Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika "Selfie" di Lokasi Bencana Menjadi Sorotan Media Asing

26 Desember 2018   17:17 Diperbarui: 27 Desember 2018   20:09 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal itu semakin dibenarkan kala Jamie mewawancarai orang lain yang berswafoto di tempat tersebut. Mereka rata-rata memang sengaja mengunjungi tempat tersebut untuk melihat langsung kondisi terkini dan segera membagikannya di laman sosial media masing-masing. 

Tak hanya itu, bahkan mereka pun nampak menganggap kegiatan selfie ini sebagai kegiatan biasa, tak peduli kondisi apa yang dijadikan objek foto oleh mereka.

Bapak Bahrudin yang bersedih karena kegiatan selfie di lokasi bencana( sumber foto: The Guardian.com)
Bapak Bahrudin yang bersedih karena kegiatan selfie di lokasi bencana( sumber foto: The Guardian.com)
Hal ini juga lah yang membuat Bahrudin(40) yang mobil serta rumahnya turut tenggelam, menjadi sedih dan kecewa. Mobilnya justru dijadikan spot selfie favorit oleh orang-orang yang berkunjung ke tempat tersebut. Alih-alih membantu Bahrudin, kepopuleran postingan sosial media nampaknya lebih mereka utamakan.

Selfie Jadi Kegiatan Wajib Tiap Bencana

Jika dirunut ke belakang, sebenarnya bukan kali ini saja kebiasaan selfie masyarakat Indonesia yang tidak pada tempatnya menjadi sorotan media. Pada April 2017 misalnya, lokasi longsor di Ponorogo juga menjadi spot selfie favorit orang-orang yang mengunjungi daerah tersebut, padahal kejadiannya baru saja terjadi beberapa hari sebelumnya.

Lokasi Hercules jatuh di Medan (sumber: feed.merdeka.com)
Lokasi Hercules jatuh di Medan (sumber: feed.merdeka.com)
Lokasi banjir bandang di Garut bulan September 2016 juga menjadi ajang selfie bagi para ibu-ibu dan donatur yang mengunjungi tempat tersebut. Tak lupa, lokasi pesawat Hercules milik TNI AU yang jatuh di Medan, Sumatera Utara tahun 2015 lalu juga menjadi ajang selfie masyarakat sekitar.

Tentu sangat miris jika melihat fakta yang terjadi. Swafoto justru lebih diutamakan dibandingkan membantu orang-orang yang sedang membutuhkan pertolongan instan saat itu. Eksistensi di media sosial nampak lebih penting dibandingkan sikap tolong menolong yang tulus tanpa dokumentasi.

Sebenarnya sah-sah saja jika ingin mendokumentasikan daerah yang terkena bencana. Tapi toh hal tersebut bisa dilakukan tanpa harus berswafoto. Karena fokus swafoto tentu saja ada pada orang dalam frame tersebut, sementara kondisi daerah yang jadi latar belakangnya justru tidak fokus. Maka dari itu, cukup foto daerah terdampak bencana secukupnya saja tanpa swafoto, selebihnya percayakan pada tiap media yang meliput.

Saya sendiri kadang bingung terhadap orang-orang yang berswafoto di lokasi bencana khususnya yang berasal dari luar daerah tersebut. Lha wong saya mau lihat kondisi terakhir daerahnya kok justru dapat sajian wajah satu layar penuh?

Plus Minus Swafoto di Daerah Bencana

Ilustrasi: bjp-online.com
Ilustrasi: bjp-online.com
Memang berswafoto di daerah bencana tidak sepenuhnya salah. Karena swafoto bisa sangat bermanfaat dalam mengabarkan kondisi kita pada keluarga atau kerabat ketika kita berada di lokasi bencana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun