Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"WW84" dan Harapan yang Lahir dalam Hiruk Pikuk Keserakahan Dunia

17 Desember 2020   15:09 Diperbarui: 17 Desember 2020   15:12 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Cinta Seorang Diana Prince yang Begitu Menyentuh

Hindustantimes.com
Hindustantimes.com

Sosok Wonder Woman dalam film ini memang sudah mengalami banyak perubahan sejak kita menyaksikan film pertamanya yang dirilis 3 tahun lalu. Diana Prince sudah menjadi sosok "hero" yang dibutuhkan masyarakat meskipun kemunculannya di hadapan publik masih terkesan malu-malu.

Namun Diana Prince masih menjadi seorang wanita yang sama, yang sulit untuk move on dari kisah cinta masa lalunya, Steve Trevor. Sosoknya terus membayangi langkah kakinya kemanapun ia pergi.

Hal inilah yang kemudian mampu dieskploitasi secara maksimal oleh Patty Jenkins. Bagaimana ia mempertemukan kembali Diana dengan Trevor untuk kemudian memisahkannya kembali digarap dengan begitu apik. Menghasilkan kisah percintaan yang manis sekaligus menyakitkan, namun terasa amat kuat untuk dikenang oleh para penontonnya.

Saya rasa kisah cinta dalam film ini menjadi salah satu kisah cinta terbaik dalam lingkup film superhero yang mana bisa disandingkan dengan kisah Peter Parker dan Gwen Stacy di dwilogi The Amazing Spider-Man, serta Steve Rogers dan Peggy Carter dalam franchise Captain America.

Syfy.com
Syfy.com
Kisah cinta mereka tidak menggambarkan "kebucinan". Namun justru lebih menunjukkan kesetiaan, ketulusan, serta betapa mereka saling membutuhkan sebagai support system atas kehidupan mereka. Dan kehilangan yang mereka rasakan seketika mampu menghasilkan empati dari kita. 

Ketika Kejujuran Mampu Merobohkan Keserakahan dan Iri Hati

Insider.com
Insider.com

Salah satu kekuatan sekaligus kelemahan film ini adalah terkait pesan yang dibawanya untuk dunia. Berbeda dari film pertamanya yang lebih fokus pada isu woman empowerement, film keduanya justru terasa lebih universal. 

Karena WW84 membawa isu sosial mengenai keserakahan yang sejatinya menjadi awal dari segala pertikaian yang terjadi di seluruh dunia hingga hari ini. Sembari tetap menyentil terkait isu misogini yang hingga kini masih melekat di masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun