Tak lupa selipan berbagai satir gelap yang juga mampu mengocok perut di tengah-tengah penceritaan kisah dari sudut pandang ketiga tawanan, juga muncul dengan cukup cerdas. Contohnya adalah ketika Nato sudah tak tahan ingin buang air besar.Â
Diantarnyalah Nato ke kantor sipir penjara dan dipersilakan BAB dengan syarat tangan terborgol di salah satu tiang dekat kloset. Hanya saja borgolnya sangat pendek hingga menyulitkan Nato untuk berjongkok. Nato pun berteriak ke sipir untuk melepaskan sebentar ikatannya agar bisa buang air besar.
Karena A Twelve Year Night Begitu Menggugah
Sebagai sebuah film sejarah politik berdasarkan kisah nyata sang tokoh utama Pepe Mujica, A Twelve Year Night berhasil menyajikan kisah sejarah kelam yang menyentuh dan penuh pesan kemanusiaan. Tak ada dramatisir kisah yang berlebihan pada karakter Pepe Mujica dan kawan-kawan begitu juga pada sosok penjahat utama seperti pada film-film aksi atau sejarah perang lainnya.
Karena sisi jahat sang antagonis dalam film ini memang tidak muncul secara alami, melainkan digerakkan oleh sistem pemerintahan yang menaungi mereka. Sistem yang kelak dikemudian hari hancur dengan sendirinya seiring dengan lahirnya kekuatan masyarakat yang lebih besar.
Kecuali Rosencof yang masih hidup, kedua sahabatnya memang telah wafat dalam tugasnya mengabdi untuk negara. Namun perjuangan mereka untuk kebebasan berpendapat di Uruguay tetap hidup, bahkan lebih hidup lewat film ini.
Betapa jujurnya penuturan film ini mungkin akan sedikit membuat bosan penonton yang tak terbiasa menyaksikan film drama dengan pace lambat seperti ini. A Twelve Year Night bukanlah film drama penjara yang menyajikan adegan penuh harapan untuk melembutkan mimpi buruk yang sebenarnya.
Sejarah(dan juga judul film ini) telah memberi tahu kita bagaimana akhir kisahnya. Namun filmnya sendiri memang ingin fokus menyampaikan pengalaman horor yang menimpa mereka dan membentuk ketiganya menjadi sesuatu di masa depan.