Bekerja 24 jam dalam 365 hari adalah waktu kerja seorang jurnalis. Mencari narasumber, melakukan verifikasi, belum lagi tantangan ketika menghadapi narasumber yang sulit.Â
Jurnalis tidak mengenal libur, ia harus siap siaga dalam keadaan apapun untuk menyajikan berita kepada masyarakat. Bergulat dengan berita, kode etik dan deadline membuat pekerjaan wartawan bukanlah hal yang mudah.Â
Banyak resiko yang dihadapi wartawan dalam menggali kebenaran. Dapat dilihat dari angka kematian jurnalis yang mencapai 49 jiwa sepanjang tahun 2019. Maka bisa dikatakan wartawan adalah pekerjaan yang mulia. Karena pada dasarnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi halayak.
Adanya era globalisasi dan kemajuan teknologi. Bermodalkan ponsel dan jaringan internet, siapapun dapat menulis atau merekam kejadian yang bernilai informasi.Â
Sumber informasi tidak bergantung lagi pada wartawan. Kemajuan ini melahirkan fenomena yang bernama jurnalis warga atau Citizen Journalism. Kehadirannya membuat pengguna ponsel dengan jaringan internet dapat menghasilkan berita terkini.Â
Dengan ini tugas wartawan dapat beralih kepada warga sendiri. Citizen Journalism atau jurnalis warga adalah partisipasi masyarakat dalam menyajikan berita tanpa tercatat resmi dalam suatu media. Jurnalis warga masih dianggap suatu fenomena yang memberikan dampak positif dan negatif.
Keberadaan jurnalis warga menjadikan suatu informasi dapat menyebar luas tanpa melalui proses editing dan informasi yang disajikan masih bersifat natural.Â
Masyarakat mendapat informasi dengan cepat dimanapun dan kapanpun. Namun Citizen Journalism ini tidak dapat disamaratakan oleh jurnalis profesional. Â
Citizen Journalism tidak dibekali dengan kode etik wartawan, dan tidak memiliki dasar hukum dalam menyumbang informasi, dan apakah mereka dapat mempertanggung jawabkan informasi yang mereka sebar?. Bermodal informasi dan koneksi internet Citizen Journalism sudah dapat memberikan sajian informasi.
Fenomena ini membuat masyarakat menjadi Open  source  reporting menyampaikan pesan atau kejadian dengan lebih cepat. Kecepatan ini yang membuat sebagian besar masyarakat memilih akun informal ketimbang media berita resmi.Â
Proses peliputan berupa verifikasi dan wawancara narasumber membuat media lebih lama dalam menerbitkan suatu berita dan informasi.Â
Citizen Journalism membuat wartawan adu kecepatan dalam menerbitkan berita. Tidak bisa terelakan bahwa Citizen Journalism jauh lebih cepat ketimbang wartawan. Terkecuali adanya wartawan saat kejadian.Â
Dari sini wartawan dan media harus tetap survive dari banyaknya kemungkinan yang mematikan mereka. Oleh sebab itu wartawan tidak perlu lagi bersaing dalam segi waktu dengan Citizen Journalism karena hal tersebut sudah tidak lagi memungkinkan.Â
Wartawan perlu memilih jalan lain, yaitu dengan melakukan liputan mendalam atau deep reporting. Kebanyakan jurnalis warga hanya sedikit menginformasikan terkait apa yang diberitakannya dan informasinya hanya bersifat umum.Â
Dengan bekal pengalaman, kode etik dan identitas resmi, wartawan harus mampu menggali kedalaman informasi. Mencari yang tidak diberitakan oleh jurnalis warga.Â
Mencari sudut pandang unik dalam peristiwa agar masyarakat dapat mengkonsumsi tidak hanya satu berita, sehingga luas wawasan dan wartawan tidak kalah dengan jurnalis warga. Tentu ini sejalan dengan fungsi pers sebagai pendidik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H