Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Foxtrot Six", Aksi Patriotik dalam Pertempuran Brutal, Seru, dan Futuristik

22 Februari 2019   12:35 Diperbarui: 22 Februari 2019   17:30 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkan anda membayangkan seperti apa jadinya Indonesia di masa depan? Akan menjadi negara majukah, atau justru mengalami kemunduran dari apa yang telah dicapai saat ini? Atau bahkan akan bubar seperti yang dipercayakan segelintir kalangan?

Memang kita tidak tahu pasti seperti apa wajah Indonesia bertahun-tahun mendatang. Namun setidaknya, kita bisa melihat kemungkinan atas kondisi yang terjadi di Indonesia bertahun-tahun mendatang melalui film, khususnya pada film yang baru-baru ini dirilis berjudul Foxtrot Six.

Pada tulisan saya di bulan Agustus 2018 (di sini), saya sudah sempat membahas bahwa film ini bakal membawa banyak elemen Hollywood termasuk yang paling mencolok adalah terlibatnya Mario Kassar sebagai eksekutif produser.

Orang yang juga terlibat pada kelahiran film-film mega blockbuster seperti First Blood, Terminator serta Minority Report, menjadi penanggung jawab lahirnya film aksi Indonesia terbesar saat ini yang konon menghabiskan biaya 5 juta dollar AS atau sekitar 75 miliar rupiah dalam proses pembuatannya.

Cnnindonesia.com
Cnnindonesia.com
Dengan antusiasme warga net yang juga cukup besar terhadap film ini, sontak membuat film garapan sutradara debutan Randy Korompis ini menjadi salah satu film paling ditunggu di tahun 2019. Namun apakah film yang membawa tema distopia kota Jakarta tahun 2031 ini memberikan pengalaman menonton yang mengasyikkan? Apakah juga film ini menjawab antusiasme para penikmat film tanah air?

Mari, kita lanjut ke poin pembahasannya.

Sinopsis

Thelastrhingisee.com
Thelastrhingisee.com
Tahun 2031, dunia mengalami kesulitan terbesar dalam sejarah. Sumber daya habis, harga pangan mahal dan orang-orang lemah mengalami penindasan dari kelompok yang lebih kuat. Huru-hara pun terjadi dimana-mana.

Indonesia dengan tanah yang subur dan kaya akan sumber daya alam, menjadi calon negara adikuasa baru. Namun begitu, ketidakadilan dan kemiskinan kerap ada dan menjadi pemandangan sehari-hari. Kelompok pemberontak yang bernama Reform pun muncul menjadi secercah harapan baru bagi rakyat namun menjadi musuh besar pemerintahan yang dikuasai partai politik keji, Piranas.

Suara.com
Suara.com
Angga (Oka Antara) merupakan mantan marinir yang kini menjadi anggota dewan, mendapatkan tugas dari atasannya di pemerintahan, Soeganda (Cok Simbara), untuk menumpas eksistensi Reform. Namun hati kecilnya menolak karena Angga harus menjalankan tugasnya bersama Wisnu (Edward Akbar), pemimpin paramiliter yang terkenal kejam.

Dalam salah satu operasinya, Angga pada akhirnya tertangkap kelompok reform dan membawanya bertemu mantan tunangannya yang dikiranya sudah meninggal, Sari (Julie Estelle), yang kini bergabung dengan Reform. Nuraninya pun bergejolak ketika mendengar apa tujuan sebenarnya Reform tersebut.

Kapanlagi.com
Kapanlagi.com
Dalam kegalauannya, Angga mengumpulkan kembali rekan-rekan sesama marinir yang dicopot tugasnya pasca partai Piranas berkuasa. Adalah Oggi (Verdi Solaiman), Tino (Arifin Putra), Bara (Rio Dewanto), Ethan (Mike Lewis) dan dibantu oleh Spec (Chicco Jericho) yang merupakan pejuang bawah tanah andalan Reform.

Sebuah pertanyaan besar pun muncul. Haruskah Angga beserta kelima pasukannya membela ibu pertiwi dari tangan-tangan penguasa jahat lewat jalan yang dibentuk Reform? Atau haruskah dia tetap berbalik ke pemerintahan dan berkompromi dengan Piranas untuk menyudahi semua ini? 

Debut Brilian Randy Korompis

Randy Korompis (entertainment.kompas.com)
Randy Korompis (entertainment.kompas.com)
Sebagai sutradara pendatang baru yang langsung mengemban tugas berat yaitu menyutradarai film aksi berbudget besar, hasil kerja Randy Korompis tidak bisa dibilang buruk. Bahkan cukup baik dan rapi meskipun masih meninggalkan banyak lubang di segala sisi.

Skenarionya bahkan lebih rapi dibandingkan The Night Comes For Us. Setiap adegan berjalan dengan cukup runut meskipun pacenya cenderung cepat. Akibatnya, banyak adegan-adegan yang membutuhkan penjelasan kuat, juatru nampak muncul begitu saja, khususnya pada adegan perkenalan masing-masing anggota militer rekrutan Angga.

Sisi emosional antar karakter pun kurang digarap maksimal. Sehingga pada adegan yang seharusnya bisa memunculkan momen haru atau patriotik, justru terkesan biasa saja dan beberapa diantaranya justru tampil begitu garing.

Medcom.id
Medcom.id
Memang secara jalan cerita film ini tidak ada yang spesial. Hampir mirip dengan film-film sejenis produksi Hollywood juga video gim bertema perang futuristik semisal Rainbow Six dan Call of Duty: Modern Warfare. Bahkan premisnya sangat mirip dengan film Korea Illang: The Wolf Brigade yang tayang di Netflix akhir tahun lalu. Hanya saja bagi Indonesia, tema politik dalam latar futuristik tentu saja menjadi angin segar bagi perfilman Indonesia yang tentunya patut diapresiasi.

Penulisan skenario yang langsung ditulisnya sendiri dalam bahasa Inggris juga menyebabkan film ini begitu otentik dengan film-film militer Hollywood. Begitupun dengan dialog dan humor yang kental dengan kultur Amerika. Maka jelas, apabila dialog film ini kemudian disadur ke bahasa Indonesia, akan menghilangkan esensi dasarnya yang pastinya akan terdengar cukup aneh.

Totalitas ala Hollywood di Segala Sisi

Sejak awal, film ini memang sudah menunjukkan totalitasnya dalam menyajikan rasa yang sama dengan apa yang biasa disajikan oleh Hollywood. Mulai dari jalan cerita, penggunaan dialog yang full English, sinematografer ciamik ala Hollywood, hingga deretan gadget militer futuristik, menjadi beberapa unsur yang semakin menguatkan cita rasa Hollywood di film ini.

Khusus untuk dialog, memang penggunaan dialog full English menjadi hal yang disayangkan banyak orang karena menyebabkan film ini nampak kehilangan identitasnya. Tidak seperti film-film aksi Indonesia lainnya semisal The Raid dan The Night Comes for Us yang tetap mempertahankan bahasa Indonesia dalam filmnya. 

Hanya saja, jika melihat tujuannya untuk masuk ke pasar global yang lebih luas, hal ini sejatinya sah-sah saja. Toh banyak dan sering kita lihat juga film-film produksi Tiongkok, Jepang dan Perancis yang menggunakan dialog full English, padahal itu bukan bahasa asli mereka.

imdb.com
imdb.com
CGI film ini juga tergolong baik dan rapi meskipun tentu saja tidak sehalus film-film Hollywood masa kini. Ya, dengan budget "hanya" 5 juta dollar AS, tentu tidak adil jika disandingkan dengan teknologi CGI Deadpool bahkan Avengers yang menghabiskan dana produksi 500 juta dollar AS misalnya. Tidak apple to apple tentunya.

Namun apa yang ditampilkan film ini sudah lebih dari cukup bahkan cukup outstanding untuk kelas film lokal. Mulai dari CGI yang menunjukkan lanskap Jakarta masa depan, teknologi hologram serta jubah menghilang, semuanya mampu ditampilkan cukup baik.

seleb.tempo.co.id
seleb.tempo.co.id
Untuk adegan perkelahian yang menjadi porsi utama film ini tentu saja menjadi sajian paling menarik. Iko Uwais bersama Uwais Team yang menjadi koreografer film ini, membuat pertarungan nampak seru, natural dan brutal meskipun tidak se-gore The Night Comes For Us. 

Hanya saja, sinematografer Ical Tanjung yang lebih sering berkutat di film horor dan drama, nampaknya agak keteteran ketika adegan close combat berlangsung. Sehingga beberapa adegan pertarungan nampak tidak tertangkap maksimal meskipun hal tersebut tidak menganggu jalannya pertarungan secara keseluruhan.

Highlight

Highlight pertama dari film ini tentu saja ada pada deretan aktornya. Masih menggunakan formula yang sama dengan TNCFU dan dwilogi The Raid yaitu all Indonesian A-Star, menjadikan film ini berpotensi menjadi magnet penonton untuk datang menyaksikan bintang-bintang idola mereka muncul dalam satu frame.

Kumparan.com
Kumparan.com
Apalagi bagi kaum hawa. Tentu tidak mau menyia-nyiakan penampilan gahar Rio Dewanto yang berkelahi dengan bertelanjang dada bukan? Atau mungkin penasaran dengan penampilan misterius dan cool karakter Spec yang diperankan Chicco Jericho? Heuheu.

Highlight kedua adalah munculnya beragam senjata militer dan kendaraan tempur baik yang saat ini sudah ada maupun yang bertema futuristik. Pujian tentu saja ada pada desain Kodiak yang menyerupai robot dengan senapan serbu otomatis di kedua lengannya. Bentuknya mengingatkan kita akan film-film fiksi Hollywood khususnya karakter robot musuh pada film Robocop era 80-90'an.

Kincir.com
Kincir.com
Highlight ketiga tentu saja pada sajian scoring dan sound effect yang luar biasa. Kolaborasi Rob Powers dan Hiro Ishizaka mampu membuat efek suara pertempuran baik yang menggunakan senjata maupun tangan kosong tampil sangat otentik. Ditambah dengan scoring bertema patriotik, membuat film ini berhasil menyajikan nuansa pertempuran yang apik dan megah.

Hanya saja, entah ini masalah pada sound filmnya atau sound system di bioskop tempat saya menonton, pada adegan jelang akhir film nampak muncul suara yang agak aneh pada dialognya. Cukup menganggu karena sangat terasa jelas perubahannya.

Penutup

kaskus.co.id
kaskus.co.id
Foxtrot Six tentu saja menjadi angin segar di tengah industri film Indonesia saat ini. Tak hanya itu, Foxtrot Six menjadi semacam penanda akan masa depan perfilman Indonesia yang semakin cerah dan menjadi awal permulaan babak baru perfilman nasional yang semakin berkualitas tinggi dan tak kalah dengan produksi Hollywood.

Dengan tema besarnya seputar kejahatan penguasa yang mencoba menguasai sumber daya alam dengan rakyat menjadi korban yang kerap dikelabui, tentu menjadikan film ini sebagai film yang cocok disaksikan di tahun politik ini. Sebuah tema relevan yang dibungkus dengan kisah fiktif distopia kota-kota di Indonesia.

Memang film ini masih meninggalkan berbagai kekurangan di sana-sini. Namun dengan proses produksi yang serius, cerita yang segar meskipun tak benar-benar baru, dan berbagai elemen kejutannya di sepanjang film, tentu membuat kita tak ragu memberikan applause akan apa yang coba disajikan segenap kru film ini.

Foxtrot Six saya berikan nilai 8/10 untuk hasil akhirnya yang diluar ekspektasi, pertarungan seru nan brutalnya, dan segala hal teknis yang digarap dengan serius dan berkelas Hollywood.

Oh iya, jangan buru-buru pulang setelah menonton. Ada 2 after credit scene yang nampaknya semakin menegaskan bahwa film ini berpotensi dibuatkan sekuelnya. Ya, jika berhasil secara pendapatan tentunya, heuheu.

Selamat menonton. Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun