Kecuali buku terakhir di kepala meriam kubiarkan utuh. Itu sebagai penahan agar bahan bakarnya tidak tertumpah. Di ruas terakhir di kepala meriam dibuat lubang kecil tempat mengisi minyak tanah.
Dari lorong lobang itu akan melesat keluar suara dentum yang mengagumkan. Suaranya dihasilkan dari panas api dan minyak tanah. Kedua unsur itu akan berdesakan keluar lobang panjang bambu. Dan di ujung ekor bambu ia berkonversi menjadi suara dentum yang menggelegar. Dentuman itulah letak sensasinya.
Bunyinya akan semakin keras seiring meningkatnya suhu minyak dalam meriam. Bila makin panas makin kencang gelegar dentumnya. Untuk memanaskan minyak dalam meriam itu butuh usaha ekstra keras juga kesabaran yang sungguh ekstra. Â Â
Caranya agar minyak cepat panas maka api dalam bambu harus dibiarkan lama terperangkap. Supaya api lama terperangkap, lobang pembakaran harus ditutup dengan telapak tangan yang dibalut kain tebal.
Ketika api dalam meriam mati akan meninggalkan banyak asap. Asap itu harus dibersihkan dengan cara ditiup dari lobang pembakaran. Dan Asap yang ditiup akan terdorong keluar. Sesudah bersih dari asap, bakar lagi. Begitu seterusnya hingga menghasilkan dentuman yang diinginkan.
Aku membakar lalu menutup lobang pembakaran. Kemudian meniupnya dari lobang yang sama yang kututup tadi. Saat aku meniup untuk kesekian kalinya api menyambar mukaku. Dan: "Adaaooww." Aku mengerang kepanasan. Kurasa pipiku ditepuk dan sayup suara terdengar: "Kamu mimpi lagi, ya?" Ah, mama!
Yolis Y. A. Djami (Tilong-Kupang, NTT)
Rabu, 24 Juni 2020 (23.43 wita)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H