Mengadaptasi video games ke dalam format film sejatinya memang cukup "tricky". Ada yang memuaskan namun tak sedikit juga yang berakhir mengecewakan.
Pasalnya video games terkadang memiliki hubungan yang begitu erat kepada para pemainnya. Mengikuti perjalanan dan cerita sang tokoh utama membuat para pemain video games memiliki standar sendiri mengenai bagaimana sosok si tokoh utama dalam dunia imajinasi tersebut yang sayangnya belum bisa diinterpretasikan dengan baik dalam format live action movie selama ini.
Sebut saja film Hitman atau Agent 47 serta Max Payne yang gagal total dalam memenuhi ekspektasi pemain gamenya.Â
Tomb Raider bisa dibilang jauh lebih baik ketika di-reboot mengikuti versi terbaru video gamenya dengan menggandeng aktris muda berbakat, Alicia Vikander.Â
Sementara dari genre fighting, film adaptasi video games sejauh ini juga tak pernah bisa memuaskan. Sebut saja Street Fighter-nya Van Damme, Tekken, The King of Fighter, hingga D.O.A atau Dead or Alive yang hanya nampak mengeksploitasi sisi seksi para fighter wanita saja.Â
Mortal Kombat di tahun 1995 pun sejatinya cukup otentik walaupun hasil akhirnya kurang memuaskan. Apalagi sekuelnya di tahun 1997 dengan sub judul Annihilation bisa dibilang buruk seburuk-buruknya.
Menjanjikan action yang otentik dengan video games-nya serta cerita yang diharapkan lebih kuat daripada versi 1995-nya, Mortal Kombat pun dimaksudkan sebagai fan service bagi para pemain gamenya. Namun juga aman dikonsumsi bagi para penonton awam yang belum pernah memainkan gamenya sebelumnya.
Jika versi 1995-nya menyajikan dominasi cerita dari sudut pandang Liu Kang yang diperankan Robin Shou, maka di versi 2021 ini ceritanya lebih berpusat kepada perseteruan lintas generasi antara Hanzo Hasashi alias Scorpion (Hiroyuki Sanada) dengan Bi-Han alias Sub Zero (Joe Taslim).
Dengan perseteruan Scorpion-Sub Zero menjadi bridging atas konflik yang kemudian terjadi dan saling terkait tersebut.
Secara cerita film ini memang mengambil jalur "aman". Di mana kisah tentang orang-orang yang terpilih, pemuda titisan yang belum mengenal potensinya, hingga bumbu pengkhianatan nampak menjadi hal yang biasa pada pengembangan cerita film dewasa ini.Â
Namun tentu saja hal ini tidak memutus benang merah video game-nya itu sendiri. Masih reasonable dan tak keluar jalur. Â
Inilah yang lantas membuat Mortal Kombat sebagai film yang memang didedikasikan untuk para fans. Tapi untuk para penonton baru pun, origin story-nya masih cukup nyaman untuk diikuti dan membuat rasa penasaran muncul untuk berbagai hal yang belum dijelaskan di film ini, termasuk teaser yang kemungkinan akan diangkat di sekuelnya kelak.
Cole Young sejatinya diproyeksikan sebagai sosok yang memberikan ruang untuk porsi drama keluarga dalam film ini.Â
Sayang, pembangunan karakter Cole dan keluarganya kurang terasa kuat sehingga terkesan sebagai pelengkap saja. Justru kalah dari backstory Hanzo Hasashi yang walaupun singkat namun cukup mengena di hati.
Sementara Joe Taslim sebagai Bi-Han, jelas tak perlu diragukan lagi. Sama seperti halnya Hiroyuki Sanada yang begitu apik berperan sebagai Scorpion, Joe Taslim sebagai Sub-Zero adalah sebuah hal yang luar biasa. Kemunculannya selalu menjadi scene stealer yang memukau.
Dan kabar baiknya adalah sang jebolan The Raid ini mampu memenuhi bahkan melampaui ekspektasi para fans.Â
Joe sebagai Sub-Zero sangat otentik. Dia cool, sadis, beringas, dan tak pernah takut akan apapun.
Oh iya, kehadiran James Wan yang walaupun hanya duduk di kursi produser sepertinya sedikit mempengaruhi beberapa bagian film ini.Â
James Wan yang kita tahu spesialis di ranah horor, seakan memasukkan ciri khasnya di film ini melalui karakter Sub-Zero itu sendiri. Karena kehadiran Sub Zero di sini selalu mencekam dan menegangkan, seperti halnya yang ia lakukan pada film non horror lain yaitu Aquaman melalui karakter The Trench.
Walaupun beberapa karakter muncul hanya sebagai pelengkap arena pertarungan karena screen time yang sedikit dan backstory yang tidak ada, nyatanya hal tersebut tak mengurangi kenikmatan menyaksikan pertarungannya layaknya kita bermain video game-nya.
Satu-satunya hal yang mengurangi kenikmatan menyaksikan film ini adalah beberapa sensor yang sangat mengganggu.Â
Tidak seperti Hellboy memang, hanya saja sensor ini terkadang muncul di adegan-adegan klimaks yang sejatinya sudah dibangun dengan sangat apik. Lantas ketika puncaknya dimentahkan oleh sensor yang "aduhai", maka respon kita sebagai penonton pun akan sedikit kecewa.
Dan bagi penulis, Mortal Kombat menjadi bukti bahwa film adaptasi video game bisa memiliki kualitas baik asalkan si sutradara tetap setia akan core yang dimiliki game itu sendiri.Â
Serta mempertahankan elemen utama yang paling dicintai para fans tanpa harus "mengotorinya" dengan berbagai gimmick tak penting.Â
Scorpion dan Sub Zero di film ini menjadi bukti bahwa perlakuan yang baik kepada sang maskot utama akan membuat film berjalan dengan baik.
Asalkan bisa digarap dengan baik, bukan tidak mungkin bahwa waralaba ini akan bertahan lama dan mendatangkan fans lebih banyak lagi.
So, penulis yang juga pemain game ini memang sangat subyektif dalam menilai film ini. Kepuasan penulis membuat film ini saya berikan nilai 9/10
Ini adalah Mortal Kombat yang kita butuhkan. Ini adalah Mortal Kombat yang kita kenal. Ini adalah Mortal Kombat yang sangat menghibur.
"Your Soul Is Mine. Finish HIM!!"
Salam Kompasiana.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H