berenang kian kemari, berkejar-kejaran
dengan gembira.
Dahulu, aku sering berhenti sebentar di sana
untuk menatapnya, lalu meneruskan lari pagiku,
tanpa mempedulikan pemilik kolamnya yang
selalu menatapku dengan tanda tanya.
Namun, sekarang telaga itu mulai kekurangan air,
seiring dengan perginya para penghuni bangunan-bangunan tua itu.
Aku menatapnya sesaat, kemudian berlalu, sambil membayangkan hatiku
yang hancur; membayangkan gejala ketidaksetiaanmu,
ketidakjujuranmu yang mungkin akan membawaku    Â
kepada ketidakpastian yang tak berkesudahan.