Mohon tunggu...
Humaniora

Tidak Ada "Pribumi" di Indonesia

24 April 2017   22:27 Diperbarui: 25 April 2017   08:00 1172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perlahan bangsa Arab juga mulai menjalin kerjasama dengan Nusantara. Kerja sama yang dilakukan lebih kepada kerjasama di bidang perdagangan. Namun secara tidak langsung kedatangan bangsa Arab ini jug ikut andil dalam penyebaran kebudayaan islam. Sehingga warga yang awalnya menganut kepercayaan Hindu-Budha secara berangsur mulai menganut agama islam. Akibat dari hubungan yang dilakukan oleh warga dengan berbagai bangsa dari negara lain ini akhirnya banyak pernikahan campuran. Sehingga leluhur kita kemungkinan tercampur oleh darah dari gen satu sama lain. Hal ini berarti kita sendiri bukanlah orang asli Indonesia.

Warga nusatara dan warga pendatang serta campuran awalnya hidup secara damai dan berdampingan di Indonesia. Namun saat kolonialisme terjadi di Indonesia, Belanda yang merupakan orang Eropa memberlakukan penggolongan setiap orang berdasarkan dari asal etnisnya. Pada saat itu mereka membagi masyarakat menjadi 3 golongan. Golongan paling atas ditempati oleh orang Eropa, mereka menapatkan banyak penghormatan serta hidup yang terjamin. Warga Arab, India, dan tionghoa diletakkan pada golongan tengah. Sedangkan penduduk Indonesia sendiri diletakkan pada golongan paling bawah dan pemerintah kolonial menyebutnya dengan sebutan “Pribumi”.

Saat ada penggolongan seperti itu kehidupan masyarakat “Pribumi” sangatlah menderita karena tidak dilindungi hak-haknya. Bahkan tak jarang mereka mendapatkan perlakuan tak adil serta ditindas oleh golongan atas karena status warga “Pribumi” berada di golongan terbawah. Disisi lain masyarakat yang merupakan keturunan hasil dari perkawinan campuran juga menjadi tak jelas statusnya. Hal ini dikarenakan mereka tak masuk pada golongan manapun. Penggolongan yang Belanda melakukan hal ini bertujuan untuk memecah serta melemahkan persatuan masyarakat Nusantara agar dapat terus berkuasa dan menjajah Indonesia.

Setelah dijajah selama ribuan tahun, muncul beberapa tokoh yang ingin memperjuangkan masyarakat Indonesia dan masyarakat berdarah campuran agar semua diakui sebagai warga Indonesia tanpa adanya pengecualian. Hal ini mulai muncul saat menjelang masa kemerdekaan dari beberapa tokoh seperti Tjiptomangunkusumo, Soekarno, dan Amir Syarifudin. Mereka ingin memperjuangkan hak orang-orang yang selama ini tidak dianggap sebagai orang Indonesia namun dengan catatan mereka sudah menetap, berbudaya, dan berbahasa Indonesia.

Setelah kemerdekaan istilah “Pribumi” telah hilang. Semua dapat kembali hiduo berdamoingan dengan damai. Namun hal ini tidak bertahan lama. Pada saat rezim orde baru berkuasa, kembali uncul penggolongan antara “Pribumi dan Non Pribumi”. Dan pada saat itu warga yang dianggap Non Pribumi karena berbudaya campuran sesuai dengan etnisnya mendapat perlakuan yang tak adil. Bahkan pada saat itu warga berdarah campuran khususnya keturunan Tionghoa harus mengganti namanya menjadi nama Pribumi.

Pada masa orde baru, aktivitas warga keturunan Tionghoa sangat dibatasi. Mereka diharuskan merubah namanya agar menjadi lebih Indonesia. Mereka juga tidak diperbolehkan memajang atribut khas mandarin. Bahkan untuk aktivitas keagamaan mereka juga sangat dibatasi. Mereka tidak bisa melakukan aktivitas keagamaan diluar dan hanya bisadilakukan dirumah saja. 

Mereka juga tidak boleh terlibat dalam hal kenegaraan.. Pada masa orde baru, warga etnis Tionghoa dijadikan sebagai warga kelas dua yang memiliki status lebih rendah dibandingkan dengan warga “Pribumi”. Namun setelah orde baru berakhir, konsep “Pribumi” ini dihapuskan oleh Gus Dur yang pada saat itu menjadi Presiden Indonesia dengan cara mencabut peraturan pemerintah yang menyudutkan warga etnis Tionghoa seperti pelarangan warga etnis Tionghoa melakukan perdagangan di pedesaan dan pelarangan menunjukkan aktivitas keagamaan di muka umum. Selain itu Gus Dur juga mengeluarkan kebijakan pluralitas.

Sekarang tidaklah penting meributkan soal status “Pribumi dan Non Pribumi” dari seseorang. Setiap orang di Indonesia memiliki perbedaan satu sama lain. Semua orang yang tinggal, berbahasa, serta berbudaya Indonesia merupakan Warga Negara Indonesia. Tak perduli dari etnis apapun asalnya, jika memang dari lahir sudah berdara di Indonesia dan hidup di Indonesia dia tetaplah Warga Negara Indonesia. Tidak ada istilah “Pribumi dan Non Pribumi” karena jika ditelusuri lebih lanjut sebenarnya tidak ada satupun dari kita yang merupakan penghuni asli Indonesia. Darah kita sudah bercampur antar etnis. Bahkan bisa dikatakan kita semua adalah pendatang di Indonesia sehingga tidak ada yang namanya “Pribumi”.

Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang sangat beragam. Keberagaman tersebut mencipatakan perbedaan dan perbedaan itulah yang menjadikan Indonesia unik. Perbedaan tersebut yang membuat hidup menjadi lebih indah. Indonesia dibangun dan besar karena adanya perbedaan bukan karena persamaan.  Pahlawan yang membela Indonesia juga berasal dari berbagai daerah, suku, ras serta agama dan bersatu untuk melawan para penjajah. Di dalam diri kita semua, kita tetaplah Indonesia tanpa terkecuali. Indonesia bukan hanya milik satu golongan saja. Indonesia adalah milik kita bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun