Mohon tunggu...
Humaniora

Tidak Ada "Pribumi" di Indonesia

24 April 2017   22:27 Diperbarui: 25 April 2017   08:00 1172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mana di dalamnya terdapat masayarakat yang sangat majemuk. Suku, ras, serta agama dari masyarakatpun juga sangat beragam. Hal inilah yang sering diajarkan sejak saat kita sekolah dasar bahwa Indonesia merupakan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda namun tetap satu jua. Hal ini mengandung arti bahwa Indonesia memiliki masyarakat yang sangat beragam namun kita tetaplah satu Indonesia.

Namun, nampaknya makna “Bhineka Tunggal Ika” yang kita ketahui tersebut kini mulai memudar. Kerap kali kita mendengar adanya masalah yang timbul akibat dari masyarakat yang mempermasalahkan masalah yang sepele yaitu tentang “pribumi” dan “non pribumi”. Bahkan akhir-akhir ini masalah mengenai pandangan “pribumi dan non pribumi” tersebut menjadi semakin memanas dan parah. Padahal pandangan tentang hal ini dapat merusak persatuan serta kesatuan Indonesia. Hal ini dapat berujung pada perpecahan dan perseteruan antar etnis di Indonesia.

Konsep dari pribumi dan non pribumi itu sendiri memiliki arti pemisahan antara penduduk asli Inonesia dan pendatang. Konsep ini sendiri sebenarnya merupakan peninggalan dari masa kolonial Belanda. Walaupun Indonesia sudah lama merdeka, namun peninggalan Belanda berupa konsep pribumi masih sangat menempel pada masyarakat Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pribumi sendiri memiliki arti penghuni asli yang berasal dari tempat yang bersangkutan.

 Sedangkan non pribumi adalah yang bukan pribumi atau yang bukan penduduk suatu negara. Jika ditanya siapakah penduduk pribumi Indonesia, mayoritas masyarakat awam memiliki pandangan bahwa suku Jawa, Bali, Papua, Dayak, Batak dan lainnya yang kita pelajari saat masih Sekolah Dasar merupakan penduduk pribumi atau penduduk asli Indonesia. Sedangkan orang-orang keturunan Tionghoa, Arab, India yang juga cukup banyak kita temui di Indonesia kerap kali dianggap sebagai orang asing atau non pribumi. Hal ini tentu dapat menimbulkan kecemburuan sosial.

Pandangan yang menganggap bahwa masyarakat Indonesia yang merupakan keturunan Tionghoa, Arab, india dan lainnya merupakan “orang asing” tidaklah benar. Hal ini karena walaupun mereka keturunan negara lain akan tetapi mereka lahir di Indonesia. Tidak hanya lahir di Indonesia, bahkan mereka juga tinggal dan besar di Indonesia. Selain itu mereka memegang budaya Indonesia dan juga menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-harinya. Jika kita lihat dalam KTP bahwa mereka diakui sebagai Warga Negara Indonesia dan bukanlah Warga Negara Asing. Anggapan sepele tentang konsep pribumi ini tentu dapat menimbulkan diskriminasi serta masalah berkepanjangan.

Kasus yang akhir-akhir ini marak diperbincangkan adalah mengenai Gubernur DKI Jakarta. Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal sebagai Ahok merupakan Gurbernur DKI Jakarta yang memiliki etnis Tionghoa. Walaupun begitu, Ahok merupakan Warga Negara Indonesia yang selama masa jabatannya memberikan banyak kemajuan pada DKI Jakarta. Namun, hanya karena ia etnis Tionghoa dan beragama kristen yang merupakan minoritas di Indonesia, banyak yang tak mendukungnya untuk menjadi gubernur kembali

Diperparah dengan kasus dugaan penistaan agama yang menyandungnya, semakin banyak yang mengecam serta menghina Ahok. Bahkan tak hanya DKI Jakarta yang dibuat heboh, beberapa daerah lain juga ricuh dengan ikut melakukan demo meminta agar Ahok dipenjara. Tak hanya sampai disitu, warga muslim yang tetap mendukung Ahok juga menjadi korban karena dikatakan sebagai orang yang kafir jika memilih Ahok. Hal ini membuat keadaan Indonesia yang tentram menjadi bersitegang antar etnis dan agama.

Dalam wawancara yang dilakukan oleh Ibu Herawati Sudoyo selaku Deputi Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekuler Eijkaman dengan Tempo Media, pribumi sendiri merupakan orang yang sudah menetap dala suatu kawasan sejak lama. Masyarakat yang saat ini hidup dan tinggal di Indonesia sebenarnya berasal dari beberapa sumber migrasi. Sehingga sebenarnya tidak ada yang merupakan orang asli Indonesia. Kita semua merupakan keturunan dari warga pendatang.

Manusia modern masuk ke Indonesia pada zaman Pleistosen. Pada saat itu terdapat dua golongan pendatang. Yang pertama yaitu golongan Melanesia yang datang ke Indonesia sekitar 50.000 tahun yang lalu. Mayoritas golongan Melanesia ini berasal dari Afrika. Selain Melanesia, datang juga golongan lain yaitu golongan Austronesia. Setelah itu sekitar 16.000 hingga 35.000 tahun yang lalu, terdapat migrasi dari Indocina yang dilakukan melalui jalur darat. Sekiar 4000 tahun yang lalu orang Austronesia dari Formosa melakukan migrasi ke Indonesia lebih tepatnya menuju bagian Timur dan Barat Nusantara. Hal itu tersu berkembang hingga akhirnya muncul berbagai suku serta setiap suku memiliki kebudayaan masing-masing yang kita kenal seperti saat ini.

Setelah setiap migrasi yang dilakukan ke nusantara berkembang menjadi berbagai suku, secara beruntun warga India, Tionghoa, dan Arab mulai berdatangan ke Indonesia. Kebanyakan kedatangan mereka adalah untuk berdagang. Sekitar abad ke 3 warga India melakukan perdagangan dengan masyarakat Indonesia melalui perdagangan rempah-rempah dan beberapa logam. Selain menjalin hubungan untuk berdagang, ternyata kebudayaan India berupa kepercayaan Hindu serta Budha mulai masuk ke Indonesia. Banyak dari masyarakat Indonesia yang akhirnya memeluk agama Hindu-Budha yang dibawa oleh para pedagang dari India ini. Selain perpengaruh pada kepercayaan, peninggalan Hindu-Budha juga dapat dilihat dari berbagai candi yang dibangun dengan corak Hindu maupun Budha, adanya pura, serta peninggalan kerajaan-kerajaan.

Selanjutnya warga nusantara menjalin hubungan dengan warga Tionghoa khususnya Dinasti Tiongkok dari daerah selatan. Pada abad ke 15 Laksamana Cheng Ho mendarat di Indonesia dengan tujuan untuk menjalin persahabatan dengan Nusantara. Disamping itu Laksamana Cheng Ho juga melakukan perdaganan dan alih teknologi. Selain itu kedatangannya juga memiliki tujuan untuk penyebaran islam di Nusantara.

Perlahan bangsa Arab juga mulai menjalin kerjasama dengan Nusantara. Kerja sama yang dilakukan lebih kepada kerjasama di bidang perdagangan. Namun secara tidak langsung kedatangan bangsa Arab ini jug ikut andil dalam penyebaran kebudayaan islam. Sehingga warga yang awalnya menganut kepercayaan Hindu-Budha secara berangsur mulai menganut agama islam. Akibat dari hubungan yang dilakukan oleh warga dengan berbagai bangsa dari negara lain ini akhirnya banyak pernikahan campuran. Sehingga leluhur kita kemungkinan tercampur oleh darah dari gen satu sama lain. Hal ini berarti kita sendiri bukanlah orang asli Indonesia.

Warga nusatara dan warga pendatang serta campuran awalnya hidup secara damai dan berdampingan di Indonesia. Namun saat kolonialisme terjadi di Indonesia, Belanda yang merupakan orang Eropa memberlakukan penggolongan setiap orang berdasarkan dari asal etnisnya. Pada saat itu mereka membagi masyarakat menjadi 3 golongan. Golongan paling atas ditempati oleh orang Eropa, mereka menapatkan banyak penghormatan serta hidup yang terjamin. Warga Arab, India, dan tionghoa diletakkan pada golongan tengah. Sedangkan penduduk Indonesia sendiri diletakkan pada golongan paling bawah dan pemerintah kolonial menyebutnya dengan sebutan “Pribumi”.

Saat ada penggolongan seperti itu kehidupan masyarakat “Pribumi” sangatlah menderita karena tidak dilindungi hak-haknya. Bahkan tak jarang mereka mendapatkan perlakuan tak adil serta ditindas oleh golongan atas karena status warga “Pribumi” berada di golongan terbawah. Disisi lain masyarakat yang merupakan keturunan hasil dari perkawinan campuran juga menjadi tak jelas statusnya. Hal ini dikarenakan mereka tak masuk pada golongan manapun. Penggolongan yang Belanda melakukan hal ini bertujuan untuk memecah serta melemahkan persatuan masyarakat Nusantara agar dapat terus berkuasa dan menjajah Indonesia.

Setelah dijajah selama ribuan tahun, muncul beberapa tokoh yang ingin memperjuangkan masyarakat Indonesia dan masyarakat berdarah campuran agar semua diakui sebagai warga Indonesia tanpa adanya pengecualian. Hal ini mulai muncul saat menjelang masa kemerdekaan dari beberapa tokoh seperti Tjiptomangunkusumo, Soekarno, dan Amir Syarifudin. Mereka ingin memperjuangkan hak orang-orang yang selama ini tidak dianggap sebagai orang Indonesia namun dengan catatan mereka sudah menetap, berbudaya, dan berbahasa Indonesia.

Setelah kemerdekaan istilah “Pribumi” telah hilang. Semua dapat kembali hiduo berdamoingan dengan damai. Namun hal ini tidak bertahan lama. Pada saat rezim orde baru berkuasa, kembali uncul penggolongan antara “Pribumi dan Non Pribumi”. Dan pada saat itu warga yang dianggap Non Pribumi karena berbudaya campuran sesuai dengan etnisnya mendapat perlakuan yang tak adil. Bahkan pada saat itu warga berdarah campuran khususnya keturunan Tionghoa harus mengganti namanya menjadi nama Pribumi.

Pada masa orde baru, aktivitas warga keturunan Tionghoa sangat dibatasi. Mereka diharuskan merubah namanya agar menjadi lebih Indonesia. Mereka juga tidak diperbolehkan memajang atribut khas mandarin. Bahkan untuk aktivitas keagamaan mereka juga sangat dibatasi. Mereka tidak bisa melakukan aktivitas keagamaan diluar dan hanya bisadilakukan dirumah saja. 

Mereka juga tidak boleh terlibat dalam hal kenegaraan.. Pada masa orde baru, warga etnis Tionghoa dijadikan sebagai warga kelas dua yang memiliki status lebih rendah dibandingkan dengan warga “Pribumi”. Namun setelah orde baru berakhir, konsep “Pribumi” ini dihapuskan oleh Gus Dur yang pada saat itu menjadi Presiden Indonesia dengan cara mencabut peraturan pemerintah yang menyudutkan warga etnis Tionghoa seperti pelarangan warga etnis Tionghoa melakukan perdagangan di pedesaan dan pelarangan menunjukkan aktivitas keagamaan di muka umum. Selain itu Gus Dur juga mengeluarkan kebijakan pluralitas.

Sekarang tidaklah penting meributkan soal status “Pribumi dan Non Pribumi” dari seseorang. Setiap orang di Indonesia memiliki perbedaan satu sama lain. Semua orang yang tinggal, berbahasa, serta berbudaya Indonesia merupakan Warga Negara Indonesia. Tak perduli dari etnis apapun asalnya, jika memang dari lahir sudah berdara di Indonesia dan hidup di Indonesia dia tetaplah Warga Negara Indonesia. Tidak ada istilah “Pribumi dan Non Pribumi” karena jika ditelusuri lebih lanjut sebenarnya tidak ada satupun dari kita yang merupakan penghuni asli Indonesia. Darah kita sudah bercampur antar etnis. Bahkan bisa dikatakan kita semua adalah pendatang di Indonesia sehingga tidak ada yang namanya “Pribumi”.

Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang sangat beragam. Keberagaman tersebut mencipatakan perbedaan dan perbedaan itulah yang menjadikan Indonesia unik. Perbedaan tersebut yang membuat hidup menjadi lebih indah. Indonesia dibangun dan besar karena adanya perbedaan bukan karena persamaan.  Pahlawan yang membela Indonesia juga berasal dari berbagai daerah, suku, ras serta agama dan bersatu untuk melawan para penjajah. Di dalam diri kita semua, kita tetaplah Indonesia tanpa terkecuali. Indonesia bukan hanya milik satu golongan saja. Indonesia adalah milik kita bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun