Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Ratu Ilmu Hitam", Menikmati Teror Berdarah Tidak Pernah Semenyenangkan Ini

8 November 2019   06:53 Diperbarui: 8 November 2019   07:06 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lega dan puas adalah dua kata yang paling tepat dalam menggambarkan perasaan saya pasca menyaksikan film ini. Lega karena akhirnya bisa keluar dari rentetan teror selama satu setengah jam lebih. Puas karena apa yang disajikan oleh Ratu Ilmu Hitam benar-benar berhasil memenuhi ekspektasi saya.

Ratu Ilmu Hitam yang disutradarai oleh Kimo Stamboel dan Joko Anwar ini sejatinya merupakan sebuah remake, atau bahkan lebih cocok dikatakan sebagai reboot atas film originalnya yang diperankan oleh ratu horor legendaris Suzzanna di tahun 1981 silam.

Di mana film yang muncul pada era keemasan gore horror dengan kualitas film kelas B tersebut juga berkembang menjadi film cult lokal yang digemari para pecinta horor sampai saat ini. Termasuk penulis yang memang memfavoritkan film Ratu Ilmu Hitam versi 1981 karena unsur seru dan fun yang dibawanya di sepanjang film.

Ratu Ilmu Hitam versi lawas(merdeka.com)
Ratu Ilmu Hitam versi lawas(merdeka.com)
Ratu Ilmu Hitam versi baru ini memulai kisahnya dengan obrolan santai sebuah keluarga yang nampak harmonis di dalam sebuah mobil yang kemudian kita tahu sedang menuju ke sebuah panti asuhan. Mereka adalah Hanif sang ayah(Ario Bayu), sang istri Nadia(Hannah Al-Rashid), dan ketiga anak mereka yaitu Dina(Adhisty Zara), Sandi(Ari Irham) serta Haki(Muzzaki Ramdhan).

Kunjungan yang sedianya dilakukan sebentar guna menengok sang pemilik panti asuhan, Pak Bandi(Yayu A.W. Unru,), lantas semakin seru kala teman-teman masa kecil Hanif beserta istri mereka masing-masing juga datang ke tempat tersebut. Mereka adalah Jeffri(Miller Khan) dan  Lina(Salvita Decorte) serta Anton(Tanta Ginting) dan Eva(Imelda Therinne).

Popbela.com
Popbela.com
Namun kunjungan tersebut nyatanya tak sekadar menjadi kunjungan biasa. Ada sebuah kekuatan jahat yang sengaja meminta mereka untuk kembali ke tempat tersebut. Meminta mereka untuk membayar segala perbuatan dosa yang mereka lakukan di masa lalu.

Teluh dan santet yang pada akhirnya dilepaskan dan mengenai masing-masing dari mereka dengan kengerian yang tak terduga, lantas menjadi semacam musuh utama yang harus mereka hadapi. Sembari memberikan pertanyaan besar bagi mereka perihal siapa sebenarnya yang bertanggung jawab terhadap hal tersebut.

Lantas, mampukah mereka melewati malam penuh kutukan tersebut?

Sebuah Wahana Teror Menakutkan Namun Tetap Menyenangkan

Thejakartapost.com
Thejakartapost.com

Bagi yang sudah pernah menyaksikan Ratu Ilmu Hitam garapan Liliek Sudjio di tahun 1981, tentu sepakat bahwa film ini mengumbar kengerian dalam bentuk gore horror yang mengeksploitasi banyak darah di dalamnya. Di mana jalan cerita yang ringan dan lekat dengan tradisi ilmu hitam nusantara, menjadi nilai tambah lain yang membuat film ini menarik sekaligus seru untuk dinikmati hingga bertahun-tahun kemudian.

Warisan atas apa yang telah disajikan pada film pendahulunya tersebut lantas tetap dibawa ke dalam versi terbarunya ini. Untuk kemudian peningkatan dan perbaikan dalam sisi cerita, visual dan relevansi tema, menjadi tiga hal utama yang membuat film ini berhasil melampaui pendahulunya meskipun kemudian tetap menampilkan berbagai homage versi lawasnya.

Ratu Ilmu Hitam sendiri cukup solid dalam menghadirkan ragam teror brutal dan menyeramkan yang hadir dalam bentuk teluh dan santet. Kimo Stamboel yang memang piawai dalam menghadirkan adegan berdarah-darah, seakan mampu mentranslasikan kengerian demi kengerian tersebut ke dalam visual apik yang membuat kita bergidik ngeri, dan tentu saja membuat kita merasa mual.

Tribunnews.com
Tribunnews.com
Sembari menyelipkan berbagai isu sosial yang relevan semisal body shaming, trauma atas pelecehan seksual dan anak-anak yang 'kehilangan' sosok orang tua sebagai penggerak inti ceritanya. Bahkan trauma pahit yang disampaikan tersebut makin terasa kala dipadukan dengan ragam teror sebagai klimaks atas konflik tersebut.

Ratu Ilmu Hitam tidaklah mengumbar jumpscare layaknya film horor lainnya. Seperti Perempuan Tanah Jahanam, film ini memang memaksimalkan teror yang dibangun secara atmospheric untuk kemudian melengkapinya dengan efek gore yang membuat ngilu.

Kulit yang terkelupas, bibir yang 'terjahit' oleh stapler gun, hingga munculnya lubang-lubang mirip sarang lebah di belakang punggung, tentu menjadi sedikit contoh dari ragam teror berdarah yang dihadirkan dalam film ini. Dan semua hal tersebut tampil dalam balutan special effect bahkan CGI yang sangat memuaskan.

Ya, penggunaan CGI dalam film ini sejatinya cukup banyak namun benar-benar tampil sangat halus. Entah digunakan untuk menimbulkan efek santet ataupun memunculkan berbagai serangga yang mencoba masuk ke dalam tubuh korban, deretan CGI tersebut jelas mampu membuat kita percaya bahwa teror yang membuat kita ngilu tersebut benar-benar terjadi.

Scoring garapan Fajar Yuskemal dan Yudhi Arfani juga berhasil menambah nuansa ngeri dan tidak nyaman yang dihadirkan sedari awal. Bahkan di beberapa komposisinya, nuansa scoring pada film versi 1981-nya tetap dibawa sehingga makin memunculkan rasa ngeri yang maksimal.

Tribunnews.com
Tribunnews.com
Pacing film ini pun sejatinya cukup rapi. Kita tak serta merta dihadapkan pada teror, melainkan terlebih dulu diizinkan untuk mengenal masing-masing tokohnya dengan porsi penceritaan dan bonding time yang cukup pas. Joko Anwar berhasil membuat fase ini layaknya 'baris antrian' dengan pemandangan menarik sebelum kemudian mengizinkan kita untuk masuk ke dalam wahana teror yang sebenarnya.

Siapa mereka, untuk apa mereka datang ke tempat tersebut dan misteri apa yang disembunyikan disana, menjadi pertanyaan-pertanyaan yang diletakkan cukup rapi sebagai pondasi atas jawaban yang kelak akan muncul di babak-babak selanjutnya. Di mana pada 45 menit akhir film menjadi menit-menit teror tanpa henti yang menyesakkan dada.

Liputan6.com
Liputan6.com
Pujian patut disematkan pada ensemble cast yang luar biasa dihadirkan pada film ini. Setiap aktor memiliki peran penting entah sebagai 'jagoan' ataupun sosok korban yang memang diperlukan dalam sebuah film horor.

Kebodohan-kebodohan khas film horor tetap ada dan memang harus ada. Hanya saja, disini semuanya tampil secara natural sehingga membuat kita percaya bahwa mereka benar-benar mengalami teror semalam suntuk.

Memang tidak semuanya memiliki peran dan runtime yang dominan. Namun mereka nampak berhasil menutupi kekurangan satu sama lain sehingga mampu memberikan penampilan yang kokoh layaknya sebuah tim olah raga yang solid.

Popbela.com
Popbela.com
Dengan Hannah Al Rashid sebagai sosok ibu yang tenang namun melindungi dan Muzzakki Ramdhan sebagai anak kecil pemberani sekaligus sok tahu menjadi 2 aktor yang paling disorot performanya di film ini. Mereka mampu memberikan warna lain pada film ini di tengah deretan teror yang siap menyiksa kita di kursi penonton.

Sementara tanpa memberikan spoiler siapa yang akan menjadi Suzzanna di film ini, penulis hanya ingin mengatakan bahwa pemilihan aktris yang memerankan sosok ikonik tersebut cukup layak diacungi jempol. Kehadirannya benar-benar mengejutkan sekaligus mampu merepresentasikan sosok iblis dalam wujud manusia yang menyeramkan sekaligus menakutkan. Dan ini juga menjadi salah satu penampilan terbaik dari aktris yang namanya sedang naik daun tersebut.

Sebuah Folk Horror yang Kita Butuhkan

Riaria.com
Riaria.com

Menyenangkan ketika Indonesia akhirnya kembali menghadirkan folk horror ke layar bioskop lewat film ini. Di mana pada waktu yang berdekatan kita juga telah diberikan sajian folk horror lain lewat film arahan sutradara Joko Anwar, Perempuan Tanah Jahanam.

Dua film ini memang berhasil menghadirkan kengerian yang berasal dari tradisi gelap yang ada di nusantara. Jika PTJ memberikan kengerian lewat ritual maut penuh darah, maka RIH memberikan kita kengerian lebih lagi lewat gambaran ilmu hitam yang nampak tak malu-malu lagi mengumbar adegan penuh darahnya.

Memang dua film tersebut menggunakan latar fiksi. Namun aksi jahat yang menjadi pondasi film tersebut memang sejatinya ada dan sudah menjadi cerita rakyat yang setidaknya pernah kita dengar sekali seumur hidup, entah melalui orang tua kita ataupun buku dan sumber bacaan lain.

Movieden.net
Movieden.net
Tentunya dua film tersebut juga menjadi pembuka yang baik akan ragam folk horror yang mungkin dihadirkan berbagai sineas di masa depan. Entah remake dari film lawas ataupun cerita original yang benar-benar segar. Dan baik PTJ maupun RIH, mampu menjadi standar baru yang saya yakini akan merubah peta film horor lokal bertahun-tahun kemudian.

Lagipula, Indonesia sangat kaya dengan materi cerita yang bisa membangkitkan kembali folk horror yang lebih berkualitas. Di mana beberapa di antaranya tidak pernah bisa dimunculkan oleh Hollywood karena tidak relate dengan budaya mereka. Dan ini tentunya menjadi keuntungan bagi kita untuk bisa mengenalkan horor segar ke kancah internasional bukan?

Maka saya sangat menanti bagaimana Bayi Ajaib, Nyi Blorong dan Siluman Buaya Putih bisa dihadirkan kembali di masa depan. Menghidupkan kembali film-film horor nasional legendaris di masa lalu, dengan kualitas yang jauh melampaui versi aslinya.

Penutup

Idntimes.com
Idntimes.com

Ratu Ilmu Hitam jelas sukses menghadirkan teror segar yang sudah lama dinanti-nantikan oleh para penggemar film horor nasional. Deretan terornya berhasik mengokohkan atmospheric horror yang coba dihadirkan di sepanjang film sedari awal.

Memang masih banyak kekurangan terkait dialog, akting dan beberapa plot yang tidak dijelaskan. Namun hal-hal tersebut nyatanya tak mengurangi keasyikan menikmati rentetan teror demi teror di Ratu Ilmu Hitam ini.

Penulis pribadi cukup puas dengan film ini. Rasanya, menikmati teror demi teror penuh darah tidak pernah semenyenangkan ini. Tontonlah, dan buktikan sendiri sensasinya.

Skor: 9/10-P.U.A.S

Salam Kompasiana.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun