Dua puluh dua tahun yang lalu, penikmat film di seluruh dunia diperkenalkan untuk pertama kalinya dengan dua orang agent bersetelan jas hitam dan kacamata hitam yang ikonik. Dengan mobil yang juga serba hitam, mereka kemudian muncul pada kasus-kasus yang tak bisa dikerjakan aparat keamanan biasa.
Agent Jay (Will Smith) dan Agent Kay (Tommy Lee Jones) yang kemudian kita kenal tersebut, sontak menjadi dynamic duo legendaris dalam memberantas eksistensi alien jahat di muka bumi. Men in Black (MIB) pun dengan segera menjadi film yang memiliki penggemar fanatiknya tersendiri, khususnya di era perkembangan pop culture yang didominasi dongeng alien dan kehidupan antar galaksi.
Dua sekuel, satu serial animasi dan satu adaptasi video gim, menjadi bukti bahwa franchise yang diangkat dari komik terbitan Marvel ini cukup digemari. Meskipun memang harus diakui bahwa MIB merupakan franchise yang jarang muncul ke permukaan.Â
Serialnya televisinya berhenti di tahun 2001 silam dan MIB 3 sendiri kini telah berusia 7 tahun sejak rilisnya di tahun 2012 silam. Maka seri terbarunya harus diluncurkan agar namanya tak hilang dimakan zaman, sekaligus memperkenalkan para agent berpakaian serba hitam kepada generasi yang lebih muda. MIB: International pun kemudian menjadi judul spin-off terbaru atas trilogi legendaris yang dimulai 22 tahun silam.
Lantas, apakah film ini mampu menjawab ekspektasi?
Sinopsis
Paris, tahun 2016. Lewat portal yang terbuka di atas menara Eiffel, bumi kembali didatangi oleh alien, dimana kali ini memiliki kekuatan yang lebih besar dan berbahaya.
Agent H (Chris Hemsworth) dan Agent Hight T (Liam Neeson) pun kemudian harus berjibaku melawan serangan alien tersebut. Perlawanan yang pada akhirnya juga melambungkan prestasi agent H dan menempatkannya di jajaran elit Men in Black.
Beberapa tahun setelahnya, seorang wanita yang merupakan agent dalam masa probation, Agent M (Tessa Thompson), muncul dan menjadi anak didik Agent H. Terpukau oleh kharisma Agent H, Agent M pun sebisa mungkin melakukan berbagai cara agar dapat melakukan aksi bersama-sama dengan agent H. Sebuah kasus besar pun kemudian membawa mereka ke dalam aksi spionase bersama-sama.
Namun yang didapatkan Agent M selama menyelesaikan kasus ternyata tak sekadar pelajaran penting seputar bagaimana menjadi sosok agent yang baik. Lebih dari itu, petualangannya bersama Agent H juga membuka tabir yang selama ini tertutup rapat.
MIB jelas tak hanya mendapatkan serangan dari para alien berbahaya. Lebih dari itu, serangan dari dalam tubuh MIB sendiri lah yang nyatanya menjadi ancaman terbesar yang harus dihadapi Agent H dan Agent M.Â
Mereka pun harus berpacu dengan waktu untuk menghentikan segala niat jahat yang berpotensi menghancurkan bumi. Kejadian di Paris tahun 2016 pun menjadi kunci atas semua hal yang terjadi.
Sajian Menghibur dan Sarat Nostalgia
Sebagai sebuah film spin-off yang juga berperan sebagai reboot franchise MIB, dimana sebelumnya melekat pada sosok Will Smith dan Tommy Lee Jones, MIB: International nyatanya tak bisa dibilang 100% mengecewakan. Unsur aksi yang menghibur dan mengundang gelak tawa nyatanya masih dipertahankan layaknya 3 film sebelumnya.
Referensi dari tiga film sebelumnya pun ikut dimunculkan pada film ini, sehingga membuat MIB: International tak benar-benar lepas dari semesta MIB yang telah tercipta sebelumnya.
Worm Guys yang muncul pada stasiun hyperloop, Frank the Pug si anjing penjaga, neuralyzer yang ikonik, hingga kembalinya Agent O, menjadi beberapa contoh referensi dari trilogi awal MIB yang dimunculkan kembali di film ini.Â
Tentunya hal tersebut tak hanya menjelaskan eksistensi International dalam semesta MIB, namun juga sebagai gimmick yang mampu mengundang nostalgia penonton lawas.
Chemistry yang tercipta antara Tessa Thompson dan Chris Hemsworth pun mampu menciptakan sosok Dynamic Duo yang baru meskipun tak serta merta menggantikan sosok Smith-Lee Jones.Â
Bahkan tak hanya dalam adegan serius, chemistry keduanya pun kerap tampil maksimal dan mengundang tawa, kala dibutuhkan dalam berbagai dialog kaya humor. Singkatnya, tak ada yang salah dalam pemilihan dua lead cast film ini.
Mungkin penampilan yang mengecewakan justru datang dari Liam Neeson dan Rebecca Ferguson. Selain menit penampilan yang cukup singkat, karakter mereka sejatinya nampak tak memiliki pengaruh yang cukup berarti. Padahal karakter mereka berdua bisa dibilang sebagai sosok kunci.Â
Namun entah mengapa, sosok kunci yang seharusnya mampu menghadirkan ragam konflik menarik tersebut justru kurang dieksplorasi. Sehingga kehadiran mereka tampak hanya sekadar tempelan untuk melengkapi alur kisahnya.
Unsur aksinya pun bisa dikatakan cukup menghibur meskipun dari awal hingga pertengahan film ini berjalan lambat dan cukup membosankan. Di 1/3 bagian akhir barulah terasa cukup maksimal meskipun kemudian endingnya terasa antiklimaks.
CGI-nya sendiri cukup halus dan bisa dibilang mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan film ketiganya. Dan dengan tambahan scoring dari komposer legendaris Danny Elfman yang masih mempertahankan ciri khas trilogi MIB, praktis membuat International memiliki atmosfer yang sama dengan para pendahulunya.
Spin-off yang Sekadar Menjadi Popcorn Movies
Dengan unsur hiburan yang kental dan dipenuhi atmosfer nostalgia, rasanya tidak berlebihan jika kemudian saya menyebut film ini hanyalah sekadar popcorn movies. Hanya pure sebagai hiburan tanpa meninggalkan kesan yang mendalam.
Lupakanlah MIB 2Â karena hanya merupakan pengulangan MIB yang sayangnya cukup gagal. Namun pada MIB yang dirilis di tahun 1997 silam, kita diberikan sebuah sajian film yang tak sekadar menceritakan pertarungan antara manusia dan alien. Lebih dari itu, MIB juga mengangkat beberapa isu sosial dan pesan positif yang mampu disampaikan dengan cukup efektif.
Kritikan terhadap para pengungsi ilegal di perbatasan Amerika dan isu sosial terkait perlakuan terhadap minoritas masih menjadi pesan yang relevan meskipun ditampilkan dalam humor satir yang cukup cerdas dan halus cara penyampaiannya.Â
Bahkan pesan positif terkait persahabatan, kepercayaan diri dan loyalitas, menjadi beberapa contoh lain mengapa Men In Black begitu memorable dan memiliki tempat khusus di hati para penggemarnya hingga saat ini.
Bahkan pada Men In Black 3 yang bermain-main dengan konsep time travel layaknya Terminator pun mampu menampilkan pesan harapan dan kepercayaan yang begitu kental.Â
Hingga kemudian di akhir kisahnya yang juga menjadi ucapan selamat tinggal untuk Tommy Lee Jones dan Will Smith, menjadi sebuah adegan penutup sekaligus emosional yang membuat MIB 3Â begitu melankolis dibandingkan 2 film sebelumnya.
Hal-hal seperti itulah yang nyatanya tak ditemukan pada MIB: International. Alih-alih menciptakan formula penceritaan baru, sang sutradara, F.Gary Gray (FF8,The Italian Job) justru menggunakan formula yang sama dengan film pertamanya namun dengan latar adegan yang kali ini membawa kita ke berbagai tempat eksotis di seluruh dunia. Ya namanya juga International, heuheu.
Tak jadi masalah memang dengan formula pengulangan yang dipakai, karena dua episode terakhir Star Wars pun menggunakan formula seperti itu. Hanya saja, sebagai spin-off yang dituntut menghadirkan nuansa penceritaan yang baru, alur ceritanya justru menghadirkan kebosanan dan nampak seperti deja vu. Padahal, formula pengulangan ini sudah pernah dilakukan di installment kedua dan gagal.
Memang hadirnya Tessa Thompson nampak mengangkat isu women empowerement yang saat ini sedang marak. Hanya saja hal tersebut tak benar-benar disisipkan dengan kuat, karena munculnya sosok Agent M tak ada bedanya dengan kemunculan agent Jay dulu.
Selain itu, kurangnya motivasi dan latar belakang terkait aksi yang dilakukan dari sisi protagonis maupun antagonis, menyebabkan kedalaman kisah film ini cukup dangkal. Beberapa adegan aksi memang mengundang crowd pleaser, namun hal tersebut nyatanya tak memberikan emosi yang cukup bagi kita untuk ikut tenggelam bersama adegannya.
Maka puncak adegannya yang seharusnya menjadi sajian epik pun kemudian "dihancurkan" oleh durasi pertarungan yang singkat dan konklusi yang terkesan terburu-buru. Respon atas adegan final nya pun kemudian nampak menjadi kulminasi atas dangkalnya konflik yang terjadi di sepanjang 120 menit film;
"Yah, begitu aja endingnya?"
Penutup
Sebagai sebuah film spin-off, MIB:International memang masih mampu memberikan hiburan yang maksimal. Aksi memukau, CGI apik dan dynamic duo Chris Hemsworth-Tessa Thompson, mampu memberikan kombinasi hiburan yang memikat. Hanya saja film ini memang tak meninggalkan kesan mendalam layaknya trilogi awalnya.
Namun dengan tambahan unsur CGI yang cukup halus, visual yang mirip dengan atmosfer trilogi original MIB dan scoring yang juga apik, MIB: International sejatinya masih cukup worth untuk disaksikan di minggu ini. Hanya saja, jangan berekspektasi lebih terhadap film ini, khususnya bagi anda yang memang merupakan fans trilogi MIB.
Tak perlu menguras pikiran dalam menikmati alur ceritanya. Cukup duduk tenang dan nikmati visualisasi aksi serta chemistry menawan dari Chris Hemsworth dan Tessa Thompson. MIB:International siap membawamu keliling dunia menumpas alien jahat dan menyelamatkan bumi sekali lagi.
Selamat menonton. Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H