Skenarionya bahkan lebih rapi dibandingkan The Night Comes For Us. Setiap adegan berjalan dengan cukup runut meskipun pacenya cenderung cepat. Akibatnya, banyak adegan-adegan yang membutuhkan penjelasan kuat, juatru nampak muncul begitu saja, khususnya pada adegan perkenalan masing-masing anggota militer rekrutan Angga.
Sisi emosional antar karakter pun kurang digarap maksimal. Sehingga pada adegan yang seharusnya bisa memunculkan momen haru atau patriotik, justru terkesan biasa saja dan beberapa diantaranya justru tampil begitu garing.
Penulisan skenario yang langsung ditulisnya sendiri dalam bahasa Inggris juga menyebabkan film ini begitu otentik dengan film-film militer Hollywood. Begitupun dengan dialog dan humor yang kental dengan kultur Amerika. Maka jelas, apabila dialog film ini kemudian disadur ke bahasa Indonesia, akan menghilangkan esensi dasarnya yang pastinya akan terdengar cukup aneh.
Totalitas ala Hollywood di Segala Sisi
Sejak awal, film ini memang sudah menunjukkan totalitasnya dalam menyajikan rasa yang sama dengan apa yang biasa disajikan oleh Hollywood. Mulai dari jalan cerita, penggunaan dialog yang full English, sinematografer ciamik ala Hollywood, hingga deretan gadget militer futuristik, menjadi beberapa unsur yang semakin menguatkan cita rasa Hollywood di film ini.
Khusus untuk dialog, memang penggunaan dialog full English menjadi hal yang disayangkan banyak orang karena menyebabkan film ini nampak kehilangan identitasnya. Tidak seperti film-film aksi Indonesia lainnya semisal The Raid dan The Night Comes for Us yang tetap mempertahankan bahasa Indonesia dalam filmnya.Â
Hanya saja, jika melihat tujuannya untuk masuk ke pasar global yang lebih luas, hal ini sejatinya sah-sah saja. Toh banyak dan sering kita lihat juga film-film produksi Tiongkok, Jepang dan Perancis yang menggunakan dialog full English, padahal itu bukan bahasa asli mereka.
Namun apa yang ditampilkan film ini sudah lebih dari cukup bahkan cukup outstanding untuk kelas film lokal. Mulai dari CGI yang menunjukkan lanskap Jakarta masa depan, teknologi hologram serta jubah menghilang, semuanya mampu ditampilkan cukup baik.
Hanya saja, sinematografer Ical Tanjung yang lebih sering berkutat di film horor dan drama, nampaknya agak keteteran ketika adegan close combat berlangsung. Sehingga beberapa adegan pertarungan nampak tidak tertangkap maksimal meskipun hal tersebut tidak menganggu jalannya pertarungan secara keseluruhan.
Highlight
Highlight pertama dari film ini tentu saja ada pada deretan aktornya. Masih menggunakan formula yang sama dengan TNCFU dan dwilogi The Raid yaitu all Indonesian A-Star, menjadikan film ini berpotensi menjadi magnet penonton untuk datang menyaksikan bintang-bintang idola mereka muncul dalam satu frame.