Mohon tunggu...
Yoli Aprila
Yoli Aprila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syech M Djamil Djambek Bukittinggi

"Jika kau tak sanggup berlari maka berjalanlah, namun Jika kau tak sanggup berjalan maka merangkaklah Karna ap yg menjadi tujuanmu Maka capailah smpai finishnya." Belajar menCinta seni al-qur'an dan Filsafat Ig:_langitbiru_art22

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perspektif Orientalis terhadap Hadist Nabi (Sanad dan Matan)

15 Desember 2023   13:21 Diperbarui: 15 Desember 2023   13:21 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana pandangan orientalis terhadap hadist-hadist. Bagi para orientalis, hampir semua kajian tentang Islam menjadi hal yang menarik. hadis Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu sumbernya dari ajaran Islam. Para orientalis beranggapan bahwa hadits bukan merupakan penjelasan hukum atau penjabaran hukum yang terdapat di dalam Al-Qur'an, tapi hadits merupakan penguat dari hukum-hukum fiqih yang diciptakan para ulama fiqih, kemudian mereka datangkan hadits untuk memperkuat. Yoseph Schot, seorang orientalis Jerman mengemukakan pandangannya tentang hadits bahwa: Hadits itu hanyalah aturan yang dibuat buat untuk menegakkan madzhab fiqih, sebenarnya kitab-kitab hadits itu belum didapati manusia kecuali sesudah masa ulama fiqih. Penelitian ini, penulis menggunakan metode tinjauan pustaka yang dibaca penulis dari jurnal, buku-buku, dan artikel lainnya yang berkaitan dengan pembahasannya.

Pembahasan

A. Orientalis Pertama Yang Mengkaji Hadist

Dari sekian banyak bidang kajian yang menjadi perhatian para orientalis, salah satunya adalah hadist Nabi. Tentang siapa tokoh orientalis pertama yang melakukan kajian terhadap hadist Nabi. Para ahli berbeda pendapat dalam hal ini. Menurut G. H. A. Joynboll yang dikutip oleh Daniel W. Brown sarjana Barat yang pertama kali melakukan kajian terhadap adalah Alois Sprenger kemudian diikuti oleh Sir Wilian Muir dalam karyanya "Life Of Mohamet", dan mencapai puncaknya pada karya Ignaz Golziher.

Menurut M. Musthafa Azami, orientalis yang pertama kali melakukan kajian hadis adalah Ignaz Goldziher, seorang Yahudi kelahiran Hongaria. melalui karyanya berjudul: "Muhamedanische Studien" pada tahun 1980 yang berisi pandangannya tentang hadis. Pendapat ini dibantah oleh A.J. Wensinck bahwa orientalis pertama yang mengkaji hadis adalah Snouck Hurgronje yang menerbitkan bukunya: "Revre Coloniale Internationale" tahun 1886. Jika pendapat ini benar, maka karya Hurgronje terbit empat tahun lebih dahulu dari karya Goldziher. 

Pendapat lain menyatakan bahwa orientalis pertama yang mengkaji hadis adalah Alois Sprenger. Dalam pendahuluan bukunya mengenai riwayat hidup dan ajaran Nabi Muhammad, missionaris asal Jerman yang pernah lama tinggal di India ini, mengklaim bahwa hadis merupakan kumpulan anekdot (cerita-cerita bohong tapi menarik).

Terlepas dari permasalahan diatas, ternyata Goldziher telah berhasil menanamkan keraguan terhadap otentisitas hadis yang dilengkapi dengan studi-studi ilmiah yang dilakukannya, sehingga karyanya dianggap sebagai 'kitab suci' oleh para orientalis sendiri.

Kemudian Joseph Schacht melalui bukunya "The Origin of Muhammadan Juris prudence", terbit pertama kali tahun 1950, yang kemudian dianggap sebagai 'kitab suci kedua' oleh para orientalis berikutnya.

Dari pendapat orientalis diatas telah terjadi pergeseran pendapat tentang hadis. Sebagian ada yang sependapat dengan Hurgronje, Goldziher, dan Schacht, ada juga yang bertentangan dengan mereka dalam memandang Islam umumnya dan terkhusus hadist.

B. Sikap Para Orientalis Terhadap Hadist Nabi

Sikap orientalis dalam memandang hadist Nabi, dapat dibedakan menjadi tiga antara lain : Pertama, sikap netral terjadi pada awal persentuhan antara Timur dengan Barat pada masa sebelum Perang Salib. Kedua, pasca perang Salib sikap tersebut bergeser ke arah pendistorsian Islam yang dilatarbelakangi oleh sentimen keagamaan yang semakin menguat. Ketiga, sikap mulai mengapresiasi Islam yang terjadi pada perkembangan orientalisme kontemporer yang didorong oleh semangat pengembangan intelektual yang rasional. Dalam pencitraan, Nabi Muhammad di mata orientalis dapat dipandang dari dua sisi. Satu sisi, Nabi Muhammad dipandang sebagai Nabi dan Rasul yang telah membebaskan manusia dari kezaliman. Pandangan ini dikemukakan oleh antara lain De Boulavilliers dan Savary. Di sisi lain, Nabi Muhammad dipandang sebagai paganis, penganut Kristen dan Yahudi yang murtad yang akan menghancurkan ajaran Kristen dan Yahudi, intelektual pintar yang memiliki imajinasi yang kuat dan pembohong, serta seorang tukang sihir yang berpenyakit ayan. Pandangan ini dikemukakan antara lain oleh D'Herbelot, Dante Alighieri, Washington Irving, Hamilton Gibb, Goldziher, dan Joseph Schacht.

Goldziher menyatakan bahwa kebanyakan hadis yang terdapat dalam kitab-kitab koleksi hadis mengandung 'semacam keraguan ketimbang dapat dipercaya'. Ia menyimpulkan bahwa hadis-hadis itu bukan merupakan dokumen sejarah awal Islam, akan tetapi lebih merupakan refleksi dari tendensi-tendensi (kepentingan-kepentingan) yang timbul dalam masyarakat selama masa kematangan dalam perkembangan masyarakat itu.

Hal lain yang membuat dia skeptis terhadap ke otentisitasan hadis adalah fakta adanya sahabat-sahabat junior yang meriwayatkan hadis lebih banyak daripada sahabat-sahabat senior yang diasumsikan mengetahui lebih banyak karena lamanya mereka berinteraksi dengan Nabi. Dalam pandangan kebanyakan orientalis, hadis hanya merupakan hasil karya ulama dan ahli fiqh yang ingin menjadikan Islam sebagai agama yang multi dimensional. Mereka menganggap bahwa hadis tidak lebih dari sekedar ungkapan manusia atau jiblakan dari ajaran Yahudi dan Kristen. Hamilton Gibb menyatakan bahwa hadis hanya merupakan jiblakan Muhammad dan pengikutnya dari ajaran Yahuudi dan Kristen. Sementara Ignaz Goldziher dan Joseph Schatch, dua pemuka orientalis, menyatakan bahwa hadis tidak bersumber dari Nabi Muhammad, melainkan sesuatu yang lahir pada abad pertama dan kedua Hijriyah sebagai akibat dari perkembangan Islam.

Dampak negatif pandangan orientalis baik bagi ajaran Islam, umat Islam atau pun yang non Muslim, antara lain :

1.Hal ini dapat menyebabkan salah pengertian dan salah persepsi mereka terhadap Islam dan kaum muslimin.
2.Para pemerhati Islam dan juga umat Islam tidak mendapatkan informasi yang objektif dan ilmiah tentang hadis sehingga mereka 'dibodohi' secara akademik.
3.Dapat merobohkan teori-teori ilmu hadis yang dikenal dengan Mustalah al-Hadith.

4.Pendapat para orientalis tersebut dapat dijadikan dasar argumentasi oleh orang-orang yang tidak mengakui hadis (kelompok inkar sunnah) di kalangan umat Islam, meskipun minoritas.
5.Tidak hanya hadis yang terbantahkan kebenarannya, ayat-ayat al-Qur'an yang mendukung dan membuktikan kebenaran hadis Nabi juga ikut terbantah. 
6.Jika pendapat para orientalis tersebut dibenarkan dan diikuti oleh umat Islam, maka mereka akan meninggalkan hadis nabi sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur'an dan keberagamaan mereka akan keluar dari ajaran Islam yang sebenarnya.

C. Pandangan Orientalis Tentang Sanad dan Matan Hadist

Henry Lammens, seorang misionaris asal Belgia, dan Leoni Caetani, misionaris Italia, menyatakan bahwa isnad muncul jauh setelah matan hadis ada dan merupakan fenomena internal dalam perkembangan Islam. Joseph Horovits berspekulasi bahwa sistem periwayatan hadis secara berantai (isnad) baru diperkenalkan dan diterapkan pada akhir abad pertama Hijriyah. Selanjutnya, orientalis Jerman berdarah Yahudi ini menyatakan bahwa besar kemungkinan praktik isnad berasal dari dan dipengaruhi oleh tradisi lisan sebagaimana dikenal dalam literatur Yahudi.

Joseph Schacht dalam The Origins of Muhammadan Jurisprudence, berpendapat bahwa bagian terbesar dari sanad hadis adalah palsu. Menurutnya, semua orang mengetahui bahwa sanad pada mulanya muncul dalam bentuk yang sangat sederhana, kemudian mencapai tingkat kesempurnaannya pada paruh kedua abad ketiga Hijriyah. Dia menyatakan bahwa sanad merupakan hasil rekayasa para ulama abad kedua Hijriyah dalam menyandarkan sebuah hadis kepada tokoh-tokoh terdahulu hingga akhirnya sampai kepada nabi untuk mencari legitimasi yang kuat terhadap hadis tersebut.

Berawal dari pemahaman Schacht terhadap perkembangan hadis sejalan dengan perkembangan hukum Islam. Menurutnya, hukum Islam baru dikenal sejak pengangkatan para qadi pada masa Dinasti Umayyah. Sekitar akhir abad pertama Hijriyah, pengangkatan para qadi ditujukan kepada para fuqaha'.

Pokok pikiran para ahli hadis ini adalah bahwa hadis-hadis yang disertai dengan sanad yang mereka sandarkan kepada tokoh-tokoh sebelum mereka hingga akhirnya juga bermuara kepada nabi. Proses penyandaran ke belakang seperti inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Projecting Back (proyeksi ke belakang). Berdasar pemahaman seperti inilah, maka Schacht berkesimpulan bahwa baik kelompok fiqh klasik maupun kelompok ahli hadis sama-sama memalsukan hadis, oleh karenanya tidak ada hadis yang benar-benar berasal dari Nabi tetapi merupakan produk yang lahir dari persaingan antara para ulama.

Menurut Azami, teori ini dapat dijawab bahwa fiqh sudah berkembang sejak masa Nabi. Sebab, fiqh merupakan produk ijtihad para mujtahid, sementara sahabat pada masa mereka, bahkan pada masa Nabi telah melakukan ijtihad ini. Oleh karena itu, sulit untuk diterima tuduhan Schacht bahwa fiqh baru berkembang saat pengangkatan qadi pada masa Dinasti Umayah. Lebih lanjut, untuk mengklarifikasi teori tersebut, Azami melakukan penelitian khusus tentang hadis-hadis nabi yang terdapat dalam naskah-naskah klasik.

Tuduhan orientalis bahwa sanad dan matan hadis merupakan rekayasa umat Islam pada abad pertama, kedua, dan ketiga Hijriyah, oleh Azami dibantah sebagai berikut. 

Pertama, kenyataan sejarah membuktikan bahwa permulaan pemakaian sanad adalah sejak masa nabi, seperti anjurannya kepada para sahabat yang menghadiri majlis nabi untuk menyampaikan hadis kepada yang tidak hadir. 

Kedua, mayoritas pemalsuan hadis terjadi pada tahun keempat puluh tahun Hijriyah yang dipicu oleh persoalan politik, karena di antara umat Islam saat itu ada yang lemah keimanannya sehingga membuat hadis untuk kepentingan faksi politik atau golongan mereka. 

Ketiga, objek penelitian para orientalis di bidang sanad tidak dapat diterima karena yang mereka teliti bukan kitab-kitab hadis melainkan kitab-kitab fiqh dan sirah.

 Keempat, teori Projecting Back (al-qadhf al-khalf) yang dijadikan dasar argumentasi beserta contoh-contoh hadis yang dijadikan sampel, karenanya menjadi gugur dengan banyaknya jalan periwayatan suatu hadis. 

Kelima, tidak pernah terjadi perkembangan dan perbaikan terhadap sanad seperti membuat marfu' hadis yang mawquf atau menjadikan muttasil hadis yang mursal. Demikian pula, tuduhan bahwa sanad hanya dipakai untuk menguatkan suatu pendapat atau suatu madzhab merupakan tuduhan yang tidak mempunyai bukti dan melawan realitas sejarah. 

Keenam, penelitian dan kritik ulama hadis atas sanad dan matan hadis, dengan segala kemampuan mereka, dilakukan atas dasar keikhlasan dan tanpa tendensi duniawi.

orientalis yang melakukan kritik hadis dari segi matan adalah Ignaz Goldziher dan A.J. Wensinck. Keduanya menganggap lemah metode kritik sanad yang dipakai para ulama sehingga produk yang dihasilkannya otomatis tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Goldziher meyangsikan seluruh matan dan menilainya sebagai buatan ulama ahli hadis dan ulama ahli ra'yi. Goldziher mencontohkan sebuah hadis yang artinya : (Janganlah melakukan perjalanan kecuali pada tiga masjid). Tuduhan Ignaz Goldziher tentang pemalsuan al-Zuhri tehadap hadis di atas dibantah oleh Azami. Menurutnya, tidak ada bukti historis yang memperkuat tuduhan tersebut, karena pada satu sisi hadis tersebut diriwayatkan dengan 19 sanad termasuk al-Zuhri.

Pandangan Wensinck ini sejalan dengan keterangan-keterangan para orientalis di atas yang bermuara pada pandangan bahwa matan itu bukanlah ucapan nabi, melainkan ucapan para ulama yang kemudian disandarkan pada Nabi. Wensinck menuduh matan hadis tentang akidah dan syari'ah sebagai hadis palsu. Misalnya, hadis yang diriwayatkan dari Ibn 'Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya (Islam didirikan atas lima rukun; mengucapkan kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah.

Menurutnya, hadis yang berisi syahadat ini merupakan buatan sahabat, bukan perkatan nabi, karena nabi tidak pernah mewajibkan melafalkan dua kalimat syahadat bagi orang yang baru masuk Islam, baru ketika kaum muslimin berdebat dengan orang-orang Kristen di Syam, mereka mendapatkan pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan dua kalimat tersebut.

Tuduhan A.J. Wensinck tentang kepalsuan hadis mengenai syahadat sebagai salah satu rukun Islam di atas, menurut Azami terlalu mengada-ada, karena Wensinck tahu persis bahwa dua kalimat syahadat menjadi bagian dari shalat yang dilakukan berjamaah oleh umat Islam semenjak masa nabi di samping shalat-shalat sunnah, dan kalimat tersebut termasuk dalam adzan yang dikumandangkan sejak masa nabi Mereka beranggapan bahwa sanad dan sekaligus matan yang ada dalam kitab-kitab hadis adalah buatan ulama dan umat Islam pada abad kedua dan ketiga Hijriyah.

Untuk mendukung keyakinan tersebut, mereka mencari-cari argumentasi sehingga sanad dan otomatis matan dipahami sebagai hasil rekayasa oleh para ulama, demikian pula matan merupakan perkataan mereka jika penolakan terhadap keberadaan sanad dan matan hadis oleh para orientalis itu diterima, maka hal ini dapat berakibat pada : 


a. Hadis-hadis nabi tidak dapat diakui kebenarannya berasal dari nabi karena semuanya palsu,

 
b. Teori-teori ilmu hadis tidak dapat digunakan untuk menyeleksi keabsahan suatu hadis, dan

 
c. Menuduh bahwa para ulama dan periwayat hadis sebagai para pendusta yang sengaja membuat sanad untuk pernyataan-pernyataan yang kemudian disandarkan pada Nabi.

Jadi, pandangan negatif para orientalis ini terhadap hadist nabi sangat berdampak negatif bagi umat islam maupun non Islam sekalipun. Para orientalis berusaha untuk menghancurkan umat Islam dengan mengada-adakan sebuah argumen yang negatif dan memperpuruk keadaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun