Penceritaan yang Kokoh dan Hampir Tanpa Cacat
Film ini mampu menghadirkan sebuah kisah persahabatan yang begitu hangat dan menyentuh. Layaknya kita meminum segelas kopi espresso double shots yang meninggalkan after taste yang cukup lama, film ini pun demikian.Â
Setelah film berakhir, perasaan campur aduk dari bahagia hingga sedih masih begitu membekas hingga kita keluar dari ruangan bioskop.
Hal itu disebabkan kepiawaian Peter Farrelly meramu unsur drama dengan selipan humor cerdas di tiap adegannya. Tak hanya itu, perkembangan tiap-tiap karakternya pun begitu halus dan ditampilkan dalam beberapa adegan titik balik yang menyentuh.
Begitupun ketika Tony tampak kesulitan membuat surat cinta untuk istrinya, Don Shirley hadir membantunya dengan susunan kalimat puitis nan romantis.Â
Kedua adegan tersebut seakan menggambarkan bahwa keduanya memiliki ketergantungan satu sama lain di antara kontrasnya perbedaan di antara mereka.
Secara premis film ini sebenarnya mirip dengan film lawas Driving Miss Daisy(1989) yang mendapatkan penghargaan Best Picture di ajang Oscar tahun 1990.Â
Hanya saja kali ini kebalikannya. Jika Driving Miss Daisy orang kulit hitam yang menjadi supir kulit putih, maka Green Book menceritakan orang kulit putih yang menjadi supir orang kulit hitam.
"Kau tidak pernah menang dengan melakukan kekerasan. Kau hanya akan menang ketika berhasil mempertahankan martabat"