Lega dan puas adalah dua kata yang paling tepat dalam menggambarkan perasaan saya pasca menyaksikan film ini. Lega karena akhirnya bisa keluar dari rentetan teror selama satu setengah jam lebih. Puas karena apa yang disajikan oleh Ratu Ilmu Hitam benar-benar berhasil memenuhi ekspektasi saya.
Ratu Ilmu Hitam yang disutradarai oleh Kimo Stamboel dan Joko Anwar ini sejatinya merupakan sebuah remake, atau bahkan lebih cocok dikatakan sebagai reboot atas film originalnya yang diperankan oleh ratu horor legendaris Suzzanna di tahun 1981 silam.
Di mana film yang muncul pada era keemasan gore horror dengan kualitas film kelas B tersebut juga berkembang menjadi film cult lokal yang digemari para pecinta horor sampai saat ini. Termasuk penulis yang memang memfavoritkan film Ratu Ilmu Hitam versi 1981 karena unsur seru dan fun yang dibawanya di sepanjang film.
Kunjungan yang sedianya dilakukan sebentar guna menengok sang pemilik panti asuhan, Pak Bandi(Yayu A.W. Unru,), lantas semakin seru kala teman-teman masa kecil Hanif beserta istri mereka masing-masing juga datang ke tempat tersebut. Mereka adalah Jeffri(Miller Khan) dan  Lina(Salvita Decorte) serta Anton(Tanta Ginting) dan Eva(Imelda Therinne).
Teluh dan santet yang pada akhirnya dilepaskan dan mengenai masing-masing dari mereka dengan kengerian yang tak terduga, lantas menjadi semacam musuh utama yang harus mereka hadapi. Sembari memberikan pertanyaan besar bagi mereka perihal siapa sebenarnya yang bertanggung jawab terhadap hal tersebut.
Lantas, mampukah mereka melewati malam penuh kutukan tersebut?
Sebuah Wahana Teror Menakutkan Namun Tetap Menyenangkan
Bagi yang sudah pernah menyaksikan Ratu Ilmu Hitam garapan Liliek Sudjio di tahun 1981, tentu sepakat bahwa film ini mengumbar kengerian dalam bentuk gore horror yang mengeksploitasi banyak darah di dalamnya. Di mana jalan cerita yang ringan dan lekat dengan tradisi ilmu hitam nusantara, menjadi nilai tambah lain yang membuat film ini menarik sekaligus seru untuk dinikmati hingga bertahun-tahun kemudian.
Warisan atas apa yang telah disajikan pada film pendahulunya tersebut lantas tetap dibawa ke dalam versi terbarunya ini. Untuk kemudian peningkatan dan perbaikan dalam sisi cerita, visual dan relevansi tema, menjadi tiga hal utama yang membuat film ini berhasil melampaui pendahulunya meskipun kemudian tetap menampilkan berbagai homage versi lawasnya.
Ratu Ilmu Hitam sendiri cukup solid dalam menghadirkan ragam teror brutal dan menyeramkan yang hadir dalam bentuk teluh dan santet. Kimo Stamboel yang memang piawai dalam menghadirkan adegan berdarah-darah, seakan mampu mentranslasikan kengerian demi kengerian tersebut ke dalam visual apik yang membuat kita bergidik ngeri, dan tentu saja membuat kita merasa mual.
Ratu Ilmu Hitam tidaklah mengumbar jumpscare layaknya film horor lainnya. Seperti Perempuan Tanah Jahanam, film ini memang memaksimalkan teror yang dibangun secara atmospheric untuk kemudian melengkapinya dengan efek gore yang membuat ngilu.
Kulit yang terkelupas, bibir yang 'terjahit' oleh stapler gun, hingga munculnya lubang-lubang mirip sarang lebah di belakang punggung, tentu menjadi sedikit contoh dari ragam teror berdarah yang dihadirkan dalam film ini. Dan semua hal tersebut tampil dalam balutan special effect bahkan CGI yang sangat memuaskan.
Ya, penggunaan CGI dalam film ini sejatinya cukup banyak namun benar-benar tampil sangat halus. Entah digunakan untuk menimbulkan efek santet ataupun memunculkan berbagai serangga yang mencoba masuk ke dalam tubuh korban, deretan CGI tersebut jelas mampu membuat kita percaya bahwa teror yang membuat kita ngilu tersebut benar-benar terjadi.
Scoring garapan Fajar Yuskemal dan Yudhi Arfani juga berhasil menambah nuansa ngeri dan tidak nyaman yang dihadirkan sedari awal. Bahkan di beberapa komposisinya, nuansa scoring pada film versi 1981-nya tetap dibawa sehingga makin memunculkan rasa ngeri yang maksimal.
Siapa mereka, untuk apa mereka datang ke tempat tersebut dan misteri apa yang disembunyikan disana, menjadi pertanyaan-pertanyaan yang diletakkan cukup rapi sebagai pondasi atas jawaban yang kelak akan muncul di babak-babak selanjutnya. Di mana pada 45 menit akhir film menjadi menit-menit teror tanpa henti yang menyesakkan dada.
Kebodohan-kebodohan khas film horor tetap ada dan memang harus ada. Hanya saja, disini semuanya tampil secara natural sehingga membuat kita percaya bahwa mereka benar-benar mengalami teror semalam suntuk.
Memang tidak semuanya memiliki peran dan runtime yang dominan. Namun mereka nampak berhasil menutupi kekurangan satu sama lain sehingga mampu memberikan penampilan yang kokoh layaknya sebuah tim olah raga yang solid.
Sementara tanpa memberikan spoiler siapa yang akan menjadi Suzzanna di film ini, penulis hanya ingin mengatakan bahwa pemilihan aktris yang memerankan sosok ikonik tersebut cukup layak diacungi jempol. Kehadirannya benar-benar mengejutkan sekaligus mampu merepresentasikan sosok iblis dalam wujud manusia yang menyeramkan sekaligus menakutkan. Dan ini juga menjadi salah satu penampilan terbaik dari aktris yang namanya sedang naik daun tersebut.
Sebuah Folk Horror yang Kita Butuhkan
Menyenangkan ketika Indonesia akhirnya kembali menghadirkan folk horror ke layar bioskop lewat film ini. Di mana pada waktu yang berdekatan kita juga telah diberikan sajian folk horror lain lewat film arahan sutradara Joko Anwar, Perempuan Tanah Jahanam.
Dua film ini memang berhasil menghadirkan kengerian yang berasal dari tradisi gelap yang ada di nusantara. Jika PTJ memberikan kengerian lewat ritual maut penuh darah, maka RIH memberikan kita kengerian lebih lagi lewat gambaran ilmu hitam yang nampak tak malu-malu lagi mengumbar adegan penuh darahnya.
Memang dua film tersebut menggunakan latar fiksi. Namun aksi jahat yang menjadi pondasi film tersebut memang sejatinya ada dan sudah menjadi cerita rakyat yang setidaknya pernah kita dengar sekali seumur hidup, entah melalui orang tua kita ataupun buku dan sumber bacaan lain.
Lagipula, Indonesia sangat kaya dengan materi cerita yang bisa membangkitkan kembali folk horror yang lebih berkualitas. Di mana beberapa di antaranya tidak pernah bisa dimunculkan oleh Hollywood karena tidak relate dengan budaya mereka. Dan ini tentunya menjadi keuntungan bagi kita untuk bisa mengenalkan horor segar ke kancah internasional bukan?
Maka saya sangat menanti bagaimana Bayi Ajaib, Nyi Blorong dan Siluman Buaya Putih bisa dihadirkan kembali di masa depan. Menghidupkan kembali film-film horor nasional legendaris di masa lalu, dengan kualitas yang jauh melampaui versi aslinya.
Penutup
Ratu Ilmu Hitam jelas sukses menghadirkan teror segar yang sudah lama dinanti-nantikan oleh para penggemar film horor nasional. Deretan terornya berhasik mengokohkan atmospheric horror yang coba dihadirkan di sepanjang film sedari awal.
Memang masih banyak kekurangan terkait dialog, akting dan beberapa plot yang tidak dijelaskan. Namun hal-hal tersebut nyatanya tak mengurangi keasyikan menikmati rentetan teror demi teror di Ratu Ilmu Hitam ini.
Penulis pribadi cukup puas dengan film ini. Rasanya, menikmati teror demi teror penuh darah tidak pernah semenyenangkan ini. Tontonlah, dan buktikan sendiri sensasinya.
Skor: 9/10-P.U.A.S
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H