Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Miss Americana", tentang Karier, Musik, dan Cerita Kehidupan Taylor Swift yang Menggugah

19 Februari 2020   12:35 Diperbarui: 19 Februari 2020   16:01 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia memang seorang musisi yang berbakat, sukses, dan cantik. Sebuah paket lengkap seorang public figure yang membuat banyak orang tak sulit untuk sekadar memandangnya bahkan mendeklarasikan diri sebagai fans beratnya.

Namun dia juga kerap dihujat oleh karena kehidupan pribadinya. Dianggap sebagai "player" yang dengan mudahnya berganti-ganti teman lelaki, sekaligus menjadi diva yang nampak tak pernah sempurna secara penampilannya di mata banyak orang.

Ya, dia adalah Taylor Alison Swift atau lebih dikenal dengan nama Taylor Swift, seorang musisi yang lahir di Pennsylvania, Amerika Serikat 30 tahun yang lalu.

Mendulang sukses sejak usia 14 tahun dengan menjadi artis termuda yang direkrut Sony/ATV Music Publishing dan di usia 15 tahun mendapatkan kontrak rekaman pertamanya, Taylor Swift langsung menjadi America's Sweetheart berkat bakat dan pesonanya di atas panggung. 

Di usianya yang ke-16 tahun, lagu yang ditulisnya sendiri bahkan memuncaki tangga lagu billboard US dan menjadikannya artis termuda yang memuncaki tangga lagu Billboard Hot Country Song.

Sumber: indiewire.com
Sumber: indiewire.com
Karirnya semakin gemilang saat 2 tahun kemudian atau di tahun 2008 dirinya merilis album keduanya yang bertajuk Fearless. Menjadi best selling album di Amerika Serikat dan diberikan sertifikat diamond berkat jumlah penjualannya, Swift pun kemudian bergelimang prestasi di tahun 2009 dengan puncaknya mendapatkan 4 Grammy Awards dan menjadi musisi termuda saat itu yang mendapatkan penghargaan Album of The Year.

Setelahnya, kita tahu bahwa Taylor  Swift lantas berkembang menjadi musisi kelas atas yang karya-karyanya selalu dinanti banyak orang di seluruh dunia. 

Tapi, cukup sampai di sini pembahasan karir dan prestasi yang didapatkan oleh Taylor Swift, karena Miss Americana tidak hanya sekadar membahas prestasi Taylor Swift, melainkan juga kehidupan pribadinya.

"Obviously, i'm not a perfect person"- Taylor Swift

Setelah membaca beberapa paragraf pembuka tulisan ini, mungkin sebagian dari pembaca mengamini bahwa Taylor nampak seperti pribadi yang sempurna. Dia berprestasi sejak usia muda, bergelimang piala dan pengakuan atas kesuksesannya, kaya raya, bahkan selalu mendapatkan pria yang menjadi idaman banyak wanita.

Namun kutipan kalimat di atas yang diucapkan oleh Taylor Swift pada dokumenter Miss Americana tersebut seakan langsung menarik kita dari imajinasi akan sosok selebriti yang sempurna, kepada kenyataan bahwa Taylor Swift tidaklah sesempurna itu. Ia tetaplah manusia normal yang juga memiliki berbagai problem hidup yang kadang terlalu berat untuk dihadapi.

Sumber: nytimes.com
Sumber: nytimes.com
Di sinilah Miss Americana kemudian mengeskplorasi sisi lain kehidupan Taylor Swift yang mungkin masih jarang diketahui. Sehingga entah anda adalah 'Swifties' atau bukan, dokumenter ini tetap dapat menyampaikan pesannya dengan baik dan menceritakannya dengan cara yang berimbang.

Menjadi official selection pada gelaran Sundance Film Festival 2019 yang lalu, film dokumenter yang disutradarai oleh Lana Wilson(The Departure) kemudian dilengkapi oleh penata musik Alex Sommers(The Circle, How To Train Your Dragon 2) serta Sinematografer Emily Topper yang memang sudah menjadi langganan sinematografer pada film atau serial dokumenter.

Dari sisi teknis nampak tidak ada masalah berarti. Karena baik musik latar yang digunakan untuk memberikan mood pada narasi yang diucapkan oleh Taylor Swift, hingga kemudian berpadu dengan musik ciptaan Taylor Swift yang semakin menegaskan suasana dan timeline pada sebuah cerita, menjelma menjadi kombinasi musik yang membuat penonton ikut larut dalam cerita sembari menikmati alunan nadanya.

Pun begitu dengan cara bertutur yang disampaikan Lana Wilson, dimana kerjasamanya dengan sinematografer Emily Topper mampu membuat perpaduan footage lama dan baru begitu artistik, serta membuat kita percaya bahwa Taylor adalah seorang manusia biasa. 

Di mana perkembangannya hingga menjadi seperti sekarang ini adalah buah dari kerja keras dan konsistensinya terhadap suatu hal yang benar-benar dicintainya.

Bagaimana dinamika penceritaan Taylor yang dimulai dari gambaran dirinya di awal-awal karir hingga mencapai puncak kejayaan, lalu mendapatkan perundungan di dunia kerjanya, hingga kemudian mencoba bangkit kembali, tentu menjadi sebuah gaya bercerita yang menarik untuk diikuti. Positioning tiap sebab-akibat hingga punchline penutup sebuah konflik terasa pas, hingga membuat kita ikut bersimpati dan berempati pada tiap fase penceritaan Taylor.

Jika dari sisi teknis nampak tidak ada yang bermasalah, lantas bagaimana dengan isi yang ingin disampaikan oleh dokumenter ini? Apakah worth untuk disaksikan?

Jawabannya tentu saja, "iya, sangat worth". Karena setidaknya ada 4 pesan yang ingin disampaikan oleh Taylor Swift lewat dokumenter Miss Americana ini. 

Yaitu tentang kerja kerasnya yang menjadi inspirasi banyak orang, usahanya dalam menerima dirinya sendiri, juga tentang toxic masculinity, dan tentu saja mengenai pesan untuk berani mengambil posisi dan bersuara dengan lantang untuk suatu hal yang kita yakini benar.

"Everybody in music has their own niche specialty thing that they do that sets them apart from everybody else, and my storytelling is what it is for me"

Kita tahu bahwa sepanjang 15 tahun karirnya, Taylor Swift selalu menulis sendiri lagu-lagunya. Ia tahu bahwa setiap musisi membawa sesuatu yang spesial dalam dirinya dan ia harap bahwa lagu yang ditulisnya sendiri menjadi sebuah cerita personal yang bisa dibagikan kepada pendengarnya.

Sumber: reddit.com
Sumber: reddit.com
Sebuah cerita yang relevan dan relate dengan pendengarnya, tentu bisa menginspirasi banyak orang. Dan hal tersebut dibuktikan Taylor melalui karya-karyanya yang membaik dari tahun ke tahun dan memunculkan fans loyal yang jumlahnya sangat banyak di seluruh dunia.

Kerja kerasnya yang bahkan juga ditampilkan lewat footage pada saat dirinya di studio juga semakin kuat dalam menyampaikan pesan bahwa apa yang dilakukan Taylor selama ini adalah murni kerja kerasnya dan bukan sekadar 'privilege' atas kecantikannya yang membuat kagum banyak orang.

"There's always some standard of beauty that you're not meeting. Because if you're thin enough, then you don't have that ass that everybody wants, but if you have enough weight on you to have an ass, then your stomach isn't flat enough. It's all just f***ing impossible."

Layaknya kita yang terkadang tidak tahan dengan celotehan orang di sekitar atau hujatan netizen terhadap penampilan kita, Taylor Swift pun demikian. Dirinya yang terobsesi untuk tampil sempurna lantas pernah menempatkannya pada kondisi kehidupan yang tidak sehat dan mengalami "eating disorder".

Sumber: glamour.com
Sumber: glamour.com
Namun kini Taylor paham bahwa tidak mungkin seseorang mendapatkan kesempurnaan itu. Kini Taylor memilih untuk menerima dirinya apa adanya dan tidak lagi menempatkannya pada kondisi yang tidak sehat dan membahayakan itu.

Taylor jelas mengirimkan pesan kuat kepada semua orang untuk mencintai diri sendiri dan tidak memaksakan sesuatu di luar porsinya. Self acceptance jelas diperlukan sebelum menjalani kehidupan pada level selanjutnya.

"When you're living for the approval of strangers, and that is where you derive all of your joy and fulfillment, one bad thing can cause everything to crumble"

Kembali ke momen VMA Awards 2009, tentu beberapa dari kita ingat bahwa Kanye West memperlakukan Taylor Swift dengan kata-kata yang tidak pantas terkait penghargaan yang diterimanya. Sekejap suasana menyenangkan menjadi kikuk dan semua orang meneriakkan "boo" terhadap kejadian tersebut.

Insiden Kanye dan Taylor |sumber: rollingstone.com
Insiden Kanye dan Taylor |sumber: rollingstone.com
Taylor yang dari kecil memimpikan dirinya menjadi orang baik dan orang-orang kemudian memuji prestasi dan keberhasilannya, lantas menjadi depresi pasca kejadian tersebut. "Boo" yang memang ditujukan penonton untuk perlakuan Kanye West, lantas diterima Taylor sebagai ungkapan buruk untuk dirinya.

Perlakuan Kanye kepada Taylor di atas panggung tersebut tentu menjadi contoh toxic masculinity yang tak bisa menerima keberhasilan seorang wanita muda. Dan nyatanya hal tersebut memang masih kerap terjadi di belahan dunia manapun, pada jenis pekerjaan apapun.

"I want to wear pink and tell you how I feel about politics. And I don't think that those things have to cancel each other out"

Hal itu diungkapkannya setelah dirinya secara terbuka memberikan dukungannya kepada calon senator Teneessee tahun 2018 silam, Phil Breseden, dan menentang lawan politiknya yaitu Marsha Blackburn, yang dianggap hanya memiliki embel-embel "calon wanita" namun tidak memiliki visi kesetaraan gender dan feminisme. Apalagi Taylor kemudian juga menyebut bahwa Marsha tak lebih dari seorang Donald Trump yang memakai rok dan wig.

Sumber: hollywoodreporter.com
Sumber: hollywoodreporter.com
Memang, keputusan politik yang diungkapkan secara terang-terangan oleh Taylor terlalu riskan untuk seorang musisi wanita pada puncak kejayaannya. Namun itulah Taylor. Ia ingin melawan segala "double standard" di Amerika Serikat yang membuat public figure wanita seakan tak boleh bersuara dalam politik.

Namun yang pasti, Taylor mengirimkan sinyal kuat bagi setiap orang untuk tidak takut pada sesuatu yang kita anggap benar dan berani untuk mengambil keputusan dalam bersuara walau mungkin akan sedikit menimbulkan riak pada kehidupan kita.

Penutup

Sumber: etonline.com
Sumber: etonline.com

Sebagai film dokumenter berdurasi 85 menit yang ditayangkan di platform Netflix, Miss Americana sangat padat dalam memberikan isi cerita, berimbang, dan cukup obyektif dalam menyampaikan inti pesannya. 

Karena seperti kita ketahui, banyak dokumenter yang berisi cerita public figure tertentu hanya dimaksudkan sebagai "buku putih" atas kehidupannya. Namun beruntung, Miss Americana tidak seperti itu.

Miss Americana mengizinkan kita melihat Taylor Swift dalam berbagai sisi dan sudut pandang. Mengizinkan kita untuk melihat bahwa Taylor adalah seorang manusia biasa layaknya kita.

Sumber: nytimes.com
Sumber: nytimes.com
Taylor tetaplah seorang gadis kecil yang manja kala bertemu dengan ibunya. Suka menyibukkan diri dengan kucing kesayangannya. Memimpikan sebuah hubungan sempurna dengan seorang pria. Bahkan dia juga seorang manusia biasa yang bisa kecewa kala albumnya sama sekali tak masuk dalam nominasi Grammy Awards.

Dan walaupun pernah dilecehkan secara seksual di masa lalunya, namun Taylor tidak tenggelam dalam kesedihan tersebut. Taylor terus bangkit, bekerja keras, dan terus berkarya, bahkan tidak ragu dalam setiap pilihan hidup yang diyakininya.

Miss Americana jelas menjadi sebuah dokumenter yang tak boleh dilewatkan, entah anda seorang Swifties atau bukan.

Sumber: teenvogue.com
Sumber: teenvogue.com
Layaknya Katty Perry dalam Part of Me, Coldplay dalam A Head Full of Dreams(baca di sini), dan Beyonce dalam Homecoming(baca di sini), Miss Americana tak hanya memberikan sajian dokumenter yang artistik, kreatif dalam menggabungkan footage video lama dan baru, namun juga memberikan pesan kuat tentang kehidupan dan bagaimana gambaran seorang selebriti yang sebenarnya.

Miss Americana juga bisa menjadi pelengkap yang mengasyikkan, jika kita sudah lebih dulu menonton video konser Reputation World Tour yang sama-sama ditayangkan di Netflix.

Skor: 8/10

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun