Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Merayakan Natal ala Kami

7 Desember 2020   08:11 Diperbarui: 7 Desember 2020   08:25 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tetapi mama memang senang membuat kue. Maka secara sukarela ia membuatnya untuk dibawa ke perayaan natal bersama. Walaupun hanya menghias pohon natal tanggung jawab keluarga kami ia menyumbang kue juga.

Pohon natal dari pohon cemara asli yang diambil bagian pucuknya. Bentuknya bagus. Lancip di bagian atas. Di bagian bawahnya lebar. Ia membentuk kerucut yang cantik sekali. Rantingnya haruslah yang kuat dan daunnya masih penuh menghijau.

Papa memanjat dan memotongnya. Kemudian dibawa ke rumah untuk dirapikan. Selanjutnya dibawa ke gereja untuk dipajang. Diletakkan di sudut tertentu yang bisa dilihat dari segala sudut. Didandani dan dihias dengan pernak-pernik natal yang berwarna-warni.

Di kampung kami masih belum ada listrik. Maka kami masih menggunakan lilin sebagai penghias sekaligus penerang. Lilin dimasukkan dalam ruas bambu sebagai alasnya. Sebagai tatakannya.

Bambu yang berisi lilin itu disangkutkan pada ranting-ranting di sekeliling pohon natal tersebut. Lilin-lilin itu akan dinyalakan pada saat bersama-sama menaikkan kidung abadi. Kidung natal yang bertajuk: "Malam Kudus."

Aku dan papa menuju hutan setelah semua persiapan beres. Papa berjalan di depan. Aku membuntutinya di belakang. Kami berjalan beriring di jalan setapak. Kami harus berhati-hati terhadap pohon-pohon kotok ayam.

Kotok ayam mempunyai duri-duri kecil yang bisa menggaruk lengan dan kaki. Akan berbaret bila digaruk garet kotok ayam. Kotok ayam tidak terlalu tinggi. Ia sejenis gulma. Tinggi pohonnya kira-kira setinggi seorang dewasa kurang lebihnya.

Sesekali kami harus merunduk menghindari duri-duri. Duri-duri di atas kepala saat kami naik atau turun bukit. Papa mengingatkanku berkali-kali agar ekstra hati-hati. Sebab selain duri juga banyak ularnya. Aku bergidik mendengar peringatan papa.

Dan benar. Hanya dengan satu kali tebas papa seekor ular hijau tergeletak tak bernyawa. Padahal baru saja beberapa langkah dari tempat aku diingatkan papa dengan berteriak: "Awas!" Ular hijau itu menggeliat menggelepar dan akhirnya mati termutilasi di depanku.

Kami juga harus mawas terhadap batu-batu cadas tajam. Batu-batu yang dapat merobek kaki kami jika ceroboh. Atau batu-besar yang menghadang di depan kami. Mereka bag penjaga istana yang berdiri kokoh bergeming di tempatnya.

Papa terus menebas semak-semak di depannya untuk membuka jalan. Agar kami bisa lalui dengan nyaman. Aku juga ikut membereskan tangkai atau rumput yang tak terselesaikan oleh papa. Aku juga menyabit sisa-sisa yang tak tersabet papa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun