Gereja pertama yang saya kunjungi adalah Gereja Tua di Desa Sila dan saya bersyukur bisa beribadah di Gereja ini.  Saat renovasi, ditemukan prasasti pada sebilah kayu tua berangka tahun 1731 menjadikannya gereja ter-tua di Provinsi Maluku sampai sat ini.  Jika sekarang saja  tahun 2022, artinya gereja ini sudah berdiri lebih dari tiga abad lamanya. Dari eksterior dan interior,  tidak banyak perubahan dari gereja ini. Namun cat, lantai dan beberapa renovasi fisik (termasuk atap gereja yang awalnya dari daun sagu) dilakukan beberapa kali  untuk memenuhi kebutuhan / kenyamanan jemaat dalam beribadah.
Gereja Irene (1895) – Desa Abubu
Megah, kesan pertama yang saya rasakan saat memasuki gereja tua ini. Tembok dengan ketebalan lebih dari 60cm lebih cocok saya sebut sebagai benteng dari pada sebuah gereja. Mimbarnya juga nampak berwibawa dengan detail ornament geometris yang sekitas terlihat seperti rasi bintang. Dari yang saya ketahui, rata-rata gereja di Maluku memiliki tempat duduk utama yang biasa dikhususkan untuk raja / orang penting di desa tersebut. Pun di Gereja Irene inilah terdapat "kursi VIP" dengan dominasi warna pastel lembut yang sangat menarik perhatian saya.
Gereja Beth Eden (1817) – Desa Ameth
Dari ketiga gereja yang saya kunjungi, Gereja Beth Eden inilah yang saya rasa masih cukup otentik; baik dari segi fasad bangunan hingga interior dan lantainya masih sangat terawat dengan baik. Ornament floral'nya teraplikasi di setiap sudut furniture; Â walaupun motifnya sederhana, namun menambah estetika dan keindahan ruangan. Pintu dan jendela tinggi dengan partisi kayu adalah ciri khas bangunan tropis kolonial yang hampir bisa kia temukan di seluruh Indonesia.