Cinta adalah anugerah bagi setiap orang. Sedangkan jatuh cinta adalah sebuah keajaiban dari Tuhan yang mengizinkan dua insan untuk bertemu, mengenal bahkan mengarungi bahtera kehidupan bersama-sama, meskipun kadang dipertemukan dalam situasi yang tidak terduga.
Siapapun tentu menginginkan sebuah kisah cinta yang sempurna layaknya kisah dongeng putri dan pangeran.Â
Kalaupun tidak sempurna, setidaknya setiap orang bisa mengubah hal buruk yang dimiliki pasangan menjadi suatu hal spesial yang kemudian membuatnya layak untuk dicintai.
Begitupun dengan Nicole(Scarlett Johansson) dan Charlie(Adam Driver), sepasang suami istri yang memberikan monolognya masing-masing yang menjelaskan dengan sangat manis poin-poin negatif dan positif pasangannya dan mengapa hal tersebut menjadi alasan untuk mereka saling mencintai satu sama lain.
Charlie yang pemberani, bertanggung jawab sebagai ayah, rajin namun sedikit cuek dengan gaya berpakaiannya dilengkapi oleh Nicole yang periang, ramah, namun sedikit berantakan dalam mengurus rumah.Â
Ya, sebuah pasangan yang nampak serasi, hangat dan saling melengkapi hingga tampak seperti role model keluarga modern.
Enggan mereka ucapkan di hadapan konsultan pernikahan yang sedang mencoba memperbaiki hubungan pernikahan mereka yang sedang berada di ujung tanduk.
10 tahun pernikahan mereka sebenarnya berjalan cukup baik. Berangkat dari bawah, kini mereka sudah bisa menikmati hidup layak bersama anak semata wayang mereka, Henry(Azhy Robertson).Â
Berkat kesuksesan Charlie membangun teater bekerja sama dengan Nicole sebagai aktrisnya.
Namun Nicole yang keras kepala dan depresi dengan "keterbatasan" ruang geraknya, lantas tak memperoleh titik temu dalam menghadapi Charlie yang juga keras kepala dan ambisius.Â
Perpisahan pun menjadi jalan utama yang harus mereka tempuh. Meskipun hal tersebut selalu memakan korban yang sejatinya tidak bersalah yaitu anak.
Lika-liku pernikahan yang mereka hadapi terangkum apik dalam 2 jam 16 menit durasi film Marriage Story yang dirilis eksklusif di platform Netflix sejak 6 Desember lalu.
Jauh dari itu, film ini justru memberikan gambaran jujur tentang rasa sakit yang paling memungkinkan untuk terjadi dari sebuah pernikahan.
Yang menarik, respon dari para penonton di media sosial mengenai film ini cukup beragam. Ada yang beranggapan bahwa pernikahan begitu menakutkan pasca menyaksikan film ini namun ada juga yang merespon bahwa perceraian adalah sebuah kesia-siaan pada akhirnya.
Bagi penulis pribadi, film ini mengandung 2 pesan yang cukup kuat terkait pernikahan dan perceraian. Yang pertama, film ini ingin menyampaikan bahwa jika ego lebih besar daripada cinta, maka pasangan tidak akan mendapatkan apapun.Â
Kedua, kalaupun dari perceraian tersebut masing-masing mendapatkan sesuatu yang diinginkan, pada akhirnya tetap akan meninggalkan ruang kosong pada hati yang tak akan bisa diganti dengan apapun.
Dua pesan tersebut kemudian dibentuk dengan dinamika konflik yang sangat memikat hasil penyutradaraan Noah Baumbach (The Meyerowitz Stories, While We're Young), yang sekaligus juga menjadi penulis tunggal untuk cerita film ini.
Bahkan di tengah deretan konflik tersebut, Baumbach masih sempat memberikan sentuhan humanis melalui lelucon yang memberikan nuansa hangat pada keluarga tersebut.Â
Sehingga meskipun film ini cukup dominan dalam menggambarkan sisi depresif dalam bahtera rumah tangga, ia masih memberikan kita kesempatan untuk berucap seperti "Tuh kan, kalian masih saling mencintai" atau "Kenapa sih gak coba ngalah salah satunya."
Bahkan tak bisa dipungkiri, beberapa komposisi scoringnya yang menyatu apik dengan sinematografi Robbie Ryan (The Favourite) yang sederhana namun magis, mampu mencabik emosi lebih dalam lagi yang berujung pada air mata yang mengalir tipis dan membasahi mata.Â
Robbie mampu mentranslasikan setiap pesan tersirat tentang ruang dan perpisahan ke dalam visual yang atmospheric dan filosofis.
Mereka berdua mampu menampilkan sosok suami istri yang hangat pada masa indah pernikahannya sekaligus menyebalkan pada masa perpisahannya.
Jika Adam Driver mampu menampilkan sosok suami yang ambisius sekaligus bertanggung jawab pada keputusannya, maka Scarlett Johansson mampu menjadi sosok istri yang depresi sekaligus berbeban berat.Â
Namun keduanya sejatinya masih sama-sama memiliki harapan di tengah ego dan keras kepala yang melingkupi mereka berdua.
Kita diizinkan untuk merasakan konflik bertingkat yang dimulai dengan adu argumen ringan, umpatan ringan hingga berakhir menjadi cacian dan makian yang sangat jahat dan menyakitkan, yang membuat mereka berdua saling menyesali perkataannya kemudian.
Adegan konflik ini mungkin bisa disamakan kualitasnya dengan adegan konflik antara Leonardo DiCaprio dengan Kate Winslet dalam film Revolutionary Road.Â
Di mana film tersebut juga sama-sama menggambarkan problematika pasangan muda yang frustrasi dengan permasalahan dalam diri mereka masing-masing.
Mereka tak hanya mampu berperan sebagai pengacara yang provokatif, namun juga mampu menjadi supporting actor yang berperan sebagai pembawa warna baru di tengah konflik yang terpusat pada Nicole dan Charlie
Tak lupa Azhy Robertson sebagai Henry, anak semata wayang Nicole dan Charlie, juga mampu menjadi magnet film ini.
Tak hanya berhasil menunjukkan sosok anak yang terpukul dan kebingungan terkait perpisahan orangtuanya, namun juga mampu menampilkan kombinasi sifat kedua orangtuanya yang makin membuat kita ikut empati dan larut ke dalam tragedi yang dialaminya.
Marriage Story jelas memberikan kita gambaran paling nyata tentang sebuah pernikahan sekaligus perpisahan yang mungkin terjadi pada sebagian orang.Â
Itulah sebabnya, film ini mungkin akan terasa personal bagi sebagian orang yang pernah mengalami langsung atau mendengar cerita dari "korban" perceraian.
Meskipun memberikan kita gambaran pahitnya sebuah perceraian, namun film ini nyatanya tidak menghakimi keputusan yang dibuat oleh si tokoh utama.
Memang ada sisi buruk yang disampaikan terkait keputusan tersebut, namun ada juga sisi baik yang kemudian dimunculkan. Tergantung bagaimana penonton menyikapi secara dewasa keputusan apa yang menurut pribadi masing-masing paling baik.
Tontonlah bersama pasangan. Biarkan ia ikut larut dalam deretan adegan yang bisa memicu air mata untuk mengalir.Â
Kemudian ketika selesai, genggamlah tangannya, peluk erat tubuhnya, kecup dahinya dan biarkan anda saling mengingat kasih mula-mula yang membuat anda bisa mengambil langkah iman untuk mengarungi bahtera rumah tangga bersama bertahun-tahun yang lalu.
Biarlah Marriage Story menjadi pengingat bahwa pernikahan sangatlah berharga untuk dipertahankan dan diperjuangkan bersama-sama.Â
Harapan untuk terus menjadi yang terbaik bagi pasangan hendaklah tak lenyap begitu saja dalam sebuah perlombaan menuju garis finish kehidupan di dunia ini.
Skor: 10/10
Selamat hari Minggu. Salam Kompasiana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI