Rasa rindu penulis dan mungkin para pecinta bioskop lainnya memang cukup terobati berkat pembukaan kembali bioskop di akhir bulan ini. Gelegar sound system, tajamnya gambar film, serta nyamannya kursi di dalam studio tentu saja berhasil membawa sedikit kebahagiaan setelah berbulan-bulan harus puas dengan sound system televisi di rumah yang seadanya.
Namun sepinya lobi dan studio bioskop juga membawa rasa sedih.
Bioskop yang beberapa tahun ini mengalami perkembangan luar biasa, penuh di mana-mana, dan menjadi pop culture baru di tengah masyarakat Indonesia, kini harus menemui kondisi yang sama dengan bioskop lainnya di seluruh dunia. Sepi, tanpa film baru, dan tanpa hiruk pikuk pecinta film yang berdiskusi tentang film di sela-sela waktu tunggu.
Otomatis film-film yang muncul hanya film Indonesia yang saat itu masih didominasi film-film horor vulgar dan beberapa film asing seperti Thailand, India, dan Eropa.Â
Sepinya film Hollywood tentu saja sejalan dengan sepinya minat penonton Indonesia ke bioskop. Bahkan saat itu jamak terlihat penonton yang rela pergi ke Singapura ataupun Malaysia untuk menyaksikan film Hollywood blockbuster terbaru, termasuk film penutup saga Harry Potter kala itu.
Memang penyebab sepinya bioskop saat itu berbeda dengan kondisi saat ini. Jika sebelumnya karena perkara perjanjian bisnis, maka kali ini dikarenakan pandemi yang sifatnya global.
Namun situasi sepi saat ini jauh lebih membawa kesedihan. Sedih karena industri film dan bioskop nasional yang sedang naik harus terhantam badai yang sangat-amat besar. Sedih karena bioskop tak "sehidup" 8 bulan lalu. Sedih karena dibalik pembukaan kembali bioskop saat ini, masih ada ketidakpastian masa depan yang sejatinya menaungi para pekerja industri tersebut di segala levelnya.
5. Sewa Studio Jadi Tren Baru