Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kebelet

24 Mei 2020   15:31 Diperbarui: 24 Mei 2020   15:32 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bila dalam keadaan berdiri maka dia akan menyilangkan kakinya supaya lorong pelepasannya bisa terkunci rapat. Dia akan mengunci rapat agar tak ada ekses. Selain itu, badannya seperti bergetar mengikuti irama dengan ketukan tertentu yang tidak ajeg. 

Kadang lambat, sedang, cepat atau cepat sekali tergantung situasi yang dirasa. Tangannya juga ikut repot. Kadang berkacak pinggang. Kadang memegang menopang tembok, kusen pintu, lemari, kursi atau apa saja yang ada di sekelilingnya yang dekat dengan dirinya.

Kalau akan berjalan berpindah tempat maka dia hanya mampu menarik menggeser kakinya. Tak sanggup dan tak berani dia mengangkat kaki untuk melangkah. Takut pertahanannya bocor. 

Lalu kedua tangannya akan membantu meremas bokongnya agar, lagi-lagi, pintu belakangnya tertutup rapat yang dipaksa tergembok dari luar. Aku sering terpingkal melihatnya begitu. Karena pikirku sengsara amat. Coba dia langsung ke toilet maka persoalannya selesai.

Nanti kalau sudah pembukaan tujuh baru dia ngibrit. Yang tak jarang dia ngecrit di celana. Dia akan terburu-buru kabur dengan meninggalkan jejak aroma tak sedap menyebalkan di setiap tempat yang dilewatinya hingga di dalam ruangan di mana seharusnya dia ada. Dengan demikian semua orang akan refleks menutup hidung biar tidak terserang gas yang membunuh selera dan kebebasan bernapas itu.

Suatu ketika begitu dia menghilang dari ruang tempat kami sedang berkumpul beramai-ramai dan meninggalkan jejak tak sedap, Mama menghardik.

"San!"

"Iya. Tunggu. Lagi kebelet." Balasnya dari balik pintu wese dengan suara tak leluasa yang tertekan di antara ngeden.

"Kebiasaan jelek dipiara. Kalau kebelet jangan bikin susah orang baru ke wese." Mama tersulut.

Dia kembali dengan perasaan lega setelah keluar dari wese. Mama belum lega. Mama masih panjang ngomongnya tentang kebiasaan kakak yang jelek soal kebelet. Ya, seperti mama-mama pada umumnya kalau ada yang tidak pas dan harus dibenarin. Setelah Mama berhenti bicara. Kak Santo yang gantian bicara.

"Yailah. Kebelet gitu doang dibahas panjang lebar. Ya udah. Maafin, Ma. Tapi coba tu liat di luar sono. Banyak orang kebelet yang merusak orang banyak dibiarin aja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun