Karena seperti dikutip dari beberapa twit lawas @BicaraBoxOffice, beberapa film nasional yang bockbuster pun sejatinya pernah memiliki masa dimana datanya memiliki anomali yang cukup rumit untuk dijelaskan. Jadi, bisa saja bukan hal tersebut mengarah ke case "bom tiket" ini?
Apalagi, penentuan lama tidaknya film Indonesia ditayangkan di layar bioskop tergantung dari perolehan jumlah penonton sejak hari awal penayangannya. Jadi, tidak salah memang jika akhirnya dugaan ini muncul.
Dan hal lain yang bisa terjadi jika ini benar adalah hilangnya kepercayaan penonton terhadap pencapaian film-film nasional yang saat ini semakin baik. Nantinya masyarakat bisa saja menilai bahwa semua film Indonesia yang tembus 1 juta penonton melakukan praktik kecurangan ini, padahal hal tersebut dilakukan beberapa pihak atau oknum saja. Sementara film yang jumlah pertumbuhan penontonnya organik, akan terkena imbas ketidakpercayaan penonton ini.
Namun jika setelah diinvestigasi ternyata hasilnya salah, berarti atas bioskop yang kosong tersebut kemungkinan merupakan bagian marketing awal film tersebut yang memang membagikan banyak tiket gratis untuk kebutuhan gimmick, kuis atau undangan khusus yang kebetulan saja pesertanya tidak bisa hadir saat film tersebut ditayangkan. Hanya saja dengan jumlah kursi kosong hingga ratusan di jam kantor, rasanya ya.. mungkin saja.
Penutup
Dan melihat beberapa indikasi adanya kecurangan di industri film nasional berkat banyaknya twit dan cerita yang relevan, rasanya kecurangan itu memang berpotensi ada di industri film nasional. Apalagi, dugaan "bom tiket" terjadi di bioskop kelas A+ yang notabene pengunjungnya rata-rata orang yang cenderung menyukai film Hollywood dibanding film Indonesia. Cukup masuk akal memang dugaan "bom tiket" tersebut.
Jika benar terjadi, sangat disayangkan Asih akan menjadi "korban" pertama atas investigasi kasus ini kelak. Namun, rasanya memang harus ada pemicu terlebih dahulu untuk mengungkapkan dugaan praktik yang mungkin saja sudah terjadi dalam waktu yang lama dan menjadi kebiasaan berbagai production house nasional.
Karena biar bagaimanapun, hal ini harus diungkapkan kebenarannya demi tercipatanya persaingan di industri film nasional yang lebih sehat, fair dan menarik, karena tentunya kualitas film harus lebih diutamakan rumah produksi dibanding kuantitasnya. Kuantitas jelas akan meningkat seiring dengan tingginya kualitas yang dimiliki.
Jadi, saatnya untuk terus memantau perkembangan isu ini dan tetap mendukung perfilman Indonesia.
 Salam Kompasiana.