Tentu saja itu semua hanya sebuah kenangan indah tentang tahun-tahun yang dipenuhi poster para gitaris rock kelas dunia menenteng gitar Gibson andalan mereka masing-masing. Poster seharga Rp 500,- yang dijajakan tukang mainan di depan sekolah seakan menjadi saksi bahwa di tahun tersebut nama Gibson sedang masyur di seluruh dunia.
Tentunya hal itu berbeda jauh dengan artikel yang saya baca di laman kompas.com seminggu yang lalu. "Produsen Gitar Gibson Terancam Bangkrut", begitu judul artikelnya. Sontak hal itu membuat saya kaget, mengetahui bahwa Gibson yang merupakan sang raksasa dalam industri Gitar sedang menuju ambang kematiannya. Lilitan hutang sebesar 375 dollar AS menjadi penyebabnya.Â
Beberapa nilai hutang yang sudah sempat dibayar pun sepertinya belum cukup untuk menyelamatkan Gibson dari kebangkrutan, karena jatuh tempo untuk besaran hutang lainnya masih menunggu hingga tanggal 23 Juli 2018. Beberapa asetnya pun dikabarkan sudah dijual Gibson untuk membantu meringankan beban hutangnya. Sungguh sebuah kabar yang mengejutkan.
Lalu apa sebenarnya yang menyebabkan Gibson berada di ambang kebangkrutan saat ini? Saya rasa ada beberapa poin yang menyebabkan Gibson bisa sampai seterpuruk ini. Poin-poin nya sebagai berikut ;
Perubahan Peta Industri Musik
Walaupun sebenarnya masih eksis, namun gemuruh EDMdan kawan-kawan nya terlalu lantang dan sulit diredam oleh Rock dan kawan-kawannya. Radio sudah pasti memutarkan musik yang banyak di request pendengar, televisi juga pasti menampilkan klip video musisi yang sedang digandrungi saat ini. Dan kedua hal tersebut jelas mengerucut pada musisi-musisi EDMyang juga dikenal dengan musisi nya generasi milenial.
Gitar listrik yang identik dengan musik keras seperti rock, blues dan metal jelas sedikit demi sedikit terabaikan kehadirannya. Memang, gitar listrik tidak hanya digunakan untuk musik keras seperti rock dan kawan-kawannya.
Gitar listrik juga digunakan pada musik lain seperti jazz dan pop. Tapi tetap saja, musik jazz tidak pernah menggebrak dunia bahkan sampai mempengaruhi kultur tertentu seperti yang dilakukan musik rock pada masanya.
Gitar listrik kini tergantikan dengan kehadiran turn table dan synthesizer yang menjadi instrumen wajib dalam musik EDM. Dan sudah bisa diprediksi, penjualan gitar pun pasti mengalami penurunan seiring berkurangnya minat pasar terhadap instrumen musik tersebut. Rasa-rasanya untuk saat ini pesona David Guetta di balik turn table lebih menarik dibandingkan Slash dibalik body Les Paul nya.
Dan jika perusahaan sudah kadung memproduksi gitar dalam jumlah banyak namun penjualan tidak sebanyak yang diharapkan, sudah pasti sosok hutang yang menyeramkan itu perlahan akan muncul menghampiri.
Hilangnya Sosok Guitar Hero