Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"DreadOut" dan Metafora Gawai di Tengah Sajian Horor Tanggung

4 Januari 2019   08:51 Diperbarui: 4 Januari 2019   11:28 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun sama seperti film hollywood adaptasi gim lainnya, Dreadout nampak terjebak diantara keinginan untuk mempertahankan pengalaman bermain gimnya atau menciptakan pengalaman sinematik yang baru. 

Hasilnya, Dreadout cukup berhasil dalam memvisualisasikan gameplaynya yang seru ke versi sinematik, namun gagal dalam membangun kisah asal muasal yang kokoh. Dengan kata lain, visual gim ini akan memuaskan penggemar gimnya namun ceritanya akan memberi banyak lubang bagi penonton awam.

Meskipun berhasil memberikan beberapa  penjelasan tambahan yang tak ada dalam gimnya, tak bisa dipungkiri Dreadout justru lebih cocok menjadi kisah alternatif gimnya alih-alih menjadi sebuah prekuel. Meskipun bukan fans garis keras, tapi saya bisa katakan bahwa Dreadout belum berhasil menyajikan kisah prekuel yang maksimal dan sesuai keinginan fans gimnya.

Metafora Gawai dan Horor Tanggung

Beritagar.id
Beritagar.id
Menyebut film ini sebagai film horor nampaknya kurang pas. Film ini justru lebih cocok disebut sebagai thriller atau bahkan action thriller berkat banyaknya adegan aksi hit n run yang menegangkan. Sementara unsur horornya justru kurang greget dan terkesan tanggung.

Film ini didominasi jumpscare yang cukup mengagetkan, meskipun di beberapa adegannya terkesan dipaksakan dan tak maksimal. Kemunculan hantu yang sangat sedikit pun cukup mengecewakan mengingat gimnya sendiri memiliki stok hantu yang melimpah. Pocong celurit yang ikonik pun jadi nampak sangat biasa dan tak terlalu menghadirkan keseraman yang maksimal.

Id.bookmyshow.com
Id.bookmyshow.com
Namun dibalik semua itu, hadirnya Linda dengan gawai yang selalu sedia di tangan dan menjadi pembasmi hantu paling ampuh nampak menjadi metafora kehidupan remaja bahkan setiap orang masa kini. Gawai begitu diandalkan dan nampak menjadi secercah kehidupan di tengah dunia yang dianggap kejam dan menakutkan. Sebaliknya, begitu gawai mati dan tak berdaya, si pengguna pun menjadi ikut tak berdaya dan tak tahu harus berbuat apa.

Sebuah metafora yang sejatinya berjalan dengan sangat efektif di tengah horor yang tak berjalan maksimal. 

Teknis Film yang Cukup Baik

Ketika melihat nama Kimo Stamboel di kursi sutradara dan penulis, sangat yakin bahwa film ini akan memiliki teknis memukau namun lemah dalam pengembangan karakter. Harus diakui teknis film ini mulai dari set tempat yang sangat mirip dengan gim nya, CGI yang oke hingga desain karakternya sangat memukau. Hanya saja lemahnya pengembangan karakter khas film-film Kimo bahkan Mo Brothers sebelumnya masih dipertahankan di film ini.

Seperti Headshot yang sangat terlihat bergantian dan menunggu giliran saat adegan bertarung, Dreadout pun seperti itu. Seperti pada adegan menggedor pintu, masuk ke dalam kolam gaib, atau adegan melawan hantu semuanya terlihat seperti menunggu giliran dan tidak cukup natural. 

Kimo Stamboel (entertainment.kompas.com)
Kimo Stamboel (entertainment.kompas.com)
Namun memang, ciri khas Kimo seperti pengambilan gambar dari sudut pandang orang pertama, dari sudut pandang gagang senjata yang ditebas serta aerial shoot masih ditampilkan dengan sangat baik. 

Apalagi saat menggunakan sudut pandang layar handphone, suasana mencekam dan horor sangat terasa khas film-film Kimo. Hanya saja, Kimo nampak bermain aman dengan berkurangnya unsur gore ciri khas nya yang kemungkinan dilakukan agar bisa diterima oleh penonton yang lebih luas.

Kepiawaian Aria Prayogi dan Fajar Yuskemal pun rasanya sudah tak bisa diragukan lagi. Scoring dan sound effect yang mereka buat selalu bisa membangun intensitas adegan hingga membuat jantung berdebar. Sebuah sajian musik latar dan sound effect yang tentunya berkelas internasional.

Kaorinusantara.co.id
Kaorinusantara.co.id
Tak lupa, peran para bintang muda seperti Caitlin Halderman, Jefri Nichol dan Marsha Aruan juga patut diacungi jempol. Meskipun masih terasa kurang lepas dan hanya mengumbar kata "anjing" dalam setiap adegan yang menyebabkan konflik, namun akting mereka sudah cukup baik sebagai para penyintas dunia gaib. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun