Mohon tunggu...
yolaagne
yolaagne Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa Jurnalistik

sorak-sorai isi kepala

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Krisis APD: Petaka Berganda

26 Mei 2020   19:50 Diperbarui: 26 Mei 2020   19:51 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis APD menyebabkan petaka berganda: pertama, menghambat penanganan pasien dan kedua, membahayakan tenaga medis.

Penularan covid di Indonesia semakin hari semakin masif. Garis kurva pasien positif masih menanjak, tetapi garis kurva pasien sembuh juga semakin naik melampaui jumlah pasien yang meninggal. Hingga artikel ini ditulis jumlah pasien meninggal 1.391 jiwa dan pasien sembuh 5.642 orang. 

Meskipun perbandingan angka ini cukup membuat masyarakat dapat bernafas lega, namun kewaspadaan tetap harus ada. Tiap daerah masih menunjukan peningkatan jumlah pasien positif. Akibat peningkatan jumlah pasien positif yang progresif, rumah sakit daerah kewalahan merawat pasien Covid-19.

Kota-kota besar yang mempunyai beberapa rumah sakit dengan standar operasional yang baik turut pontang-panting menampung pasien. Keadaan sulit menjadi berlipat ganda di kota-kota kecil seperti Kota Ambon. 

Di Kota Ambon hanya ada empat rumah sakit rujukan untuk menangani pasien Covid-19 yaitu: RSUD Haulussy, RS TNI AD Dr Latumeten Ambon, RS TNI AL FX Suhardjo Ambon, dan RS Bhayangkara Ambon.

Dari keempat rumah sakit tersebut, hanya satu yang menjadi rujukan utama pasien Covid-19 di Maluku, yaitu RSUD Haulussy. Padahal Kota Ambon memiliki jumlah penduduk 376.152 jiwa (Tribunnews.com). 

Dikarenakan kurangnya kamar isolasi untuk menampung pasien berstatus positif Covid-19, rumah sakit TNI AD Dr. Latumeten sampai harus menampung dua pasien Covid-19 dalam satu ruang isolasi. Penempatan dua orang dalam satu kamar tidak dilakukan secara permanen, melainkan menyesuaikan banyak pasien positif yang terdaftar.

Salah satu pasien positif di rumah sakit TNI AD Dr Latumeten mengaku beberapa kali sempat menempati satu kamar yang diisi dua orang dengan kamar mandi yang dipakai secara bergantian. 

Penggunaan ruangan secara bersama dapat menyulitkan dalam proses penyembuhan karena pasien yang sudah sembuh dapat tertular oleh rekan kamarnya lagi. Ia juga mengeluhkan kebersihan kamar yang kurang terjaga sebab hanya lorong kamar yang dibersihkan.

Jika melihat kondisi Kota Ambon yang sudah kewalahan dengan pasien positif, maka pemerintah perlu melakukan kebijakan khusus pada pasien suspek Covid-19. Pasien dengan status ODP, PDP, dan OTG yang tidak menunjukkan gejala serius dapat dianjurkan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. 

Saat ini terdapat 17 pasien PDP, dan 52 ODP di Kota Ambon. Pemerintah sebaiknya memberikan sosialisasi isolasi mandiri yang ideal kepada pasien-pasien dengan katagori tersebut, guna mengurangi jumlah pasien yang harus dirawat di rumah sakit.

Sosialisasi seperti ini perlu gencar dilakukan di ruang-ruang publik. Tidak terbatas pada himbauan memakai masker dan jaga jarak saja. Agar masyarakat yang memiliki gejala ringan dapat mengisolasi diri di rumah seraya meningkatkan imun tubuh agar dapat melawan virus tanpa perlu menjalani rawat inap di rumah sakit.

Untuk kota kecil seperti Ambon, bukan hanya masalah kurangnya ruang rawat pasien di rumah sakit yang menjadi kendala penanganan Covid-19. Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang masih minim menjadi kendala lainnya. 

Terlebih lagi, di Maluku tidak memproduksi APD sehingga harus didatangkan dari Jakarta. Pada permulaan gelombang Covid-19 di Ambon RSUD Haulussy hanya memiliki kelengkapan APD berupa 14 pasang baju dan celana, 12 pasang sepatu, 90 masker, serta 18 kacamata. Jumlah tersebut jauh dari standar yang dibutuhkan yaitu 200 APD (Kompas 3/3/20).

Kurangnya APD bisa berimbas buruk pada kinerja serta keselamatan kerja dokter dan tenaga medis. Jika tenaga medis harus merawat pasien dengan alat pelindung diri seadanya, peluang terpapar virus menjadi lebih besar. Imbas negatif akibat kurangnya APD kini terjadi di RSUD Haulussy. 

Rumah sakit dengan fasilitas paling lengkap di Kota Ambon terpaksa ditutup akibat minimnya APD. Keterpaksaan tenaga medis RSUD Haulussy untuk tetap merawat pasien Covid-19 dengan kondisi kekurangan APD telah mengakibatkan beberapa tenaga medis terpapar virus dari Wuhan tersebut.

Jumlah rumah sakit yang tidak memadai dan keterbatasan APD adalah ketidaksiapan fasilitas kita dalam menghadang virus Covid-19 ini. Tentu tidak ada yang siap dengan pandemi yang tiba-tiba ini, namun kita harus menghadapinya. 

Tugas besar bagi pemerintah mengambil kebijakan untuk segera mengusahakan pemerataan fasilitas dan jumlah APD di setiap rumah sakit, terutama di kota-kota kecil yang masih minim kelengkapan. 

Elemen masyarakat juga dapat turut berkontribusi aktif dengan mematuhi langkah-langkah pencegahan yang dianjurkan pemerintah, agar dapat menekan angka kasus Covid-19

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun