Serta yang kedua adalah tentang detail dari kondisi emosional Marie Adler sendiri yang tengah berada di antara murka, kebingungan, dan kesedihan terkait kondisi sosial di sekitarnya pasca kejadian tersebut.
Di awal episode saja kita sudah berhasil dibawa untuk berada di tengah-tengah interogasi polisi kepada Marie Adler.Â
Sudut pandang yang diberikan kepada penonton pun bukanlah sudut pandang si polisi ataupun Marie, melainkan layaknya seorang hakim yang berada di tengah-tengah mereka. Kita seakan diajak untuk ikut menebak siapa yang salah dalam kasus ini.
Kaitlyn Dever praktis menjadi sorotan utama di serial ini. Bukan hanya karena mampu menunjukkan sosok perempuan muda yang terguncang pasca pemerkosaan, namun juga mampu menunjukkan ketabahan dan ketangguhannya dalam usahanya memulai hidup kembali.
Tiap episodenya mengajak kita untuk melihat perubahan demi perubahan pada dirinya, entah dalam hal memandang sekitarnya maupun menerima dirinya sendiri. Kaitlyn seakan mampu membuat kita ikut empati akan derita yang dihadapi Marie Adler.
Beruntung serial ini juga memiliki sosok aktris serba bisa Toni Collette. Yang bersama dengan Merritt Wever berhasil menghidupkan 2 sosok detektif berbeda kepribadian yang harus bersatu demi terpecahnya kasus yang super rumit itu.
Mereka tak hanya berhasil memainkan peran detektif dengan sangat realistis, namun juga berhasil menjadi semacam simbol harapan selama kita mengikuti serial ini.Â
Terlebih ketika kemudian kita mengetahui bahwa masih banyak korban lainnya yang juga memiliki trauma dan ketakutan seperti apa yang dialami Marie Adler, yang kebenarannya juga"dibungkam" oleh detektif sebelumnya yang mencoba menyelesaikan kasus mereka namun kesulitan mencari bukti.
Atmosfer ala CSI memang jamak kita rasakan ketika menyaksikan serial ini. Baik dari adegan pencarian barang bukti, penunjukkan alibi, hingga gambaran sosok kepala kepolisian dan jajarannya yang nampak familiar dengan serial bertema serupa.Â