Mohon tunggu...
Yokie S
Yokie S Mohon Tunggu... Freelancer - Adalah seorang Pelacur Spiritual yang merangkap sebagai Penulis Gelap secara fungsional.

Situs alamat saya ini, sejak awal, sudah saya rancang dengan konstruksi tanpa pintu. Jadi Anda, bebas mau keluar, atau mau masuk, atau mau jungkirbalik sekalian. Entah kenapa Admin Kompasiana yang cantik itu mengizinkan saya meluncurkan tulisan-tulisan tidak beres saya di sini. Saya kira sudah cukuplah semua basa-basi penghantar ini ya? Saya bukan ahli silaturahmi soalnya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Benarkah Fredrich Hegel Lebih Dulu Membunuh Tuhan sebelum Nietzsche?

29 November 2021   16:44 Diperbarui: 29 November 2021   17:03 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi, sebelum semua itu telah Anda dapat pahami, Anda masih perlu berjalan seorang diri di antara diamnya lembah sunyi dan tebing-tebing kematian yang dingin tanpa warna. Tempat itu adalah wilayah kematian segenap nilai. Lubang di mana Anda mengubur semua kematian masa lalu yang tersangkut di pergelangan kaki. 

Altar di mana seluruh esensi telah bersemayam di dalam kuburan. Maqam di mana Anda menceburkan diri di kedalaman Nihilisme, dengan kesunyian yang membuat bergedik tulang belakang. Kebebasan makna, adalah jalur lurus menuju kebebasan esensial-meta, untuk lepas dari belenggu pongah nilai dan bentukan moralitas palsu.

Dunia, adalah segala dari manifestasi asumsi, manuver-manuver esensi, puzzle-puzzle abstraksional moralitas, spekulasi tergesa-gesa dan berbelit-belit.

Sebuah kehendak manusia akan kebenaran dan kebutuhan membakukan suatu kadar esensial, untuk kemudian bisa dijadikan sebagai tolak ukur absolut yang mengatur satu tindakan moral. 

Manusia menciptakan sebuah tapal yang luas, tetapi tidak pernah akan melebihi satu garis cakrawala-pun. Hasil dari konstruksi itulah, yang menyebabkan kenapa saat ini Anda pandir menghakimi segala sesuatu. Seolah-olah itu, adalah harus menjadi baik, dan harus menjadi buruk secara mutlak. 

Akhirnya, lahir kata. Lewat kata, Anda mulai berakrobat dengan permainan salah dan benar. Tanpa Anda sendiri tahu, bahwa hasutan yang Anda lakukan itu hanya dibentuk oleh asumsi, spekulasi, atau hasil dari kolektivisme perorangan yang berubah menjadi suatu nilai tukar untuk Anda bisa ngarang-ngarang tentang moralitas atau bahkan tentang ketuhanan di depan orang-orang tolol, manusia akar rumput dan makhluk awam bersumbu pendek.

Memahami Nihilisme, tidak bisa dilakukan dengan tolak ukur teori buta, dengan melulu. Di sinilah letak yang menjadi sebab tidak sedikit orang-orang awam akan terjebak ketika hanya menafsirkan tanpa sudut pandang empiris dan kedalaman refleksional.

Mentang-mentang dalam pandangan Nihilisme itu adalah non-esensial tanpa nilai, hancurnya segala konstruksi esensi, lunturnya pondasi tradisional dan segala meta sudah bersemayam di dalam kuburan, lalu Anda hanya dengan modal wara-wiri di facebook, ngerumpi sana-sini, langsung salto dan alergi. Itu artinya Anda tolol! Sorry ya, saya terpaksa main hajar saja, karena saya sudah muak dengan bentuk kesimpulan analisis akar rumput yang Anda lakukan.

Dalil yang digunakan dalam sudut pandang Nihilisme memang adalah sebuah terminal tanpa makna. Lantas, dengan pandangan demikian, manusia akar rumput melahirkan stigma bahwa orang-orang Nihilis seolah-olah adalah bentuk manusia brutal, bar-bar, amoral, pembunuh dan lain-lain yang senada.

Menjadi seorang Nihilis, bukan berarti Anda menghalalkan penyembelihan pada leher Isteri dan anak-anak Anda. Dengan tidak adanya nilai moral, juga bukan berarti Anda langsung main bakar kesana-kemari. Dari arah yang berlawanan, jika dilihat secara kasat mata memang akan membuat bulu kuduk Anda menggigil :

"Wah, bahaya nih orang! Nihilisme! Pasti suka membunuh, menciptakan kekacauan, kriminil, psikopat dan kejam".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun