lKasus sensitivitas antibiotik semakin meningkat. Hal ini dikarenakan penggunaan antibiotik yang tidak tepat.Â
Sekarang ini banyak orang yang datang ke apotek untuk membeli antibiotik (lebihnya amoxcililin) secara bebas atau tidak menggunakan resep dokter. Setelah ditanya petugas apotek 'apa keluhannya' pasien tersebut menjawab demam disertai flu/ badan sakit. Ketika ditanya lagi, sakitnya sudah berapa hari? rata-rata jawaban mereka itu adalah 'baru beberapa jam yang lalu', ada juga yang mengatakan dari semalam.Â
Saya biasa langsung menjelaskan kalau tidak perlu minum antibiotik. Jika demamnya sudah diatas 3 hari (sudah minum obat penurun panas namun masih demam) sebaiknya langsung melakukan pemeriksaan dokter karena melalui pemeriksaan tersebut barulah diketahui apakah penyebab sakit tersebut karena bakteri atau bukan dan juga menyarankan untuk minum obat penurun panas atau vitamin karena bisa saja sakit yang dialami karena daya tahan tubuh yang menurun atau karena terlalu capek.Â
Tak semua pasien merespon dengan baik bahkan mereka sering menjawab kembali 'saya cocok dengan amoxcililin'. Bahkan kakak saya yang bertugas di sebuah desa pernah bercerita tentang masyarakat yang sering datang tanpa memberitau keluhan mereka dan langsung meminta antibiotik (amoxicilin). Contoh kasus ini adalah salah satu contoh penggunaan antibiotik yang tidak tepat.Â
Kita perlu mengetahui apa obat antibiotik itu?
Antibiotik berasal dari kata 'anti' dan 'bios' yang berarti hidup atau kehidupan. Antibiotik merupakan suatu zat yang dapat membunuh atau melemahkan suatu mikroorganisme seperti bakteri, parasit, jamur. Perlu diingat, antibiotik hanya dapat membunuh bakteri bukan jamur.
Cara kerja antibiotik sama dengan pembunuh hama pestisida dalam menekan atau memutus satu rantai metabolisme.
Antibiotik dibagi menjadi beberapa golongan:
1. Golongan Penisilin, contoh obatnya: Penicilin V, flucloxacillin dan amoxicilin.
2. Cefalosporin, contoh obatnya : cefaclor, cefadroxil, cevalexin.
3. Tetracyclines, contoh obatnya : tetracycline, doxycicline, dan minocycline.
4. Aminoglycosides, contoh obatnya : gentamicin, amikacin dan tobramycin.
5. Makrolida, contoh obatnya : erythromicin, azythromicin dan clarithromicin
6. Clindamycin
7. Sulfonamides dan trimethropin, contoh obatnya : cotrimozazole
8. Metronidazole dan tinidazole
9. Quinolones, contoh obatnya : ciprofloxacin, levofloxacin dan norfloxacin.
Penjualan antibiotik secara bebas di apotek, kios atau warung, penggunaan antibiotik yang tidak dihabiskan, juga menyimpan antibiotik cadangan di rumah, hingga memaksa dokter untuk minta dituliskan resep antibiotik  merupakan masalah yang terjadi di masyarakat. Ini dapat mendorong terjadinya resistensi antibiotika pada manusia.
Sebenarnya apa itu resistensi antibiotik yang menjadi masalah dari dampak penggunaan antibiotik yang tidak benar?
Resitensi antibiotik adalah kondisi dimana suatu bakteri dalam tubuh manusia menjadi kebal terhadap antibiotik. Resistensi bakteri merupakan hal yang fatal karena jika tubuh sudah kebal dengan antibiotik, tidak banyak antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang menyerang.
Lalu salah satu penggunaan antibiotik yang tidak tepat yaitu minum antibiotik tidak dihabiskan. Setelah minum 1 atau 2 tablet dan sudah sembuh, obatnyapun dihentikan juga. Kasus ini sangat sering ditemukan.Â
Hal ini bisa mengakibatkan terjadinya resistensi bakteri karena belum tentu bakteri yang bersarang atau yang ada dalam tubuh sudah mati seluruhnya. Bakteri yang tersisa akan mengalami mutasi. Akibatnya bakteri tersebut kebal terhadap antibiotik yang diminum dan jika pasien tersebut mengalami sakit lagi maka antibiotik tidak lagi mempan. Bisa dibayangkan betapa ngerinya.
Angka kematian akibat resistensi antimikroba sampai tahun 2014 sekitar 700.00 orang per tahun. Dengan cepatnya perkembangan dan penyebaran infeksi akibat mikroorganisme resisten, pada tahun 2050 diperkirakan kematian akibat resistensi antimikroba lebih besar dibanding kematian akibat kanker.
Penting untuk diingat bahwa antibiotik bukan obat segala macam penyakit. Oleh karena itu tenaga kesehatan sangat berperan dalam edukasi penggunaan antibiotik terkhususnya bagian farmasi.
Saya pernah temui ada seseorang yang hendak membeli amoxicillin 10 box (1000 tablet) karena hendak dijual kembali. Ah sungguh sangat disayangkan. Kembali lagi bahwa tenaga kesehatan khususnya farmasi harus menjelaskan kepada mereka.
Saya berpikir bahwa jika ada yang malas menjelaskan bahkan sampai melayani pasien yang datang dengan permintaan seperti kasus diatas, mungkin perlu diingat bahwa Tuhan mengutus bekerja di ladang kesehatan untuk menyampaikan hal yang benar mengenai penggunaan obat, bukan?
Semoga informasi ini bermanfaat dan bisa di bagikan kepada sesama. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H