situasi di internal klub dan mengubah posisi klasemen walaupun fakta berbicara bahwa Lasso belum punya pengalaman sama sekali melatih tim sepak bola. Lasso pun mau tak mau harus beradaptasi dengan cepat walaupun harus mengalami culture shock yang tidak mengenakkan.

Ted Lasso tetaplah menjadi seorang Ted Lasso yang humble, tidak mudah menyerah, dan selalu mengalirkan energi positif. Ia tidak menyadari bahwa kedatangannya ke Richmond berkaitan dengan misi balas dendam sang pemilik. Yang ia tahu hanyalah bahwa ia memiliki tantangan besar yang harus dihadapinya, baik pada klub barunya maupun pada kehidupan personal yang dijalaninya.

Ted Lasso yang sifatnya cenderung periang dan di beberapa hal terkesan polos, pada akhirnya justru menjadi semacam tameng yang menjaga dirinya sendiri. Bertubi-tubi serangan yang menghampirinya baik dari media, pemilik, bahkan pemainnya sendiri, semuanya bisa diatasinya dengan baik.

Sumber: Collider.com
Sumber: Collider.com
Yang penulis sukai dari serial ini adalah bagaimana serial ini mampu menangkap berbagai fenomena nyata yang kerap terjadi di industri sepak bola modern, khususnya Inggris. 

Seperti diketahui, peran media dalam menyebarkan gosip dan berita pedas yang seringnya menyerang pribadi pelatih maupun atlet cukup digambarkan secara gamblang pada serial ini. Tak terkecuali dengan bagaimana skeptisme yang cenderung toxic juga sering menjadi "senjata" para awak media kepada pelatih yang berasal dari luar Inggris itu sendiri.

AFC Richmond memang sebuah klub rekaan yang tidak ada di liga profesional Inggris saat ini. Namun AFC Richmond nampak terinspirasi dari klub liga Inggris yang seringnya bertengger di papan tengah hingga papan bawah. 

Layaknya klub-klub papan bawah Liga Inggris yang seringnya menunjukkan performa angin-anginan di atas lapangan serta miss management yang berujung pada inkonsistensi prestasi, AFC Richmond pun digambarkan demikian.

Sumber: Snowsnob.com
Sumber: Snowsnob.com
AFC Richmond sangat dicintai oleh para fans lokalnya. Loyalitas mereka begitu luar biasa termasuk begitu mencintai para pemainnya. Mulai dari sang legenda yang mulai menua, Roy Kent (Brett Goldstain) hingga pemain berstatus bintang yang dipinjam dari klub besar Manchester City, Jamie Tartt (Phil Dunster).

Namun sayangnya, kecintaan fans tak dibayar dengan manis oleh sang pemilik klub. Ego dan kepentingan politik pemilik klub lah yang membuat AFC Richmond tak berprestasi walaupun selalu dapat dukungan loyal dari para fansnya. Sebuah gambaran nyata akan kondisi management klub sepak bola saat ini bukan?

Sumber: npr.com
Sumber: npr.com
Ted Lasso juga mengambil banyak referensi dunia sepak bola sebenarnya yang kemudian disuntikkan ke dalam klub imajiner bernama AFC Richmond. 

Mulai dari desain jerseynya yang mengingatkan kita akan klub Crystal Palace, kondisi training centre yang tak terkesan mewah khas klub papan bawah, hingga karakteristik salah satu pemainnya yaitu Roy Kent yang terinspirasi dari Roy Keane-nya Manchester United, yang walaupun kharismatik namun memiliki masalah dalam mengatur emosinya.

Layaknya film/serial bergenre drama olahraga lainnya, tentu saja Ted Lasso masih membawa tema umum yaitu perjuangan, pengorbanan, dan persahabatan. Namun Ted Lasso tidak pernah memberikan hasil layaknya kisah fairy tale yang penuh keajaiban. Kisah Ted Lasso begitu membumi, dengan progress yang dicapai Ted Lasso pun terasa masuk akal dan tak berlebihan.

Seperti Ted Lasso yang tak pernah menjanjikan timnya juara namun berjanji akan melakukan perubahan, kita pun sebagai penonton lantas diberikan bukti akan perubahan yang dimaksudkan Lasso. 

Dari sebuah tim yang kehilangan sosok pemimpin, terganggu oleh ulah pemain bintangnya yang arogan dan tak disiplin, hingga tak adanya kesatuan hati ketika bermain, AFC Richmond yang dilatih Lasso berhasil bertransformasi menjadi klub yang lebih baik dan disiplin. Dan perubahan nyatanya memang tidak selalu memberikan hasil yang instan.

Sumber: EW.com
Sumber: EW.com
Pendekatan persuasif yang dilakukan Ted kepada para pemainnya juga cukup menarik untuk disimak karena memiliki perlakuan yang berbeda-beda, menyesuaikan tiap masalah yang dialami pemainnya. 

Chemistry Ted pun sangat baik bahkan kepada orang yang selama ini tak pernah diperhatikan klub dan pemain yaitu Nathan Shelley(Nick Mohammed), seorang Kit Man yang ternyata memiliki talenta tersembunyi dalam membaca strategi dan kondisi starting eleven ideal untuk klub. 

Dan chemistry Ted Lasso dengan Nathan di serial ini juga cukup mencuri perhatian, karena tak kalah lucu dibandingkan chemistry Ted Lasso dengan Coach Beard (Brendan Hunt).

Sumber: Rollingstone.com
Sumber: Rollingstone.com
Di tengah drama sepak bola yang lucu, energik, dan seru itu, Ted Lasso juga masih memberikan ruang untuk kisah cinta yang sayangnya cukup sedih di dalam keluarga Ted Lasso itu sendiri. Hal tersebut tentu membuat serial ini memiliki hati dan ruang untuk cerita yang lebih emosional di samping drama olah raga itu sendiri.

Sumber: Glamour.com
Sumber: Glamour.com
Bagi penulis, Ted Lasso adalah serial yang mampu menyebarkan energi positif dan kegembiraan pada tiap episodenya, termasuk episode terakhir yang sejatinya cukup emosional bahkan cenderung menyedihkan. Bahkan pada momen kesedihan yang diakibatkan dari permasalahan keluarganya pun Ted Lasso masih mampu memberikan pelajaran hidup yang insightful.

Serial dengan komedi satire yang terkadang juga melemparkan dark jokes ini memang sangat jenaka. Setiap jokesnya terasa sangat segar dan tak usang. Bahkan penampilan Jason Sudeikis sebagai seorang coach yang memiliki pengetahuan sepak bola pas-pasan namun selalu riang, mampu mengalirkan aura positif nan energik yang terasa hingga ke kursi ruang televisi kita di rumah.

Ted Lasso yang merupakan konten original Apple Tv+ ini penulis berikan skor 9/10. Menjadi tontonan yang cocok dijadikan suplemen di tengah euforia gelaran Euro 2020 dan Copa America 2021 ini.

Selamat berakhir pekan. Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun