48 tahun yang lalu, film berjudul Shaft pertama kali muncul dan tak hanya dicintai penonton namun juga dipuji banyak kritikus. Tak hanya menawarkan deretan aksi seru lewat performa apik Richard Roundtree sebagai detektif kulit hitam, John Shaft, namun juga menawarkan sub-genre blaxploitation dengan tema yang relevan pada saat itu.
Sekadar informasi, blaxploitation sendiri merupakan sub-genre yang hadir di era 70-an awal, dimana mengeksploitasi peran serta kebudayaan kulit hitam di dalamnya untuk menarik minat penonton kulit hitam.
Meskipun populer, namun sub-genre ini mendapatkan banyak kritikan terkait stereotip kultur didalamnya. Peran utama seorang penjahat atau tema kehidupan kriminal yang kental, kerap menjadi sajian utama film-film dalam sub-genre ini.
Hingga tahun 1974, total 3 film dan 1 serial televisi Shaft menjadi penanda kepopuleran franchise ini di negeri paman Sam. Hingga kemudian lama tak terdengar, di tahun 2000 New Line Cinema membuat ulang film ini dengan Samuel L. Jackson didapuk sebagai pemeran utamanya.
Dan di tahun ini, Shaft menjadi salah satu proyek "menghidupkan" kembali film-film blaxploitation lawas bersama dengan Foxy Brown, Super Fly dan Cleopatra Jones. Dimana kali ini mengangkat Tim Story(Fantastic Four, Taxi) sebagai nakhoda kapal yang ditumpangi Samuel L.Jackson dan kawan-kawan.
Sepengamatan saya, di Indonesia sendiri film ini cukup ditunggu lantaran faktor Samuel L.Jackson-nya. Namun ternyata Indonesia tidak kebagian jatah edarnya di bioskop, melainkan melalui jaringan streaming Netflix lah para moviegoers tanah air bisa menikmati film ini.
Lantas, apakah Shaft cukup worth untuk disaksikan?
Tentang Generasi Baru Shaft
JJ Shaft (Jessie T.Usher) merupakan seorang analis data FBI yang baru saja lulus dari pendidikannya di MIT. Memiliki semangat membara dan ambisi tinggi khas milenial, JJ seringkali lupa bahwa birokrasi dalam lingkungan kerja pemerintahan mengharuskannya memiliki kesabaran dan kesadaran diri dalam bertindak. Kecerdasannya bahkan terkadang diabaikan hanya karena statusnya sebagai pegawai baru.
Hingga suatu hari, kejadian nahas dialami oleh sahabatnya, Karim(Avan Jogia) yang tewas secara mendadak dan misterius. Mengetahui ada yang salah, JJ pun kemudian memilih untuk bertindak sendirian demi mengungkapkan kematian tersebut.
Namun tak hanya John Shaft yang turut serta membongkar kasus ini, sang legenda John Shaft Sr.(Richard Roundtree) pun kemudian ikut ambil bagian. Shaft senior yang sebelumnya mengaku sebagai paman John Shaft di film tahun 2000, ternyata merupakan ayah kandung John Shaft dan tentu saja kakek dari JJ Shaft.
Tiga generasi pun kemudian berkumpul menyelesaikan kasus yang ternyata melibatkan banyak pihak di belakangnya. Kasus yang kemudian mempertajam insting sang Shaft Junior, sebagai penerus keluarga Shaft yang karismatik.
Aksi Komedi yang Menghibur dengan Isu Sosial yang Relevan
Dan dalam lanjutan film Shaft ini, unsur black comedy tersebut nyatanya masih mampu ditampilkan dengan cukup baik. Bahkan tak bisa dipungkiri, munculnya karakter JJ Shaft membawa angin segar dalam menghadirkan unsur komedi yang lebih modern dan relevan dengan generasi milenial. Sehingga ragam isu sosial yang turut disematkan dalam rangkaian canda masih terasa segar dan tidak outdated.
Sosok milenial yang merasa tahu segalanya serta sosok milenial yang selalu bergantung pada teknologi dan tak mampu untuk bekerja dengan cara manual, menjadi beberapa contoh sindiran yang cukup mengena dan relevan dengan yang terjadi saat ini. Dan chemistry antara JJ Shaft dan John Shaft tentunya menjadi penguat penyampaian isu sosial tersebut, lewat ragam konflik ayah & anak yang muncul di sepanjang film.
Memang pada akhirnya isu sosial yang sensitif tersebut menghadirkan pesan positif yang begitu kuat dan tak meninggalkan sentimen agama tertentu.Namun selain isu tentang radikalisme yang diangkat, kebenaran yang pahit mengenai pencucian uang lewat rumah ibadah pun turut serta dijadikan konflik utama dalam film ini.
Tentunya apabila ditayangkan di bioskop nasional, film ini akan menuai pro dan kontra di masyarakat. Dan keputusan menghadirkan film ini ke Indonesia lewat jaringan Netflix nampaknya benar, karena akan mengurangi pro kontra tersebut dan yang pasti soal sensor pada adegan dengan unsur keagamaan layaknya film Hotel Mumbai.
Namun selain segarnya ragam isu sosial yang diangkat, film ini juga tentunya masih menghadirkan deretan aksi komedi yang seru sekaligus mengocok perut. Baik ketika duet antara John Shaft dan JJ Shaft ataupun kolaborasi tiga generasi Shaft, semuanya mampu menghadirkan adegan konyol nan menggelitik.
Adegan aksinya memang tidak memiliki intensitas setinggi John Wick, Taken ataupun Equalizer. Namun dengan ragam aksi sederhana, komikal sekaligus menghibur, membuat kita menunggu-nunggu adegan aksi apa yang selanjutnya akan muncul hingga film selesai nanti.
Hanya Menghibur tak Lebih
Selain itu, sisi emosional yang coba disajikan pun nyatanya tak benar-benar bekerja dengan baik. Chemistry yang dihadirkan Usher dan Jackson memang bekerja baik pada adegan aksi dan celotehan konyol antara anak dan ayah, namun sayangnya hal tersebut tak bekerja baik pada sisi drama yang coba dihadirkan.
Praktis selipan humor Samuel L.Jackson yang konyol di tengah-tengah adegan ciuman anaknya, menyelamatkan momen tersebut heuheuheu..
Alhasil musik dalam film ini begitu segar dan mengasyikkan dengan unsur originalnya yang tetap mampu dipertahankan. Tak percaya, coba saya buka aplikasi streaming musik dan ketik Shaft di kolom pencarian album. Dengarkan musiknya dan siap-siap ketagihan.
Penutup
Dan saya pribadi setuju dengan penilaian penonton. Karena di luar inkonsistensi kisah, plot hole dan sisi drama yang seharusnya masih bisa didalami, film ini masih memiliki poin-poin yang memberikan kita alasan yang cukup untuk menyaksikannya.
Tontonlah dan bersiap-siap terhibur oleh aksi tiga generasi John Shaft yang karismatik.
Skor: 7/10
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H