Sementara kegalauan semakin mengganggu, mataku tertumbuk pada sebuah kamar kosong. Kondisinya pas dan ideal sesuai yang kucari. Aku mengetuk pintu rumah yang berada di sebelah kamar kosong itu yang ternyata adalah pemiliknya.
"Selamat siang, Dik." Sapaku pada seorang anak perempuan yang kira-kira berusia enam tahunan setelah ia membukakan pintu.
"Ada mama?" Tanyaku selanjutnya. Ia tidak bertanya apa tujuanku datang. Tiba-tiba ia berbalik arah membelakangiku dan menghilang di balik tirai pembatas ruang. Ia berlari ke dalam sambil berteriak: "Ma, ada tukang kredit." Astaga!
Darahku mengalir kencang. Mukaku serasa terbakar. Ludah pun terasa kering di kerongkongan. Seketika itu luntur keinginanku untuk bertanya lebih lanjut perihal kamar kosong tadi.
"Apakah ada Carlos?" Tanyaku sekenanya setelah ibu pemilik rumah itu berada di hadapanku.
"Maaf, nggak ada yang bernama itu. Mungkin Anda salah alamat." Sebelum ia melanjutkan kata-katanya aku langsung menyampaikan permohonan maaf. Aku berbalik dan meninggalkan tempat itu dengan langkah lunglai dan perasaan teriris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H