Tuduhan orientalis bahwa sanad dan matan hadis merupakan rekayasa umat Islam pada abad pertama, kedua, dan ketiga Hijriyah, oleh Azami dibantah sebagai berikut.Â
Pertama, kenyataan sejarah membuktikan bahwa permulaan pemakaian sanad adalah sejak masa nabi, seperti anjurannya kepada para sahabat yang menghadiri majlis nabi untuk menyampaikan hadis kepada yang tidak hadir.Â
Kedua, mayoritas pemalsuan hadis terjadi pada tahun keempat puluh tahun Hijriyah yang dipicu oleh persoalan politik, karena di antara umat Islam saat itu ada yang lemah keimanannya sehingga membuat hadis untuk kepentingan faksi politik atau golongan mereka.Â
Ketiga, objek penelitian para orientalis di bidang sanad tidak dapat diterima karena yang mereka teliti bukan kitab-kitab hadis melainkan kitab-kitab fiqh dan sirah.
 Keempat, teori Projecting Back (al-qadhf al-khalf) yang dijadikan dasar argumentasi beserta contoh-contoh hadis yang dijadikan sampel, karenanya menjadi gugur dengan banyaknya jalan periwayatan suatu hadis.Â
Kelima, tidak pernah terjadi perkembangan dan perbaikan terhadap sanad seperti membuat marfu'Â hadis yang mawquf atau menjadikan muttasil hadis yang mursal. Demikian pula, tuduhan bahwa sanad hanya dipakai untuk menguatkan suatu pendapat atau suatu madzhab merupakan tuduhan yang tidak mempunyai bukti dan melawan realitas sejarah.Â
Keenam, penelitian dan kritik ulama hadis atas sanad dan matan hadis, dengan segala kemampuan mereka, dilakukan atas dasar keikhlasan dan tanpa tendensi duniawi.
orientalis yang melakukan kritik hadis dari segi matan adalah Ignaz Goldziher dan A.J. Wensinck. Keduanya menganggap lemah metode kritik sanad yang dipakai para ulama sehingga produk yang dihasilkannya otomatis tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Goldziher meyangsikan seluruh matan dan menilainya sebagai buatan ulama ahli hadis dan ulama ahli ra'yi. Goldziher mencontohkan sebuah hadis yang artinya :Â (Janganlah melakukan perjalanan kecuali pada tiga masjid). Tuduhan Ignaz Goldziher tentang pemalsuan al-Zuhri tehadap hadis di atas dibantah oleh Azami. Menurutnya, tidak ada bukti historis yang memperkuat tuduhan tersebut, karena pada satu sisi hadis tersebut diriwayatkan dengan 19 sanad termasuk al-Zuhri.
Pandangan Wensinck ini sejalan dengan keterangan-keterangan para orientalis di atas yang bermuara pada pandangan bahwa matan itu bukanlah ucapan nabi, melainkan ucapan para ulama yang kemudian disandarkan pada Nabi. Wensinck menuduh matan hadis tentang akidah dan syari'ah sebagai hadis palsu. Misalnya, hadis yang diriwayatkan dari Ibn 'Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya (Islam didirikan atas lima rukun; mengucapkan kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah.
Menurutnya, hadis yang berisi syahadat ini merupakan buatan sahabat, bukan perkatan nabi, karena nabi tidak pernah mewajibkan melafalkan dua kalimat syahadat bagi orang yang baru masuk Islam, baru ketika kaum muslimin berdebat dengan orang-orang Kristen di Syam, mereka mendapatkan pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan dua kalimat tersebut.
Tuduhan A.J. Wensinck tentang kepalsuan hadis mengenai syahadat sebagai salah satu rukun Islam di atas, menurut Azami terlalu mengada-ada, karena Wensinck tahu persis bahwa dua kalimat syahadat menjadi bagian dari shalat yang dilakukan berjamaah oleh umat Islam semenjak masa nabi di samping shalat-shalat sunnah, dan kalimat tersebut termasuk dalam adzan yang dikumandangkan sejak masa nabi Mereka beranggapan bahwa sanad dan sekaligus matan yang ada dalam kitab-kitab hadis adalah buatan ulama dan umat Islam pada abad kedua dan ketiga Hijriyah.