Rekaman di belakang panggung yang menunjukkan usaha dirinya kembali ke bentuk tubuh semula pasca melahirkan, menjadi salah satu contoh rekaman yang cukup inspiratif. Bagaimana profesionalitasnya dalam bekerja membuat ia mampu mendorong dirinya sendiri untuk bekerja melampaui batasan. Sebuah usaha keras yang menurut penuturannya sendiri tak akan pernah diulanginya lagi di masa depan.
Tak hanya itu, gerakan pada tari-tarian yang menjadi semacam metafora "perlawanan" wanita terhadap dominasi laki-laki, jelas menjadi pesan kuat yang ingin disampaikannya. Bahkan beberapa monolog Beyonce diatas panggung pun menjadi semacam ajakan positif bahwa wanita tak seharusnya lebih lemah daripada laki-laki dalam mengejar impian, cita-cita dan masa depannya.
Hingga pada akhirnya lagu Run The World dinyanyikan, menjadi semacam senjata pamungkas bagi wanita untuk semakin berani menunjukkan eksistensinya melalui talenta yang dimiliki.
Penutup
Menjadi film pembuka dari total 3 proyek hasil kerja sama Beyonce dan Netflix yang konon memiliki nilai kontrak di kisaran 60 Juta Dollar AS, tentu saja membuat Homecoming menjadi sajian yang baik dan memorable.
Tak hanya sekadar menampilkan kemegahan konser dan nama besar Beyonce semata, Homecoming nyatanya juga berhasil menyajikan pesan yang cukup kuat seputar pelestarian budaya Afro-Amerika dan emansipasi wanita.Â
Beyonce tak hanya sukses mengkoneksikan unsur budaya dan talenta hingga menjadikannya sebuah ide brilian, namun juga berhasil menciptakan semacam cultural movement yang kelak akan menjadi benchmark bagi musisi-musisi lainnya, dalam menciptakan dokumenter mereka di masa depan.
Dan hal-hal tersebut lah yang sejatinya tak didapatkan dari dokumenter musisi populer lainnya semisal AÂ Head Full of Dreams-nya Coldplay atau Reputation World Tour-nya Taylor Swift. Dua dokumenter tersebut tak buruk, bahkan cukup baik. Hanya saja, tidak cukup unik dan mengena layaknya yang ditampilkan Beyonce dalam Homecoming.