Mohon tunggu...
Yohanes Manhitu
Yohanes Manhitu Mohon Tunggu... Penulis - Murid abadi: penulis dan penerjemah

Saya adalah seorang penulis dan penerjemah dari Timor Barat (NTT) yang berdomisili di Yogyakarta. Bidang yang saya geluti adalah bahasa, sastra, sejarah, dan sosial budaya. Saya menulis dalam bahasa Indonesia, Dawan, Tetun Resmi (Timor-Leste), Melayu Kupang, Inggris, Prancis, Spanyol, Portugis, dan Esperanto. Silakan kunjungi blog khusus untuk karya tulis saya di http://ymanhitu-works.blogspot.com dan blog serba-serbi multibahasa saya di http://ymanhitu.blogspot.com. Salam,

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sopir Becak

11 Agustus 2020   05:23 Diperbarui: 11 Agustus 2020   05:10 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Yohanes Manhitu

Kau yang setiap saat

mengayuh tanpa kenal lelah.
Kau yang selalu bermandikan peluh

di bawah pancaran cahaya sang surya

di musim panas yang melelahkan

dan mengundang sejuta keluhan.
Kau yang selalu jadi sasaran empuk

tetesan air mata sang langit

di musim hujan

yang datang tak beraturan.

Dan kau yang sering disingkirkan

karena semakin padatnya arus lalu lintas

yang dikuasai pengemudi kendaraan modern

yang miskin tenggang rasa.

Dahulu kau masih bisa nikmati sebentuk kebahagiaan

yang terpancar lewat senyuman di wajah dan kayuhanmu

yang lincah menerjang jalan berbatu-batu

yang menanjak.

Dahulu kau masih bangga

menjadi pahlawan pelestarian lingkungan hidup

walau tak selalu disukai,

apalagi menyandang tanda penghargaan bertaraf nasional.

Namun, sekarang tak tega kubayangkan nasibmu,

istrimu, dan anak-anakmu 'tuk tahun-tahun yang 'kan tiba.

Akankah kau terus bertahan manja?

Seiring dengan meningkatnya kebahagiaan manusia

'tuk ciptakan embusan asap tebal

dari pipa mesin angkutannya,

dan hiasi segala penjuru jalan kota dan desa

dengan kendaraan superelok,

engkau harus bergelut 'tuk cari jalan lain ke Roma.

Ya, jalan lain kepada terpenuhinya segala idaman

dan impian kau, istri, dan anak-anakmu.

Bila pada suatu saat kau merasa tak berarti lagi

atau tersingkir karena desakan jaman,

jangan kau jadikan setiap keping kayu

yang bentuk kendaraanmu kayu bakar

'tuk hangatkan tubuh kurusmu

yang kedinginan, dan roda-rodanya mainan anak-anakmu

yang bayangkan sebuah masa depan nan cemerlang.
Letakkanlah kendaraan antipencemaran udaramu seutuhnya

di salah satu sudut museum sebagai monumen

'tuk kenang masa lampau.

Biarlah angkatan yang akan datang

tetap mengenang kehadiranmu,

tetapi tidak untuk mengulangi saat-saat sulit

yang telah kaulalui.

Pugeran Timur, Yogyakarta, 4 Januari 2003

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun