Apalagi, riuhnnya cuitan mentri LHK muncul pada  agenda penting negara dalam memberi gagasan akan pandangannya melihat situasi perubahan iklim dunia melalui pidato kebangsaan Presiden Joko Widodo dalam KTT G20.
"Sebagai salah satu pemilik hutan tropis terbesar di dunia, Indonesia memiliki arti strategis dalam menangani perubahan iklim. Inilah yang antara lain saya sampaikan dalam KTT G20 sesi II dengan topik perubahan iklim, energi dan lingkungan hidup di La Nuvola, Roma, hari ini," tulis akun Twitter resmi Presiden Jokowi pada Minggu (31/10/2021) setelah berpidato pada forum KTT G20.
Deforestasi di Indonesia dapat ditekan ke titik terendah 20 tahun terakhir. Indonesia telah merehabilitasi 3 juta ha lahan kritis pada 2010-2019. Indonesia ingin G20 memimpin dunia mengatasi perubahan iklim dan mengelola lingkungan secara berkelanjutan dengan tindakan nyata. lanjut Jokowi
Pidato Jokowi telah memberi citra yang menakjubkan akan wajah bangsa di hadapan dunia. Jokowi dalam pidatonnya, menyatakan keseriusan Indonesia dalam upaya penekanan emisi dunia. Apresiasi dan ruih tepuk tangan pemimpin atas kekagumannya pada Jokowi dan Indonesia.
Namun terang terangan mentri LHK membantah dan menelanjangin" pernyataan Jokowi tersebut yang kemudian dianggap omong kosong Ketika melihat sikap mentrinya yang dasarnya mengetahui situasi lapangan dan pembangunan negeri dalam sector lingkungan hidup. Ini seperti sebuah aib pemerintah yang coba ditutupi Jokowi dengan rapat, namun kemudian mentri Siti membukannya dengan jelas, secara gamblang ingin mengatakan "ini loh situasi dan komitmen negara yang sebenarnya". Seakan seperti itu, saya tegaskan ini adalah kesan saya.
Dalam kerumitan ini, kita mencari jati diri dengan memilih jalan mana yang yang kita putuskan. Namun satu yang pasti adalah, hari ini kita telah hidup pada realitas yang dengan jelas kita lihat. Tanpa melihat data, menilai soal Kalimantan atau daerah lain sebagai pusat industri kelapa sawit dan tambang pun dapat kita nilai dengan jelas melalui pengamatan dan derita rakyat yang merasakan dampak itu secera langsung. Namun bukan berarti juga data dapat diabaikan dalam melihat kebenaran. Kita tetap memperhatiakan acuan dalam melihat ini dari jauh, "memegang data adalah jalan ninja kita", begitu kira kira.Â
Kita adalah generasi yang memutuskan sejak awal tentang pilihan kita akan keberpihakan pada lingkungan. Namun kehidupan mengajakan kita melihat sebuah realitas yang menggagalkan pilihan itu. Selanjutnnya, sebagai manusia merdeka kita diingatkan untuk menentukan jalan tersebut Kembali. Dan sebuah harapan agar yang dulu tetap tumbuh dan berdiri ditempatnnya, artinnya, kita semua penentang kerusakan alam atau rumah kita bersama (bumi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H