Kurindu
Lebih baik katakan apa adanya bila memang rindu
Kurindu
Karena waktu takkan mampu berpihak
Pada perasaan yang meragu
*Glenn Fredly-Sabda Rindu(2012)
Ah, rasanya masih merinding jika mendengar lagu-lagu almarhum Glenn Fredly. Beliau memang sudah tenang berpulang ke rumah Tuhan, namun karyanya masih sangat terasa dekat bahkan akan tetap abadi.
Namun berbicara mengenai Glenn Fredly, Â sejatinya tak bisa jika hanya mengaitkannya dengan status musisi saja. Lebih dari itu, Glenn Fredly adalah seorang seniman tulen yang karya-karyanya bisa dinikmati dalam medium lainnya termasuk film.
Tentu saja tidak afdol jika mengenang karya-karya beliau tanpa menyebut kontribusinya pada industri perfilman nasional. Sebuah bagian dari industri hiburan yang ia percaya bisa bersinergi baik dengan musik, hingga mampu menciptakan sebuah karya yang tak hanya untuk dinikmati belaka namun juga mampu menghadirkan pesan yang berdampak bagi kehidupan sosial.
Lantas, bagaimana sejatinya perjalanan karir Glenn Fredly di industri film nasional? Masih ingatkah para pembaca mengenai hal apa saja yang sudah digelutinya di industri ini?
Memulai dan Mengakhiri Karir dengan Soundtrack
Sebelumnya mohon koreksi jika saya salah. Namun yang penulis ingat, keterlibatan seorang Glenn Fredly dalam sebuah film layar lebar dimulai pada tahun 2005, tepatnya melalui film Cinta Silver.
Diisi oleh aktor dan aktris yang sedang naik daun pada saat itu yaitu Restu Sinaga, Christian Sugiono, dan Luna Maya, film ini kemudian bisa dibilang cukup populer meskipun tidak begitu booming.Â
Faktor lain yang membuat film ini dikenal tentu saja karena ada faktor keterlibatan seorang Glenn Fredly didalamnya lewat soundtrack film garapannya.
Masih menganut tren pada tahun itu yaitu satu film satu album soundtrack berisi satu musisi layaknya Melly Goeslaw di AADC dan Eiffel I'm In Love serta Sheila on 7 pada 30 Hari Mencari Cinta, Cinta Silver pun demikian.Â
Total 12 lagu pada album soundtracknya diisi oleh Glenn Fredly dengan kombinasi lagu dari album-album Glenn sebelumnya dan beberapa lagu baru seperti Kisah Romantis, My Everything, Sisa Hati, dan aransemen ulang dalam versi akustik untuk Akhir Cerita Cinta yang menyayat hati.
Bahkan Kisah Romantis dan My Everything kemudian bisa mengungguli filmnya itu sendiri, dimana kemudian berkembang menjadi salah satu lagu romantis yang tak habis dimakan zaman.Â
Buktinya cukup mudah, coba saja pergi ke acara pernikahan, pasti akan dengan mudahnya kita dengarkan selipan dua lagu ini dari listing lagu yang disiapkan oleh homeband.
Tak hanya Cinta Silver, keterlibatan Glenn Fredly dalam soundtrack film pun kemudian berlanjut ke film lainnya.
Seperti lagu Undercover, duetnya dengan DJ Tiara Eve untuk soundtrack film Jakarta Undercover serta menyanyikan ulang lagu Malaikat Juga Tahu milik Dee Lestari untuk film Rectoverso.Â
Kemudian juga membawakan lagu Tinggikan untuk film Cahaya Dari Timur, Filosofi dan Logika bersama Monita Tahalea untuk film Filosofi Kopi, serta menyumbangkan empat lagunya untuk film Surat Dari Praha yaitu  Sabda Rindu, Nyali Terakhir, Untuk Sebuah Nama, dan Menanti Arah.
Bahkan untuk lagu Sabda Rindu dan Nyali Terakhir terasa cukup spesial karena masing-masing dibawakan ulang oleh Tio Pakusadewo dan Julie Estelle di dalam film, sehingga dua lagu tersebut nampak memiliki nyawa baru yang membuatnya semakin menyatu dengan film tersebut.
Namun cukup menyedihkan ketika mengetahui bahwa Twivortiare ternyata menjadi film terakhir yang mendapatkan sentuhan magis lagu ciptaannya.Â
Ya, Kembali Ke Awal yang menjadi judul lagu tersebut nampak menjadi semacam pesan dari Glenn bahwa akhir keterlibatannya pada sebuah film nyatanya mengembalikan dirinya ke momen-momen awal keterlibatan dirinya pada sebuah film yaitu sebagai pengisi lagu soundtrack.
Menjadi Aktor
Pada film Tanda Tanya Glenn berperan sebagai seorang pemuda Katolik konservatif bernama Doni yang kisah cintanya kepada Rika (Endhita) nampak menemui jalan buntu.Â
Pasalnya Rika justru lebih tertarik kepada Surya (Agus Kuncoro), aktor muda beragama Muslim yang tak pernah mendapatkan porsi peran utama hingga akhirnya mau berperan sebagai Yesus pada drama jalan salib di gereja.
Meskipun debut, pada film ini penampilan Glenn bisa dibilang cukup baik. Glenn sukses mewakili gambaran kaum konservatif agama yang kerap mempertanyakan validasi aksi seseorang dari agama berbeda, dimana sisi kemanusiaan kemudian kerap dikesampingkan demi menunjukkan ego semata.
Sufyan Lestaluhu juga yang nantinya berperan sebagai pemberi motivasi, kala pelatih Sani (Chicco Jericho) ingin pulang kembali ke Ambon karena menyerah dengan kondisi kompetisi di Jakarta.
Sementara pada film Pretty Boys(2019) kehadiran Glenn Fredly memang hanya sebagai cameo. Namun peran lucunya sebagai pengamen bersuara cempreng tentu saja cukup memorable karena modifikasi suaranya cukup membuat pangling para penonton.
Berkontribusi sebagai Produser
Dan film-film yang diproduserinya pun memiliki tema cerita yang berbeda-beda namun tetap dengan penyampaian pesan yang kuat dan penuh makna.
Pada Cahaya Dari Timur, Glenn Fredly juga berperan sebagai produser bersama Angga Dwimas Sasongko. Film bertema sepak bola yang mengambil latar kisah nyata konflik Ambon tersebut pun banyak menuai pujian. Memiliki pesan toleransi yang kuat, film ini pada akhirnya juga memenangi piala FFI 2015 silam.
Berbeda dengan Cahaya Dari Timur, keterlibatannya sebagai produser pada film Filosofi Kopi kemudian lebih menunjukkan kecintaannya pada musik. Bagaimana musik dan film bisa bersinergi lebih jauh itulah yang menjadi cita-cita seorang Glenn Fredly seperti yang diungkapkannya pada salah satu wawancara dengan media.
Itulah sebabnya, Filosofi Kopi menjadi film yang tak hanya berhasil menyajikan sebuah cerita yang hangat namun juga menggugah berkat deretan kompilasi soundtrack dari para musisi indie yang melengkapi film tersebut.
Sedangkan dalam Surat Dari Praha, Glenn Fredly yang juga berperan sebagai salah satu produser juga turut menyampaikan impian dan cita-citanya tentang perpolitikan Indonesia. Pesan politik yang dikemas ke dalam film bertema cinta yang puitis dan romantis tentu saja.
Penutup
Kira-kira seperti itulah kata-kata yang pernah diucapkan oleh Glenn Fredly di salah satu acara stasiun televisi swasta. Bagaimana keinginannya untuk terus berkarya dalam banyak hal, dengan musik sebagai kendaraan penyampai pesannya benar-benar ditunjukkan dengan aksi dan tindakan nyata.
Glenn Fredly jelas tidak bisa dipisahkan dari perjalanan panjang industri musik nasional. Namun perannya dalam industri perfilman nasional pun tak bisa dianggap remeh, meskipun mungkin kontribusinya belum sebesar apa yang dilakukannya pada industri musik.
Melalui film nasional juga kita bisa mengenal sosok Glenn Fredly yang nasionalis dan humanis. Bahkan melalui film juga, kita bisa melihat mimpi-mimpi besar seorang Glenn Fredly, yang beberapa di antaranya mungkin belum sempat ia tuangkan dan realisasikan.
Namun yang pasti, Glenn Fredly semakin mewarnai industri film nasional melalui karya-karyanya. Film Indonesia semakin beragam dan kaya dengan kontribusinya.
Rest in Peace, legend. Terima kasih atas kontribusimu pada perfilman nasional.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H