Petualangan di rumah tua yang mereka pikir akan membawa keseruan, justru menjadi malapetaka saat Kuntilanak yang ada di rumah tersebut mencoba masuk ke dunia manusia melalui cermin keramat di kediaman mereka.
Poin Positif
Mengambil unsur-unsur utama dalam trilogi originalnya seperti lagu Lingsir Wengi, cermin keramat dan tokoh utama yang memiliki wangsit untuk berkomunikasi dengan Kuntilanak, pada akhirnya film ini mampu menampilkan cerita yang baru dan segar tanpa meninggalkan tiga unsur utama tersebut.
Pujian patut dilayangkan untuk Rizal Mantovani yang berani merubah tokoh utamanya dari seorang gadis muda nan cantik menjadi deretan anak-anak. Dan meskipun diperankan oleh anak-anak, kehadiran mereka sama sekali tidak mengurangi atmosfir seram yang coba dibangun di sepanjang film.
Setting tempat dan juga pengambilan gambar cukup bisa disajikan dengan baik. Setting tempat seperti rumah tua, hutan dan juga rumah pribadi yang tampak angker, mampu ditampilkan dengan baik dan meyakinkan. Teknik pengambilan gambar jarak dekat yang sering ditampilkan di sepanjang film ini pun mampu menambah rasa penasaran dan deg-degan penonton.
Poin Negatif
Pada dasarnya film ini tidak terlalu solid di beberapa aspeknya. Banyaknya plot hole, dialog tidak penting dan perpindahan antar scene yang tidak terlalu rapi menyebabkan kebingungan bagi penonton di beberapa adegannya.
Desain Kuntilanak di film ini pun bisa dibilang justru mengalami "kemunduran". Berbeda dengan Kuntilanak pada trilogi awalnya, penggambaran sosok kuntilanak di film ini justru kembali mengadopsi hantu wanita Asia yang sudah sering kita lihat di berbagai film. Masih menyeramkan dan khas Kuntilanak memang, hanya saja cukup membosankan jika desain hantu yang digunakan itu-itu saja dan tidak ada gebrakan seperti film Kuntilanak tahun 2006 silam.