Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"The Other Side of the Wind", Karya Terakhir Orson Welles yang Tertunda 48 Tahun

12 November 2018   13:35 Diperbarui: 12 November 2018   20:56 1612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oja Kodar sebagai the actress (brightlightsfilm.com)

"Create your own visual style... let it be unique for yourself and yet identifiable for others"-Orson Welles

Bagi para penggemar film klasik juga para pegiat industri film, tentu tidak akan asing dengan nama sutradara Orson Welles. Macbeth (1948), Othello (1951), Citizen Kane (1941), The Stranger (1946) dan Touch of Evil (1958), merupakan segelintir contoh karya jeniusnya. Dua film terakhir kebetulan sudah pernah ditonton penulis dan memang kualitasnya sangat baik dan cukup visioner untuk film yang diproduksi di era tersebut. 

Selain sutradara, Welles juga kerap menjadi aktor dalam film-filmnya sendiri. Juga menjadi aktor diluar filmnya sendiri seperti pada film Waterloo, Necromancy dan pengisi suara Unicron pada film animasi Transformers:The Movie.

Orson Welles juga gemar memulai cerita pada film garapannya dengan kematian. Citizen Kane misalnya, memulai cerita setelah adanya tragedi kematian seorang pemilik perusahaan penerbitan yang akhirnya mendorong seorang jurnalis mencari tahu maksud dari kata-kata terakhirnya.

Touch of Evil memulai kisahnya setelah adanya kematian kontraktor Amerika akibat ledakan pada mobilnya di perbatasan Amerika-Meksiko.

Sedangkan pada The Stranger, meskipun kematian tidak disebutkan di awal, namun kematian seorang mata-mata yang ditugaskan melacak buronan Nazi itulah menjadi inti dari segala konflik yang terjadi di sepanjang film.

Brighlightsfilm.com
Brighlightsfilm.com
Selain itu, teknik pengambilan gambar pada film-film Orson Welles selalu selangkah lebih maju daripada film lainnya yang diproduksi di tahun tersebut. Misalnya pada Touch of Evil, adegan pembukanya menggunakan teknik pengambilan gambar single take selama 12 menit. 

Dari mulai adegan mobil terparkir, hingga berjalan menyusuri kota dan berpindah fokus ke tokoh utama yang sedang berbulan madu, semuanya dilakukan dengan teknik single take tanpa cut. Touch of Evil tentu menjadi pelopor single take yang kelak diaplikasikan pada film Birdman(single takenya lebih lama), yang pada akhirnya juga mengantar Birdman meraih Best Picture Oscar di tahun 2015.

Orson Welles diapit John Huston dan Peter Bogdanovich (indiewire.com)
Orson Welles diapit John Huston dan Peter Bogdanovich (indiewire.com)
Film-filmnya pun selalu meraih kritik positif dan banjir penghargaan termasuk Best Picture untuk Citizen Kane di tahun 1942. Hanya saja film-filmnya memang tidak pernah sukses dari sisi komersil. Hal itulah yang membuatnya dijauhi studio film Hollywood dan menjadi awal mula Welles pindah selama 20 tahun ke Eropa. Di Eropa, Welles justru lebih banyak berkarya dengan label independennya.

Sepulangnya dari Eropa sejatinya Orson Welles kembali memiliki film yang menjadi perbincangan banyak kalangan. Bukan hanya soal kualitas, visionernya tema film dan cerita yang menyindir Hollywood, namun juga jangka waktu produksinya yang luar biasa panjang. Ya, film terakhir Orson Welles ini butuh 48 tahun proses produksi hingga rilisnya.

Another Side of The Wind

Geektyrant.com
Geektyrant.com
Another Side of The Wind menjadi film terakhir Orson Welles sebelum meninggal di tahun 1985. Memulai produksinya di tahun 1970, namun hingga di tahun Orson Welles meninggal film ini tidak pernah benar-benar selesai.

Banyak hal yang membuat film ini tidak bisa diselesaikan seperti kurangnya dana, unsur politis di industri film kala itu, hingga ketidakmampuan sutradara lain untuk menyelami apa yang sebenarnya ingin disampaikan Orson Welles lewat film tersebut. Kejeniusan Orson Welles membuat film ini terabaikan karena tak bisa diolah siapapun selain dirinya sendiri.

Oja Kodar sebagai the actress (brightlightsfilm.com)
Oja Kodar sebagai the actress (brightlightsfilm.com)
Proyek reinkarnasi The Other Side of the Wind yang sempat terhambat di 2002 karena perselisihan hak milik antara Oja Kodar dan Beatrice Welles, pada akhirnya menemui titik terang di 2017. Oja Kodar yang merupakan pemeran utama wanita di film ini, juga merupakan kekasih Welles semasa hidup kemudian menemui kesepakatan dengan Netflix untuk memproduksi film yang terabaikan selama 48 tahun tersebut. 

Dibantu catatan Welles sendiri, lalu anak kandung Welles yaitu Beatrice Welles, kemudian Peter Bogdanovich dan Frank Marshall, film tersebut pun diselesaikan di bulan April 2018. Oja Kodar sendiri bertindak sebagai asisten penulis dari Orson Welles di credit title film ini.

Film ini kemudian secara perdana ditayangkan di Venice Film Festival pada 31 Agustus 2018, kemudian di beberapa bioskop AS dan Netflix di akhir Oktober 2018.

Film ini sendiri memiliki tema yang sangat unik dan ambisius karena memiliki dua film berbeda di dalamnya. Yang pertama merupakan film utama yang menceritakan tokoh Jake Hannaford dengan tampilan ala dokumenter atau mockumentary hitam putih, serta film milik Jake Hannaford sendiri yang ditayangkan dalam adegan berbeda dan berwarna. Jadi semacam ada film dalam film.

Sinopsis

Uclfilmsociety.co.uk
Uclfilmsociety.co.uk
The Other Side of The Wind menceritakan tentang tokoh Jake Hannaford (John Huston), sutradara tua yang sedang membuat film terakhirnya namun tidak bisa menyelesaikannya karena kekurangan dana.

Mengambil latar pesta ulang tahun ke-70 Hannaford di rumahnya, filmnya pun kemudian dipamerkan ke para investor dan pegiat industri film. Film yang dikerjakannya merupakan film seni yang menampilkan cerita absurd serta ketelanjangan di sepanjang film serta tidak memiliki dialog.

Namun dalam prosesnya, Hannaford justru memiliki fakta baru yang terungkap di depan para tamunya. Dimana pengakuan dan sikap absurdnya membuat dia ditinggalkan dan tentu saja, menemui ajal.

Produksi yang Terhambat

Imdb.com
Imdb.com
Filmnya sendiri selesai di tahun 1976 dengan mengemas 96 jam materi mentah yang belum diedit. Orson pun menginginkan filmnya di kisaran waktu 90-120 menit, sementara dia sendiri sudah mengemas 45 menit video yang diedit. Tentu saja masih menyisakan sekitar 70-an menit lagi untuk diselesaikan.

Film ini juga menggunakan sebagian besar dana milik Orson Welles sendiri. Hal itulah yang menyebabkannya kesulitan dana hingga harus turun kembali menjadi aktor di luar filmnya demi mendapat honor yang nantinya bisa digunakan untuk membiayai filmnya hingga selesai. Sayangnya hal itu tidak benar-benar bisa terwujud hingga ajal menjemput.

Cerminan Kehidupan Orson Welles dan Mencemooh Film Art ala Eropa

Film Art berjudul Blow Up (mubi.com)
Film Art berjudul Blow Up (mubi.com)
The Other Side of The Wind memang dibuat Orson Welles untuk mencemooh tipikal film nyeni ala Eropa yang jamak ditemukan di medio 60-an. Vulgar, eksploitasi ketelanjangan wanita, serta film yang tidak memiliki kesimpulan akhir yang jelas, merupakan contoh aspek yang coba dicemooh oleh Welles. 

Michelangelo Antonioni (guardian.com)
Michelangelo Antonioni (guardian.com)
Seperti yang disampaikannya pada sajian dokumenter They'll Love Me when I'm Die, karya-karya Michelangelo Antonioni diakui Welles menjadi ide dalam pembuatan cerita film dalam filmnya tersebut.

Selain itu, The Other Side of The Wind nampak menjadi cerminan dari kehidupan Orson Welles itu sendiri. Meskipun hal tersebut dibantah olehnya, namun tak bisa dipungkiri terdapat beberapa detail pada film yang nampak seperti Welles di kehidupan nyata. 

Karakter seorang sutradara terkenal yang kesulitan menyelesaikan film karena kurang dana, sutradara yang butuh film baru untuk memperbaiki reputasinya, serta sutradara yang tidak pernah menyelesaikan film karena kematiannya, merupakan 3 poin yang menyerupai Welles di dunia nyata.

Entah kebetulan atau ini memang merupakan titik tertinggi kejeniusan Welles yang meleburkan kehidupan nyatanya dengan kehidupan dalam film, yang pasti The Other Side of the Wind merupakan proyek ambisius Welles yang tidak bisa ditiru siapapun setidaknya sampai dengan hari ini.

Satu Paket dengan Film Dokumenter

thedigitalhash.com
thedigitalhash.com
Menikmati pengalaman menyaksikan The Other Side of the Wind secara utuh, ada baiknya juga menyaksikan dokumenternya yang berjudul They'll Love Me when I'm Die. Disitu dijelaskan lebih jauh tentang detail pada film The Other Side of the Wind yang mungkin cukup membingungkan.

Karena tak bisa dipungkiri, potongan film yang tak lengkap serta perpindahan adegan antara film utama dan film dalam film, cukup sulit dicerna bagi siapapun yang mencoba menonton tanpa ada guidance. Selain itu dokumenter ini juga blak-blakan dalam menyajikan latar belakang Welles memproduksi film ini.

Jadi, memang harus sepaket dalam menikmati karya terakhir Orson Welles ini.


Masterpiece Bagi Para Penggemar Lama dan Baru

Themoviewaffler.com
Themoviewaffler.com
The Other Side of the Wind jelas menjadi masterpiece bagi siapapun yang menyaksikannya. Bagi para penggemar karya Welles garis keras, kehadiran film ini jelas menghilangkan dahaga akan karya Welles yang nampak tak akan pernah muncul lagi. Apalagi kehadiran film ini konon menandai keseriusan Netflix untuk menghadirkan semua film lawas Welles ke dalam media streaming tersebut yang tentunya dengan kualitas gambar yang lebih jernih.

Bagi para penggemar baru, film ini sukses membuat penasaran untuk menyaksikan karya Welles lainnya. Sajian filosofis dan kekuatan bercerita pada setiap filmnya, tentu akan menjadi faktor utama untuk mencari karya-karya Welles lainnya.

Penutup

Thefilmstage.com
Thefilmstage.com
Pada akhirnya The Other Side of the Wind menyajikan masterpiece terakhir khas Orson Welles untuk dunia. Bagi yang sudah familiar dengan film-film Welles, pasti sudah tidak asing dengan teknik pengambilan gambar Gary Graver yang berpindah-pindah dengan cepat namun tetap artistik khas Welles.

Gary Graver (KGBfilma.blogspot.com)
Gary Graver (KGBfilma.blogspot.com)
Oh iya, kehadiran Gary Graver juga patut diacungi jempol karena mampu merepresentasikan pemikiran aneh Welles terhadap filmnya ini. Apalagi jika melihat dokumenternya, catatan yang diberikan Welles untuk Graver sangat terperinci bahkan per adegan dibuat rincian bagaimana teknik pengambilan gambar yang diinginkan.

Sayang, faktor usia lah yang memisahkan Gary beserta deretan kru lainnya dengan dunia ini dan tentu saja tidak berkesempatan menyaksikan hasil akhir film ini.

Pun kehadiran dialog filosofis, penokohan kuat dan narasi yang cukup absurd pada adegan film dalam film, semakin menegaskan kejeniusan Welles dalam memproduksi film serta ciri khas yang tetap dipegangnya. Persis seperti quotes nya yang ditulis di awal tulisan ini. 

Bahkan, bukan tidak mungkin, di gelaran Oscar tahun depan film ini bakal mendapat apresiasinya sendiri.

Seperti hobi Welles memulai kisah film sejak adanya tragedi kematian, The Other Side of the Wind juga menyajikan kisah yang kuat dibalik sebuah kematian. Yang sayangnya kali ini merupakan kematian si pembuat ceritanya sendiri.

"Siapa tahu, mungkin kau bersikeras menatap suatu hal hingga kebajikan dan hidup terperas hingga kering. Kau merekam tempat indah dan orang-orang cantik. Semua lelaki dan perempuan. Hanya untuk merekam kematiannya"-Orson Welles.

Tulisan ini tentu jauh dari kata lengkap karena hanya berdasarkan sudut pandang saya dalam menonton.

Selain itu materi film ini juga memungkinkan multi tafsir berkat banyaknya pesan tersirat dari almarhum Welles yang dimasukkan ke dalam film. Membahas film ini secara detail jelas akan memakan banyak halaman.

Sehingga film ini memang tipikal film yang tak akan habis dibahas dan dijadikan bahan diskusi. So, jika ingin membaca perihal film ini secara rinci, bisa dicoba pada link berikut ; 1 dan 2, juga sajian dokumenternya.

Selamat berpetualang dalam dunia film Orson Welles. Salam Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun