"Loh tidak apa-apa, ini buat makan di rumah."Â
Namanya Fakih, dia bercerita singkat mengenai kehidupannya. Semenjak usianya menginjak enam tahun, Fakih sudah menjadi pedagang asongan. Tempat tinggalnya pun tidak menetap, ia dan keluarganya akan membangun rumah kecil yang beralaskan kardus bekas di tanah kosong, sampai pemiliknya menegur, bahkan sampai kena gusur.Â
Mereka menghabiskan hampir 30 menit untuk bercerita. Nadifah mengusap pelan punggung Fakih. Anak seusianya harus banting tulang untuk bertahan hidup. Ia tidak mendapatkan pendidikan formal sedikit pun, artinya dia belum bisa baca tulis. Â Â
"Kak Difa punya les bimbel, Fakih mau ikut? tawarnya dengan lekungan kecil yang tercipta di bibirnya.Â
"Mau banget Kak, tapi Fakih harus jualan. Bagaimana cara bagi waktunya Kak?" tanya Fakih,Â
"Tidak apa-apa, Fakih datang setelah jualan yaa. Sekarang ikut Kak Difa pulang, biar tahu tempat belajarnya di mana." ucap Nadifah sembari menarik pelan tangan Fakih, lalu menautkan ke jari-jarinya.Â
Bangunan yang didominasi warna hijau tosca kini terpampang megah di hadapannya, "Kak Difa orang kaya ya? Rumahnya besar banget." pertanyaan yang pertama kali Fakih ucapkan kala melihat bangunan megah itu.Â
"Ini Asrama, tempat tinggalnya Kak Difa sejak kecil. Fakih masuk dulu yuk, Kak Difa punya hadiah buat Fakih." Senyum manisnya berhasil tercipta, lesung pipi menambah kesan manis saat Fakih tersenyum. Â
 Diambilnya beberapa potong baju yang sekiranya layak pakai, Nadifa segera melangkahkan kakinya keluar kamar untuk menemui Fakih. Tangannya mengulurkan sebuah tas kecil yang berisi beberapa potong baju dan alat tulis.Â
Detik jarum jam berdetak semakin cepat, waktu sudah jatuh di angka setengah dua dini hari. Tak terdengar pula suara rintihan tangis yang semula ia keluarkan. Hanya ada detik jarum jam dan derik binatang malam. Jendela kamarnya dibiarkan terbuka, udara dingin perlahan menyusup ke kamar, mengenai tubuh gadis itu perlahan. Ditariknya selimut sampai menutupi sekujur tubuhnya.Â
Menggulung diri dalam selimut, serta dihantui pertanyaan-pertanyaan yang terus melayang. Akankah esok dia akan mendapatkan pekerjaan? Apakah impiannya bisa terwujud? Entah sudah ke berapa kali pertanyaan itu muncul. Â