Namun sama seperti film hollywood adaptasi gim lainnya, Dreadout nampak terjebak diantara keinginan untuk mempertahankan pengalaman bermain gimnya atau menciptakan pengalaman sinematik yang baru.Â
Hasilnya, Dreadout cukup berhasil dalam memvisualisasikan gameplaynya yang seru ke versi sinematik, namun gagal dalam membangun kisah asal muasal yang kokoh. Dengan kata lain, visual gim ini akan memuaskan penggemar gimnya namun ceritanya akan memberi banyak lubang bagi penonton awam.
Meskipun berhasil memberikan beberapa  penjelasan tambahan yang tak ada dalam gimnya, tak bisa dipungkiri Dreadout justru lebih cocok menjadi kisah alternatif gimnya alih-alih menjadi sebuah prekuel. Meskipun bukan fans garis keras, tapi saya bisa katakan bahwa Dreadout belum berhasil menyajikan kisah prekuel yang maksimal dan sesuai keinginan fans gimnya.
Metafora Gawai dan Horor Tanggung
Film ini didominasi jumpscare yang cukup mengagetkan, meskipun di beberapa adegannya terkesan dipaksakan dan tak maksimal. Kemunculan hantu yang sangat sedikit pun cukup mengecewakan mengingat gimnya sendiri memiliki stok hantu yang melimpah. Pocong celurit yang ikonik pun jadi nampak sangat biasa dan tak terlalu menghadirkan keseraman yang maksimal.
Sebuah metafora yang sejatinya berjalan dengan sangat efektif di tengah horor yang tak berjalan maksimal.Â
Teknis Film yang Cukup Baik
Ketika melihat nama Kimo Stamboel di kursi sutradara dan penulis, sangat yakin bahwa film ini akan memiliki teknis memukau namun lemah dalam pengembangan karakter. Harus diakui teknis film ini mulai dari set tempat yang sangat mirip dengan gim nya, CGI yang oke hingga desain karakternya sangat memukau. Hanya saja lemahnya pengembangan karakter khas film-film Kimo bahkan Mo Brothers sebelumnya masih dipertahankan di film ini.
Seperti Headshot yang sangat terlihat bergantian dan menunggu giliran saat adegan bertarung, Dreadout pun seperti itu. Seperti pada adegan menggedor pintu, masuk ke dalam kolam gaib, atau adegan melawan hantu semuanya terlihat seperti menunggu giliran dan tidak cukup natural.Â
Apalagi saat menggunakan sudut pandang layar handphone, suasana mencekam dan horor sangat terasa khas film-film Kimo. Hanya saja, Kimo nampak bermain aman dengan berkurangnya unsur gore ciri khas nya yang kemungkinan dilakukan agar bisa diterima oleh penonton yang lebih luas.
Kepiawaian Aria Prayogi dan Fajar Yuskemal pun rasanya sudah tak bisa diragukan lagi. Scoring dan sound effect yang mereka buat selalu bisa membangun intensitas adegan hingga membuat jantung berdebar. Sebuah sajian musik latar dan sound effect yang tentunya berkelas internasional.