Kisah Cinta Seorang Diana Prince yang Begitu Menyentuh
Sosok Wonder Woman dalam film ini memang sudah mengalami banyak perubahan sejak kita menyaksikan film pertamanya yang dirilis 3 tahun lalu. Diana Prince sudah menjadi sosok "hero" yang dibutuhkan masyarakat meskipun kemunculannya di hadapan publik masih terkesan malu-malu.
Namun Diana Prince masih menjadi seorang wanita yang sama, yang sulit untuk move on dari kisah cinta masa lalunya, Steve Trevor. Sosoknya terus membayangi langkah kakinya kemanapun ia pergi.
Hal inilah yang kemudian mampu dieskploitasi secara maksimal oleh Patty Jenkins. Bagaimana ia mempertemukan kembali Diana dengan Trevor untuk kemudian memisahkannya kembali digarap dengan begitu apik. Menghasilkan kisah percintaan yang manis sekaligus menyakitkan, namun terasa amat kuat untuk dikenang oleh para penontonnya.
Saya rasa kisah cinta dalam film ini menjadi salah satu kisah cinta terbaik dalam lingkup film superhero yang mana bisa disandingkan dengan kisah Peter Parker dan Gwen Stacy di dwilogi The Amazing Spider-Man, serta Steve Rogers dan Peggy Carter dalam franchise Captain America.
Ketika Kejujuran Mampu Merobohkan Keserakahan dan Iri Hati
Salah satu kekuatan sekaligus kelemahan film ini adalah terkait pesan yang dibawanya untuk dunia. Berbeda dari film pertamanya yang lebih fokus pada isu woman empowerement, film keduanya justru terasa lebih universal.Â
Karena WW84 membawa isu sosial mengenai keserakahan yang sejatinya menjadi awal dari segala pertikaian yang terjadi di seluruh dunia hingga hari ini. Sembari tetap menyentil terkait isu misogini yang hingga kini masih melekat di masyarakat.Â