Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hamparan sawah dan perbukitan hijau, tinggal seorang anak bernama Arya. Dia adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Ayahnya seorang petani, sedangkan ibunya menjual kue di pasar. Kehidupan mereka sederhana, tapi bahagia.
Suatu hari, desa itu diguncang bencana. Hujan deras selama berminggu-minggu menyebabkan sungai meluap, menggenangi sawah, rumah, dan seluruh jalan desa. Banjir besar memaksa banyak keluarga mengungsi, termasuk keluarga Arya. Dalam hiruk pikuk evakuasi, Arya yang saat itu baru berusia 10 tahun terpisah dari keluarganya. Orang-orang berlarian mencari tempat aman, dan dalam kekacauan itu, Arya terseret arus hingga ke kota besar yang tak pernah dikenalnya.
Di kota itu, Arya ditemukan oleh seorang pedagang kecil bernama Pak Wiryo. Tanpa keluarga dan arah, Arya terpaksa bertahan hidup dengan membantu Pak Wiryo menjual gorengan di pinggir jalan. Meski Pak Wiryo memperlakukan Arya seperti anak sendiri, Arya merindukan keluarganya setiap malam.
Waktu berlalu, Arya tumbuh menjadi remaja yang tangguh dan cerdas. Kesulitan hidup di jalanan membuatnya belajar banyak hal. Dia mulai mencari cara untuk mengubah nasibnya. Pada suatu hari, Arya mendengar tentang beasiswa sekolah untuk anak-anak kurang mampu. Dengan bantuan Pak Wiryo, Arya mendaftar dan berhasil diterima di sebuah sekolah teknik gratis yang didirikan oleh sebuah organisasi amal.
Di sekolah itu, Arya menunjukkan bakat luar biasa di bidang teknologi. Dia mempelajari komputer, teknik mekanik, dan robotika. Gurunya, Bu Rani, melihat potensi Arya dan sering memberinya tugas tambahan untuk mengembangkan kemampuannya. Arya juga mulai membangun relasi dengan berbagai pihak, termasuk perusahaan teknologi yang sering mengadakan lomba inovasi.
Suatu ketika, Arya menciptakan prototipe robot sederhana yang mampu membantu pekerjaan rumah tangga. Robot itu dia namai "Harapan" sebagai simbol dari cita-citanya. Robot ini berhasil memenangkan lomba tingkat nasional, membawanya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Setelah memenangkan lomba, Arya mendapatkan beasiswa penuh ke sebuah universitas teknologi ternama di ibu kota. Ini adalah langkah besar yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Kehidupan di kampus memberinya peluang untuk lebih mengembangkan diri. Dia belajar keras, membangun jaringan dengan para ahli, dan mengembangkan inovasi-inovasi baru.
Di tahun terakhir kuliahnya, Arya menciptakan sebuah aplikasi yang menghubungkan petani di pedesaan dengan pembeli di kota. Aplikasi itu diberi nama "SawahLink". Dengan teknologi sederhana, petani dapat memasarkan hasil panen mereka langsung kepada konsumen tanpa melalui perantara. Inovasi ini mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat dan investor. Beberapa perusahaan besar bahkan menawarinya modal untuk mengembangkan aplikasi tersebut lebih jauh.
Namun, di tengah keberhasilannya, Arya tak pernah melupakan keluarganya. Setelah menyisihkan sebagian penghasilannya, ia memutuskan untuk mencari mereka. Arya mulai menyelidiki desa tempat ia berasal. Dia menggunakan media sosial, mengunjungi organisasi bantuan bencana, dan mencari informasi dari desa-desa sekitar. Setelah berbulan-bulan pencarian, sebuah petunjuk akhirnya muncul.
Seorang penduduk desa mengenali foto keluarga Arya dari unggahan media sosial. Keluarganya kini tinggal di sebuah rumah kecil di pinggiran desa. Banjir besar bertahun-tahun lalu telah menghancurkan segalanya, membuat mereka kehilangan sawah dan mata pencaharian. Mereka kini hidup serba kekurangan, dan ayahnya bekerja sebagai buruh serabutan di kota terdekat.