Melihat teman-teman mahasiswa menyampaikan pendapatnya di depan gedung DPR beberapa hari ini tentu saja menyisakan banyak hal yang bisa diceritakan. Di satu sisi, mereka seakan mengulang masa-masa kejayaan pergerakan mahasiswa di masa lalu. Di sisi lain, mereka juga membuktikan bahwa mahasiswa sebagai kaum intelektual bisa menempatkan diri mereka dalam semangat bersuara yang militan namun tetap taat pada peraturan dan ketertiban.
Maka dari itu, cukup disayangkan ketika konon ada beberapa pihak yang kemudian mencoba untuk "menunggangi" aksi ini untuk agenda politik terselubung lainnya. Ditambah dengan aksi pelajar STM yang tak memiliki faedah apapun dalam aksi turun ke jalan, tentu sedikit mencoreng aksi yang berawal dari semangat para mahasiswa yang ingin turut bersuara untuk kebaikan negaranya.
Namun di luar kontroversi yang menyertainya, aksi penyampaian pendapat yang dilakukan oleh para pemuda beberapa hari ini semakin membuktikan bahwa pemuda jelas memiliki peran penting dalam proses demokrasi negeri ini. Pemuda, dengan semangat berapi-apinya ketika turun ke jalan, seakan menjadi bukti bahwa mereka masih peduli terhadap keadaan negeri ini. Meskipun sebelumnya selalu di cap sebagai generasi mager, apatis atau introvert.
Hanya saja, memang tak banyak pemuda yang kemudian bisa tiba-tiba muncul dan menonjol, hingga kemudian menjadi perhatian dunia. Seperti di Hong Kong dengan sosok Joshua Wong sang pendiri organisasi Scholarism dan partai Demosisto yang kemudian juga didirikan bersama kedua temannya yaitu Nathan Law dan Agnes Chow.
Bagi yang mengikuti berita politik internasional, mungkin sudah tak asing lagi dengan sosok Joshua Wong. Seorang aktivis yang memulai "karir"nya sejak duduk di bangku sekolah menengah atas ini, dikenal sebagai sosok pemuda yang brilian, berani, bahkan mampu menjadi pemimpin bagi pergerakan masyarakat Hong Kong yang diisi para generasi muda dan tua.
Namun sebelum menjadi sosok aktivis yang disegani, ditangkap berkali-kali hingga akhirnya menjadi musuh pemerintah, jalan panjang harus dilalui Joshua agar aspirasinya bisa didengar dan mendatangkan simpati publik. Sambil sesekali kegalauan khas anak muda menyelimutinya, sehingga terkadang membuatnya ragu untuk melangkah lebih jauh lagi.
Sebuah film tahun 2017 yang kebetulan muncul di kolom suggestion Netflix saya malam tadi dan seolah menjadi jawaban akan rasa penasaran saya terkait seberapa besar pengaruh pergerakan pemuda terhadap demokrasi suatu negara.
Sebagai film dokumenter, Joshua: Teenager vs Superpower(JTS) sejatinya sudah memenuhi berbagai aspek yang diperlukan. Setidaknya dari sudut pandang Joshua Wong dan beberapa orang yang dijadikan narasumber atas aksi yang dilakukannya.
Sutradara dokumenter Joe Piscatella yang sebelumnya juga menjadi penulis untuk beberapa film yang cukup populer semisal Underdog dan Space Chimps ini, membuka film dokumenter ini dengan aksi Joshua berorasi di depan gedung pemerintahan Hong Kong. Hingga kemudian aksi nekatnya memanjat pagar bangunan berakhir dengan tangkapan polisi yang membuatnya dipenjara selama 46 jam.