Mohon tunggu...
yoha risna
yoha risna Mohon Tunggu... Guru - pembelajar

guru SMK yang baru belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Jangan Menangis, Kiyai

30 Desember 2019   06:05 Diperbarui: 1 Januari 2020   18:09 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Assalamualaikum, Mak Cik." Kiyai mencium tangan Mak Cik dengan hormat. Mak Cik yang ia anggap seperti orang tuanya yang merantau sejak mereka kecil. 

"Apa kabarmu, Kiyai?" Mak Cik memandang Kiyai dengan sayang.

"Alhamdulillah, Mak Cik sendiri gimana?"

"Mak Cik sehat, berkat doa kamu dan Pun." Mak Cik menoleh ke arah Pun yang menggamit lengannya. 

"Sudah makan?"

"Tadi sudah makan di bis, Mak Cik." kata Kiyai mengangguk.

"Tapi, Pun lapar lagi," rengek Pun.

Mak Cik tertawa. "Ya, ayo kita pulang ke rumah. Mak Cik sudah masakkan masakan kesukaan kalian. Pindang baung dan sambal sruit."

"Ayo, Mak Cik!" Pun setengah berlari melangkah ke mobil Mak Cik yang diparkir di pinggir Terminal Liwa. "Perut Pun sudah dangdutan, nih." Mak Cik dan Kiyai tertawa mendengar suara perut Pun yang keras. Pun tersipu. Ia berlari ke mobil, mendahului Pun dan Mak Cik.

Saat Pun berada beberapa langkah di depan mereka, Mak Cik memegang bahu Kiyai. Menghentikan langkahnya. 

"Mak Cik.."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun