Selain Chernobyl dan juga When They See Us yang saat ini masuk dalam topik obrolan teratas para penggemar serial televisi, Black Mirror yang sudah masuk di musim ke-5 nya pun masih jadi bahasan yang menarik untuk diikuti. Selain karena 3 episode terbarunya yang memiliki ide cerita cukup segar, kehadiran musim barunya yang hadir tak lama setelah Event Special Black Mirror: Bandersnatch yang cukup mendapat respon positif, membuat serial ini cukup dinanti oleh fans setianya.
Ditayangkan pertama kali di tahun 2011, Black Mirror langsung menyita perhatian lewat episode perdananya yang berjudul The National Anthem. Sajian satir dalam balutan political thriller nya yang kelam namun juga sarat isu sosial, membuat episode ini menjadi pembuka yang pas untuk memperkenalkan apa itu Black Mirror.
Narasinya bukan hanya menggambarkan mengenai hal buruk apa yang bisa terjadi antara manusia dan teknologi, namun apa kemungkinan terburuk dari kemungkinan yang paling mungkin terjadi di masa depan terkait teknologi. Terkesan menyeramkan namun di satu sisi juga relevan.
Memiliki sedikit episode tiap seasonnya (sekitar 3-6 episode per season), Black Mirror pun menjadi serial yang cocok dinikmati dalam metode binge watching(menonton berkelanjutan) khas Netflix. Dan di season 5 nya kali ini, Black Mirror kembali menyajikan 3 episode yang tak kalah menarik dari musim-musim sebelumnya.
Lantas, harus stream atau skip kah serial ini? Yuk, kita masuk ke pembahasan 3 episodenya.
Khas Black Mirror dengan Pendekatan Lebih Relevan
Karena selain latar waktu yang tak terlalu jauh dengan saat ini, kurangnya efek kelam dan plot twist khas Black Mirror yang membuat kita terpana tiap selesai menyaksikannya, membuat 3 episode di musim kelimanya ini nampak biasa saja bagi sebagian orang. Tak salah, namun tak 100 persen benar juga.
Musim kelima Black Mirror ini cenderung menjadi pengingat akan plus minus teknologi yang saat ini kita gunakan. Ya, tak perlu terlalu jauh ke masa depan, 3 episode Black Mirror kali ini langsung menyorot dampak sosial media, AI Robotic, hingga teknologi VR(Virtual Reality) pada mesin gim yang saat ini jamak digunakan.
Dan lewat Striking Vipers, Smithereens dan Rachel, Jack and Ashley Too, Black Mirror membuktikan bahwa gambaran efek samping teknologi yang saat ini perkembangannya sedang dielu-elukan dunia, masih cukup relevan untuk dinarasikan.
Episode 1: Striking Vipers
Gim tersebut membangkitkan kembali nostalgia permainan Striking Vipers lawas yang dulu sering mereka mainkan semasa kuliah. Namun kali ini, teknologi yang disematkan jauh lebih canggih.
Namun bukan pertarungan antar karakter yang didapat, namun justru mereka menikmati hubungan sex yang tercipta oleh avatar mereka. Danny dengan avatar petarung laki-laki dan Karl dengan avatar petarung wanita, justru menikmati sensasi berhubungan sex dalam dunia virtual tersebut.
Tak hanya itu, Striking Vipers juga memberikan beberapa catatan penting semisal gambaran homoerotisme dalam dunia virtual lewat karakter Danny dan Karl. Serta kekerasan dan gender fluidity dalam sebuah dunia virtual.Â
Meskipun Danny bahagia dengan kehidupan pernikahannya dan Karl juga bahagia dengan kisah cintanya sendiri, namun di dunia virtual mereka menjadi pribadi yang berbeda. Tidak, mereka tidak memiliki hasrat hubungan sesama jenis.
Dan faktanya, cara kerja seperti inilah yang membuat sex online menjadi candu. Tak peduli siapa atau apa yang ada dibelakangnya, tiap karakter dan avatar nyatanya mampu menciptakan fantasinya sendiri.
Plot twist nya memang tak sekuat episode Black Mirror lainnya. Hanya saja episode ini meninggalkan banyak pelajaran penting tentang sisi gelap teknologi dengan unsur seksualitas didalamnya, serta meninggalkan pelajaran penting tentang betapa pentingnya nilai kejujuran dan pengorbanan dalam suatu hubungan.
Skor: 8,5/10
Episode 2: Smithereens
Seperti kisah si supir taksi ala uber, Chris(Andrew Scott) yang menyandera seorang pegawai magang, Jaden(Damson Idris). Jaden yang baru bekerja di perusahaan sosial media Smithereens harus menjadi tawanan di mobilnya agar Chris bisa berkomunikasi dengan pemilik sosial media tersebut, Billy Bauer(Topher Grace). Masa lalu yang menyedihkan terkait sosial media itulah yang membuat Chris nekat melakukan hal tersebut.
Meskipun ending dari episode ini cukup tragis dan penuh teka-teki, namun setidaknya ada 2 hal yang bisa diambil dari episode ini.
Poin kedua tentu saja yang paling realistis namun kelam dan juga menyakitkan. Setidaknya saya menangkap bahwa media sosial mengganti cara kita peduli terhadap orang lain dengan kedipan notifikasi di ponsel.Â
Setidaknya begitulah makna hidup di era sosial media modern ini. Layaknya sebuah notifikasi yang muncul, hanya dilihat dan kemudian secepat itu pula dilupakan.Â
Skor 8/10
Episode 3: Rachel, Jack and Ashley Too
Namun, bukan berarti episode ini tidak bagus.
Layaknya A Star is Born, episode ini tak hanya menceritakan bagaimana sisi gelap industri musik modern saat ini, namun juga kemarahan terkait perkembangaj industri pop yang semakin tak manusiawi. Banyak artis dituntut untuk tak menjadi dirinya sendiri dan harus tunduk pada kemauan pasar.
Kesuksesan dan gelimang harta membuat label rekaman senang, namun di satu sisi sang artis tak mampu bertahan lagi dengan kepura-puraannya. Ada letupan kreativitas yang mesti dikeluarkan meskipun hal tersebut tak memungkinkan.
Artificial Intelligence kemudian menjadi solusi yang cukup seksi meskipun juga membahayakan di satu sisi. Semuanya dibentuk atas nama industri dan tuntutan fans.
Namun di episode yang sejatinya paling ringan ini, pujian memang patut disematkan pada Miley Cyrus dan Angourie Rice yang pada episode ini memberikan penampilan terbaiknya. Tanpa mereka berdua nampaknya episode ini tak akan sebaik ini. Karena dari sisi naskahnya sendiri memang yang paling biasa saja dibandingkan 2 episode lainnya.
Apakah harus berani keluar dari zona nyaman namun bisa mencapai passion yang sesuai? Atau tetap berada di zona nyaman namun terkungkung kebebasan berekspresinya?
Skor: 7/10
Penutup
Namun, season 5 lah yang sejauh ini memiliki gambaran paling relevan dan isu yang diangkat pun begitu dekat dengan keseharian kita. Banyak pelajaran berharga yang mengingatkan kita kembali akan pentingnya sebuah hubungan yang nyata antar manusia dan tak sekadar menggantungkan hidup pada perangkat teknologi.
Black Mirror season 5, sudah bisa anda nikmati di Netflix.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H